Rabu, Juli 30, 2025

Akar Persepsi yang Keliru

 

AKAR PERSEPSI YANG KELIRU

(Memahami Mūlapariyāya Sutta Berdasarkan Majjhima Nikāya 1)

Oleh: Upa. Amaro Tanhadi

 

Pendahuluan

Banyak penderitaan dalam hidup ini berakar dari cara kita memandang dunia. Kita memandang benda, orang, perasaan, dan bahkan pikiran dengan lensa "aku" dan "milikku". Dalam Mulapariyāya Sutta (MN 1), Sang Buddha menyelami akar paling dalam dari persepsi keliru, dan menunjukkan jalan keluar menuju pemahaman yang benar.

Empat Jenis Individu

Sutta ini mengklasifikasikan makhluk menjadi empat tingkat berdasarkan cara mereka mempersepsi realitas:

1.    Orang biasa yang belum terlatih (puthujjana):

Ketika melihat rupa, suara, bau, rasa, atau pikiran, ia langsung menambahkan label "ini milikku", "ini aku", atau "ini diriku". Ia melekat dan menolak, membangun pandangan salah dari persepsi yang tidak dimurnikan.

2.    Siswa mulia yang sedang berlatih (sekha):

Ia mulai melihat fenomena dengan jarak, menyadari bahwa ada kelekatan dan mulai melepasnya. Namun, kecenderungan bawah sadar untuk mengidentifikasi diri masih ada.

3.    Arahat (yang telah tercerahkan):

Ia melihat segala sesuatu sebagaimana adanya – tanpa konsep diri. Tidak ada "aku", tidak ada "punyaku". Hanya proses kondisi yang timbul dan lenyap. Tidak ada lagi tanah bagi kemelekatan untuk bertumpu.

4.    Sang Tathāgata (Buddha):

Melampaui bahkan klasifikasi. Beliau memahami dengan sempurna semua persepsi, tetapi tidak terjebak di dalamnya. Tidak melekat pada dunia, tidak menolaknya. Beliau melihat dengan pengetahuan sejati dan tanpa rintangan batin.

Akar Kesesatan: “Ini Milikku, Ini Aku”

Sutta ini menggambarkan bagaimana sumber penderitaan bukan pada objek itu sendiri, tetapi pada cara kita mempersepsinya. Ketika kita berkata:

·       “Ini milikku” → muncul kemelekatan.

 ·       “Ini aku” → muncul identifikasi.

 ·       “Ini diriku” → muncul kesombongan atau keputusasaan.

Inilah “mula” (akar) dari seluruh belenggu batin.

Latihan Membalik Pandangan

Buddha mengajarkan bahwa jalan keluar bukan melalui penolakan terhadap dunia, tetapi dengan melatih perhatian dan kebijaksanaan agar kita melihat segala sesuatu tanpa menambahkan ‘aku’ ke dalamnya.

-      Melihat: hanya ada bentuk dan mata.

-      Mendengar: hanya ada suara dan telinga.

-      Merasakan: hanya ada sensasi dan batin.

-      Tidak ada ‘aku’ yang mengalami — hanya proses yang saling bergantungan.

Mengapa Sutta Ini Penting?

Karena ini adalah sutta pertama dari Majjhima Nikāya, dan juga karena ia langsung menantang inti ilusi ego, yang menjadi sumber segala penderitaan.

Latihan berdasarkan sutta ini membawa kita pada:

·       Lepas dari identifikasi dengan tubuh dan pikiran.

·       Pemahaman mendalam tentang anattā (bukan-diri).

·       Kebebasan dari kelekatan dan penolakan.

Penutup:

Melihat Sebagaimana Adanya

Mūlapariyāya Sutta bukanlah sutta yang mudah. Ia mendalam dan filosofis. Namun jika direnungkan dengan sungguh-sungguh, ia menjadi cermin tajam yang memperlihatkan bagaimana cara pikir sehari-hari kita mengikat kita pada penderitaan.

Buddha tidak mengajarkan untuk lari dari dunia, tetapi untuk melihat dunia tanpa ilusi, tanpa membawa “aku” ke dalam pengalaman.

“Yang mengetahui demikian, melihat demikian, menjadi tidak melekat terhadap dunia…” (MN 1)

Semoga kita semua bisa melatih untuk melihat sebagaimana adanya, dan dengan itu menapaki jalan menuju kebebasan sejati.

Sādhu, sādhu, sādhu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar