Rabu, Desember 16, 2009

Pengendalian Pikiran


PENGENDALIAN PIKIRAN

Oleh : Tanhadi

Sang Buddha bersabda: 
"Bagi seorang yang masih belajar 
dan belum dapat menguasai pikirannya, 
tetapi tetap bercita-cita mencapai kebebasan
walaupun masih ada keterikatan dalam dirinya,
 Aku (Tathagata/Sang Buddha) mengetahui 
bahwa tiada hal yang demikian membantu 
selain mengendalikan pikiran." 
(Itivuttaka. 9)

Pikiran itu selalu mengembara jauh,
tidak berwujud, dan terletak jauh di lubuk hati.
Mereka yang dapat mengendalikannya,
akan bebas dari jeratan Mara.
(Dhammapada III : Pikiran : 37 )

Kendalikanlah pikiran anda !, Mungkinkah pikiran ini dapat dikendalikan ? mengapa harus dikendalikan?

Dalam bahasa Pali, 'Pikiran' adalah 'vitakketi' ;'vicareti', atau 'mannati' (konseptualisasi). Dan dalam hal ini, 'Pikiran' bisa dikendalikan .

Definisi 'Pikiran' yang berasal dari disiplin psikologi modern ialah:
"Pikiran adalah tanggapan batin terhadap rangsangan yang masuk melalui pancaindra atau datang dari dalam batin sendiri." ("Thinking is a covert symbolic response to external and internal stimuli." - Encyclopedia Britannica)

Seseorang menjadi baik atau jahat, Mulia atau tercela, suci atau tidak suci, bahagia atau menderita, semuanya didominasi oleh Pikiran kita sendiri. Kekotoran batin pun timbul karena pikiran, karena apapun yang kita pikirkan, batin akan bersandar kepadanya.

Para Siswa/siswi  Sang Buddha dapat mencapai kebebasan dari belenggu keduniawian dan kekotoran batin, karena mereka telah berhasil dalam melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan upaya yang terus menerus untuk mengendalikan pikirannya. Jadi untuk mengendalikan pikiran adalah sesuatu yang sangat mungkin untuk dapat kita lakukan.

Pikiran ini layaknya sebuah buku harian yang mencatat apapun yang menjadi keinginan kita, baik di masa lampau, sekarang maupun masa yang akan datang. Dari timbunan keinginan- keinginan inilah timbul nafsu keinginan yang dikatakan oleh Sang Buddha sebagai Belenggu, Keterikatan, Kemelekatan (Anguttara Nikaya I : 263).

Pikiran itu selalu mengembara jauh,
Sungguh ajaib Pikiran ini, ia dapat bergerak menembus ruang , waktu dan jarak dengan begitu cepatnya. Ia  tidak bergerak secara fisik seperti halnya manusia berjalan. Namun demikian, pikiran dapat menangkap suatu obyek yang sangat jauh dari anda berada.  Sebagai contoh : Ketika saat ini kita berada di Surabaya dan memikirkan sesuatu atau seseorang di New York, saat itu pula anda sudah mendapatkannya ! Jadi inilah yang dimaksudkan oleh Sang Buddha dengan :” Pikiran itu selalu mengembara jauh,”

Tidak berwujud,
Pikiran ini tidak mempunyai wujud atau bentuk. Jadi, kita tidak dapat mengatakan bahwa pikiran itu Gemuk, kurus, jelek, cantik atau ganteng, putih atau hitam. Pikiran hanyalah daya cerap, kemampuan untuk mengenali suatu obyek. 

Terletak jauh di lubuk hati.
Kesadaran penglihatan berasal dari mata; kesadaran pendengaran berasal dari telinga; kesadaran penciuman berasal dari hidung; kesadaran pencerapan berasal dari lidah; kesadaran sentuhan berasal dari tubuh. Meskipun beberapa bentuk kesadaran berasal dari mata, hidung, telina dan lain-lain, sebagian besar dari kesadaran berasal dari “relung hati”. Oleh karena itu secara kiasan dikatakan bahwa : Pikiran tinggal di relung-relung.”

Singkatnya, perlu dicatat bahwa kesadaran/pikiran tidak berbentuk; kesadaran /pikiran dapat mencerap suatu obyek indera; bersifat mengenali obyek. Sementara dalam proses pengenalan, kesadaran tidak keluar dari relung asalnya sekalipun walaupun sejarak seutas rambut, tetapi kesadaran dapat mencerap  obyek yang jauh. Dua atau tiga unit kesadaran tidak muncul dalam waktu bersamaan. Setiap unit hanya muncul silih berganti dalam rangkaian.

"Apabila seseorang memiliki perhatian / kewaspadaan,
 maka segala jenis pikiran jahat yang belum muncul 
niscaya tidak akan muncul 
dan yang sudah muncul akan dapat dilenyapkan". 
( Sabbasavasanvara Sutta, Majjhima Nikaya)

Dalam Vitakkasanthana Sutta, Majjhima Nikaya;
Sang Buddha menjelaskan 5 cara untuk mengendalikan pikiran dengan benar, yaitu:

1. Apabila timbul pikiran jahat (keserakahan, kebencian, atau/dan kebodohan batin) pada saat memperhatikan suatu objek tersebut dengan yang lain, yang disertai dengan kebajikan, ini dapat mengusir pikiran jahatnya, dan membuat batinnya menjadi terpusatkan/terkendali, ibarat tukang kayu yang mengganti pasak kasar dengan pasak halus.

2. Apabila pikiran jahatnya tetap muncul walau telah mengganti objeknya dengan yang disertai kebajikan, ia hendaknya merenungkan bahaya dari pikiran jahat itu. Ini dapat mengusir ..., ibarat pemuda-pemudi yang suka berdandan merasa risih dan jijik terhadap bangkai ular atau binatang lain yang bergantung di lehernya.

3. Apabila pikiran jahatnya tetap muncul meskipun telah merenungkan bahaya dari pikiran jahat, ia hendaknya tidak mengacuhkan pikiran jahat tersebut. Ini dapat mengusir ..., ibarat orang yang memiliki penglihatan yang dapat menutup matanya atau mengalihkan ke arah lain apabila tidak ingin melihat suatu bentuk.

4. Apabila pikiran jahatnya tetap muncul kendati tidak mengacuhkannya,
ia hendaknya memperhatikan dasar dan sebab pikiran (untuk mengetahui sebab kemunculannya). Ini dapat mengusir ... , ibarat orang yang berjalan cepat, berjalan lambat, berhenti, berdiri, duduk, berbaring, yang menghindari sikap badan yang sulit dan memilih sikap badan yang paling leluasa.

5. Apabila pikiran jahatnya tetap muncul walau telah memperhatikan dasar dan sebab pikiran muncul, ia hendaknya dengan merapatkan gigi dan menekan lidah ke langir-langit mulut, menaklukkan, mengendalikan dan menguasai batinnya. Ini dapat mengusir ..., ibarat orang kuat yang menangkap dan mencekik orang lemah, menaklukkan, mengendalikan dan menguasainya.

Dengan melaksanakan petunjuk tersebut, seseorang dapat disebut ahli dalam bidang yang berkaitan dengan pengendalian pikiran. Ia dapat berpikir sesuai dengan yang diinginkannya dan dapat pula tidak berpikir terhadap sesuatu yang tidak ingin dipikirkannya.

“ Dunia dituntun oleh pikiran,
Oleh pikiran dunia dinodai,
Hanya pikiran semata-mata,
Yang menyebabkan segala yang dibawahnya tergoyahkan “.
( Samyutta Nikaya I: 39 )

Bukan dengan pertolongan ibu, ayah, 
ataupun sanak keluarga;
namun pikiran yang diarahkan dengan baik,
yang akan membantu 
dan mengangkat derajat seseorang.
(Dhammapada III : Pikiran : 43)


Sumber bacaan :
- Abhidhamma sehari-hari , Oleh : Ashin Janakabhivamsa, Sayadaw U. Silananda.
- Kitab Suci Dhammapada : Penerbit yayasan Dhammadipa Arama.
- Kitab Suci (koleksi) Samyutta Nikaya dan Majjhima Nikaya : Terjemahan (Ing-Ina)Dra. Lanny Anggawati dan Dra. Wena Cintiawati.
- Buddha Dhamma :  Artikel Koleksi Pribadi.






Butir-Butir Keindahan Ajaran Sang Buddha


BUTIR-BUTIR KEINDAHAN AJARAN SANG BUDDHA


Disusun oleh : Tanhadi 


AJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN 
DAN MENGANDALKAN DIRI SENDIRI

Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang dibabarkan bagi umat manusia melalui pengalaman, pencapaian, Kebijaksanaan, dan Pencerahan dari pendirinya. Ajaran ini berakar dari pengalaman, bukan kepercayaan yang membuta. Masalah manusia harus dipahami melalui pengalaman manusia dan diatasi dengan pengembangan nilai-nilai manusia yang luhur. Manusia harus menemukan pemecahan melalui pemurnian dan pengembangan pikiran manusia, bukan melalui pihak-pihak luar.

Ketika Sang Buddha bermeditasi untuk mencapai Pencerahan, tidak ada dewa yang datang untuk menyingkap rahasia kekuatan spiritual apa pun. Ia berkata, “Aku tidak pernah memiliki guru atau makhluk apa pun yang mengajarkan cara mencapai Pencerahan. Aku mencapai Kebijaksanaan tertinggi dengan usaha, kekuatan, pengetahuan, dan kemurnian sendiri.” Demikian pula, kita dapat mencapai tujuan tertinggi ini melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam memperbaiki diri sendiri. Para Buddha hanya memberikan petunjuk-petunjuk dan kita sendirilah yang harus menjalaninya. Beliau bersabda : " Engkau sendiri harus melakukan pekerjaan itu, sebab Sang Tathagata (Sang Buddha) hanya sebagai Penunjuk Jalan” (Majjhima Nikaya 107).

Sang Buddha tidak pernah memperkenalkan diri-Nya sebagai juru selamat gaib. Ia tidak mengajarkan adanya juru selamat semacam itu. Tak seorang pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita sendiri. Beliau bersabda : "Jadilah pulau bagi dirimu; jadilah pelindung bagi dirimu, janganlah menyandarkan nasibmu kepada makhluk lain; peganglah teguh Dhamma sebagai pelindungmu." ( Maha Parinibbana Sutta  ).

TELADAN  SEMPURNA

Dalam menjalani kehidupanNya didunia ini, Sang Buddha tanpa kenal lelah membabarkan Ajaran kebenaran dan menjadi teladan sempurna. Beliau mewujudkan seluruh ucapanNya dalam tindakan yang nyata. Tak pernah Ia menampakkan kelemahan atau nafsu dasar manusia. Kualitas Moralitas, Kebijaksanaan, dan Welas Asih-Nya adalah yang paling sempurna sepanjang sejarah pengetahuan agama didunia.

Jika kita mempelajari kehidupan dan ajaran Buddha, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu terbuka untuk setiap orang. Menurut Buddha, kebenaran adalah sesuatu yang terbuka bebas untuk ditemukan oleh semua makhluk, tidak ada rahasia-rahasiaan dalam ajaranNya. Ia mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesempurnaan sejati. Tidak ada pendiri agama mana pun yang pernah berkata bahwa para pengikutnya juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pengalaman yang sama akan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan seperti dirinya. Tetapi Buddha mengajarkan bahwa setiap orang bisa mencapai kebahagiaan Pencerahan tertinggi yang serupa jika telah mempraktikkan apa yang Ia jalani.

MELAMPAUI SEMUA DEFINISI AGAMA

Jika definisi dari “agama” adalah kepercayaan mutlak dan pemujaan terhadap suatu sosok ilahi, dengan kewajiban untuk menjalankan upacara dan ritual, maka ajaran Buddha bukanlah suatu agama. Ajaran Buddha melampaui semua definisi umum tentang agama karena ajaran Buddha mendorong kecerdasan kita untuk bertanya dan meyakini adanya potensi tertinggi dari setiap individu. Upacara dan ritual hanya sekadar perayaan yang membantu mengilhami kita, namun tidak bisa memberi kita Kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati. 

AGAMA BUDDHA ADALAH AGAMA TANPA LARANGAN

Ajaran Sang Buddha menunjukkan bagaimana kita melalui usaha sendiri dapat terbebas dari penderitaan. Sang Buddha hanya menunjukkan “Ini lho penderitaan dan ini lho cara untuk terbebas dari penderitaan.”

Agama Buddha tidak melarang kita mau berbuat ini atau mau berbuat itu, cuma dikatakan kalau kamu lakukan ini akibatnya itu. Mau mencuri, silahkan!... akibatnya ya rasakan sendiri!.  Konsekuensi orang yang silanya baik di 31 alam, akan terlahir di alam dewa/surga dan manussa/manusia. Kalau silanya rusak bisa lahir jadi manusia tapi dengan kondisi yang jelek atau lahir di Alam Peta, Asura, Niraya dan Tiracchana.

Apabila ada ajaran yang hanya menyuruh orang bersembahyang dan berbuat baik, itu cuma masuk kelompok Manusia/Dewa, tetapi untuk memperoleh kesucian, No way ! Menurut pandangan Agama Buddha, surga bukanlah hanya milik umat Buddha saja. Siapa saja orang itu asal berbuat baik dan melaksanakan aturan-aturan agama dengan baik tapi dengan prinsip sila dalam jalan mulia berunsur delapan, bisa masuk surga, tak peduli yang beragama Buddha atau tidak, punya agama atau tidak. Kalau ada agama yang mengklaim bahwa surga hanya milik mereka dan jalan ke surga hanya lewat jalan mereka, itu pelit namanya. 

AGAMA BUDDHA TANPA KEKERASAN

Agama Buddha mempunyai reputasi terhormat sebagai satu-satunya agama yang belum pernah terlibat dalam “ Perang Suci”. Tak ada satu tokoh Buddhis yang pernah maju ke medan perang untuk menaklukkan kafir atau untuk mengubah orang lain menjadi Penganut Ajaran Buddha. Tak seorangpun yang pernah dihadapkan kepada pedang, atau dihukum gantung atau dengan kata lain dihukum karena tidak percaya pada Ajaran Buddha.

Agama Buddha mengedepankan PERDAMAIAN yang sebenarnya dan tidak pernah menganjurkan Kekerasan Apapun di atas namanya. Buddha mengajarkan, “Yang menang menuai kebencian dan yang kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan berbahagia dan damai.” Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk mencegah pecahnya perang. 

AGAMA YANG LAYAK DAN CERIA

Sang Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan, agama itu bisa dianggap sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati (seperti dalam Jalan Mulia Beruas Delapan).

Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap kesejahteraan orang lain.

AGAMA TOLERANSI  DAN TIDAK ADA FANATISME

Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk berpindah agama? Buddha hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.

Bagaimana bila membaca kitab agama lain? Boleh, tidak ada larangan sama sekali, sebab dengan begitu kita dapat menambah wawasan.

Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada sampai hari ini di India:


“Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain.”

Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang dulu.

TIDAK MENGUBAH AGAMA ORANG LAIN

Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang. Hal ini dapat kita lihat pada  sabda Sang Buddha dalam Udumbara Sutta yang mengatakan :“ aku tidak mengajar untuk menjadikanmu sebagai murid-ku,  Aku tidak tertarik untuk membuatmu menjadi murid-ku, Aku tidak tertarik memutuskan hubunganmu dengan gurumu yang lama, Aku bahkan tidak tertarik untuk mengubah tujuanmu , karena setiap orang ingin lepas dari penderitaan . Cobalah apa yang telah kutemukan ini , dan nilailah oleh dirimu sendiri, Jika itu baik bagimu , terimalah. Jika tidak , janganlah engkau terima”.

Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang yang berminat dengannya.

AJARAN UNIVERSAL

Ajaran Sang Buddha menitik beratkan pada Kebahagiaan Sejati bagi semua mahluk, sehingga siapa saja dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa memandang soal ras, suku dan segala macam sistem kepercayaan yang sudah ada didalam masyarakat.  Sang Buddha mengajarkan bahwa : “ Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan engkau peroleh. Pelaku kebaikan akan mengumpulkan kebaikan. Pelaku keburukan, memperoleh keburukan. Jika engkau menanamkan benih yang baik, maka engkau menikmati buah yang baik.” ( Samyutta Nikaya I : 227 ). Untuk memahami hal ini tidak diperlukan label keagamaan atau kepercayaan tertentu, beragama maupun tidak, percaya atau tidak percaya , hukum ini tetap berlaku secara universal.

AJARAN CINTA KASIH UNIVERSAL

Ada agama yang berdoa cuma untuk komunitasnya saja, tetapi umat Buddha tidak. Kita berpengharapan kepada semua makhluk , baik itu binatang, manusia, dewa, asura, setan, makhluk yang tampak atau makhluk yang tak tampak , beragama sama atau tidak, kita harapkan 'Semoga semua makhluk berbahagia'.

Welas Asih Buddha bersifat universal, Ia memandang semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk hidup dan berbahagia seperti halnya manusia.

Ada pandangan lain yang mengajarkan kalau binatang itu dibunuh untuk dimakan atau untuk kegiatan ritual keagamaan, menurut mereka hal itu bukanlah suatu perbuatan yang salah. Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun yang merusak kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri. Ajaran Agama Buddha mengajarkan apa pun alasannya, perbuatan membunuh tetap merupakan kamma buruk, tetap salah..

Bagaimana bila kita membunuh nyamuk demam berdarah dan kuman misalnya? Ya, tetap salah!. Kalau sudah kasusnya begitu, yang kita gunakan adalah dua azas, yaitu:

Azas Kebenaran dan azas Manfaat. Azas kebenaran tetap dilanggar, tapi azas manfaat yang kita lakukan, walaupun tetap salah. Sebagai contoh; seorang anak akan kena penyakit cacingan, bagaimana tindakan orang tuanya? Apakah ia bersumpah pada Bodhisatta "semoga semua makhluk berbahagia" atau langsung memberi makan obat? Umumnya orang akan mengunakan azas manfaat dari pada anaknya meninggal.

Perbuatan demikian memang tetap salah, yah... itu resiko, karena kemelekatan kita sendiri. Kita menolong anak itu artinya sudah berbuat baik tapi discountnya lebih banyak karena sudah membunuh makhluk. Salah tetap salah tapi tidak ada pilihan lain, apa boleh buat. Solusinya, begitu kita membunuh cacing itu, cari makhluk yang mau mati, kita selamatkan, lakukan perbuatan baik lebih banyak lagi. Salah tetap salah, hukum kamma tetap jalan, karena waktu membunuh ada cetana/kehendak. Cetana ini yang dikatakan kamma.

AJARAN ILMIAH, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI TERTINGGI

Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.

Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling terkemuka pada abad ke-20: “Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai ajaran Buddha… Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran.”

Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan penghargaannya: “Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya… Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian.”

AGAMA BUDDHA ITU LOGIS

Bagi umat awam yang belum dapat merealisasikan ajaran sepenuhnya dengan kemampuannya sendiri, bagaimana pun sumber kepercayaan dan keyakinannya adalah dari Kitab suci. Apapun yang tertulis didalam Kitab Suci akan diyakininya dan diceritakannya dengan  sungguh-sungguh kepada orang lain. Sehebat-hebatnya mereka berbicara, itu semua toh tetap teori...

Bagaimana dengan ajaran Sang Buddha ? yah..sama saja ..., ajaran Sang Buddha bercerita tentang teori juga. Cuma teori ini membuat happy kalau dilihat/didengar maupun bila direnungkan, dan bila di praktikkan akan membawa kebahagiaan.

 Dhamma ini tidak akan hancur oleh waktu karena dengan ada dan tidak adanya Buddha, Dhamma itu tetap ada. Sang Buddha bukan menciptakan Dhamma. Sang Buddha cuma menemukan Dhamma. Dalam Kamma Niyama Sutta Sang Buddha bersabda : "Oh, para bhikkhu apakah ada Buddha atau tidak ada Buddha di dunia ini, Dhamma kebenaran tetap ada." Karena itu dikatakan Akaliko.

Dhamma itu logis, dalam artian bahwa Dhamma itu yang dibicarakan adalah  pengalaman seseorang yang bisa dialami oleh siapa saja. Tapi hati-hati dengan kata logis dengan yang dialami. Contohnya: kita bisa melihat orang kerasukan, orang bermain kuda lumping, kuda lumping makan beling, faktanya begitu ! , lalu bagaimana anda menerangkan hal itu secara logis? ...Tidak bisa diterangkan.

Namun semua itu akan menjadi logis, ketika kita telah merealisasikan ajaran Sang Buddha dengan mencapai Pandangan terang dan kemampuan-kemampuan batin lainnya (Abhinna).

Coba bayangkan kemampuan Buddha, tidak bisa kita bayangkan. Cerita tentang kehidupan yang lampau, sekarang bisa jadi begini memang secara logis sulit diterima kecuali kamma. Tetapi hal ini dapatlah dilihat dari fakta mengapa manusia berbeda keadaan fisiknya, ada yang cantik, jelek, tampan atau cacat maupun dari segi sosialnya, ada yang begitu kaya, miskin, pas-pasan dan sebagainya. Itu semua karena permainan kamma yang bekerja secara otomatis tanpa bisa diatur oleh siapa pun.

Bedanya keyakinan Buddhis dengan yang lain adalah kita berusaha untuk membuktikan, tapi yang jelas kamma, tumimbal lahir, teori alam semesta bisa kita buktikan kalau sudah punya abhinna. Tapi ada satu, hanya Samma Sambuddha yang tahu Samma Sambuddha yang lain.

Kekuatan batin bisa dicapai apabila kita melaksanakan meditasi. Sistem sudah dibuka, tetapi sebelum melaksanakan meditasi, perasaan malas sudah muncul terlebih dahulu. Kita sudah banyak tahu tentang teori, tapi kita malas. Jadi seharusnya teori -teori itu terima saja, lalu pelan-pelan kita praktikkan dan buktikan sendiri.

TIDAK ADA DOSA , PERINTAH DAN HUKUMAN

Agama Buddha tidak mengajarkan dan berbicara soal dosa , Perintah dan hukuman dari Tuhan yang membuat orang selalu dibayangi kengerian dan ketakutan sepanjang hidupnya, akan tetapi agama Buddha mengajarkan soal perbuatan bajik/tidak bajik , kamma baik atau kamma buruk. Buddha begitu penuh toleransi, bahwasanya Ia tidak mengerahkan kekuatan dan kekuasaan untuk memberikan perintah kepada para pengikut-Nya. Beliau hanya memberikan nasihat berikut alasannya- mengapa suatu perbuatan itu jika dilakukan akan membawa kebajikan / tidak bajik.

Ajaran Buddha adalah ajaran yang menggunakan nalar dan tidak menggunakan cara menakut-nakuti orang lain dengan ancaman hukuman api neraka abadi atau iming-iming imbalan kerajaan surga abadi supaya percaya dengan ajaranNya. Mau hidup di neraka atau di surga adalah hak sepenuhnya bagi seseorang untuk memilih pilihannya sendiri. Bahkan kehidupan di alam neraka atau di surga tidaklah kekal;  Buddha berkata bahwa semua perbuatan menjadi baik atau buruk disebabkan oleh ada atau tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan dan kesempatan sepanjang seseorang menyadari kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik.

Sang Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan, atau keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Bagi-Nya, agama bukanlah suatu tawar-menawar soal percaya atau tidak percaya, tapi lebih berarti suatu jalan hidup yang mulia untuk mencapai Pencerahan dan keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Buddha tidak menginginkan pengikut-Nya untuk percaya kepada-Nya secara membuta. Beliau menginginkan kita untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha disebut juga sebagai agama analisis. 

KEBEBASAN UNTUK MENYELIDIKI , BERPIKIR DAN BERTANYA

Dari sisi intelektual dan filsafat ajaran Buddha, tumbuhlah kebebasan berpikir dan bertanya, yang tidak ada bandingannya dengan agama atau filsafat besar dunia lainnya. Walaupun Buddha mendorong kita untuk mempertimbangkan ajaran-Nya, namun tidak ada kewajiban atau paksaan apa pun untuk percaya atau menerima ajaran Buddha. Buddha mengarahkan murid-murid-Nya agar biasa untuk memilih dan menyelidiki. Untuk langsung mempercayai apa saja, bukanlah jiwa dari agama Buddha.

Didalam Kalama Sutta Beliau berkata : "Janganlah percaya begitu saja pada, suatu tadisi, desas desus atau logika ataupun kesimpulan semata-mata, atau sesudah merenungkan dan cocok dengan beberapa teori, atau karena rasa hormat kepada seorang petapa. Akan tetapi Kalama, kalau setelah kalian selidiki sendiri, kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan, patut dicela, dikecam oleh orang-orang bijaksana; hal-hal tersebut, bila, dilakukan dan dikerjakan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka Kalama tentu saja kalian harus menolaknya.  

Tetapi bila kau ketahui bagi dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan, tidak tercela, dipuji oleh orang bijaksana; hal-hal ini bila dilakukan dan dikerjakan menimbulkan keuntungan dan kebahagiaan - maka, Kalama, setelah mengerjakan hal-hal ini, tinggallah di dalamnya."

MUKJIZAT TERBESAR

Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin menjadi orang yang bijaksana. 

EHIPASSIKO : DATANG DAN BUKTIKAN SENDIRI

Sang Buddha menasihatkan kepada kita untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta. Ajaran Buddha dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang untuk datang dan buktikan sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Agama Buddha adalah Ajaran yang membuka diri untuk ditelaah, diamati dan diselidiki. Tidak ada kewajiban atau paksaan apapun agar percaya atau menerima Ajaran Buddha. Buddha menunjukkan Jalan Keselamatan, selanjutnya terserah setiap insan untuk memutuskan mau mengikutinya atau tidak. Buddha mengibaratkan Ajarannya sebagai RAKIT.  

AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN

Tiada konflik antara ajaran Buddha dan ilmu pengetahuan. Keduanya memiliki tujuan senada, yaitu untuk menyingkapkan ‘kebenaran’ dan ‘fakta’. Banyak aspek dalam ajaran Buddha yang sebenarnya selaras dengan penemuan ilmiah modern. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Sang Buddha pernah berkata bahwa alam semesta ini tidak terbatas dan jumlah dunia ini tidak terhingga. Hanya setelah Galileo Galilei mulai mengamati planet dan bintang dengan teleskop, manusia memiliki pengetahuan yang lebih maju tentang astronomi. Manusia mulai memahami dan menerima bahwa bumi ini bukanlah pusat alam semesta. Bumi hanyalah sebuah planet kecil dalam tata surya dan jumlah tata surya di alam semesta tidaklah terhingga. Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, tanpa teleskop, Sang Buddha telah berkata demikian; hanya seorang yang ‘luar biasa’ lah yang mampu mengungkapkan kebenaran yang selama ini menjadi misteri besar alam semesta.

b. Sang Buddha juga mengatakan bahwa jumlah kehidupan dalam dunia ini dan dunia lainnya adalah tidak terbatas. Beliau menunjuk sebuah cawan berisi air dan mengatakan bahwa ada kehidupan di dalam cawan tersebut yang tak terbatas jumlahnya. Dewasa ini, para ilmuwan tidak bisa menyangkal kemungkinan adanya kehidupan di planet lain. Di bawah mikroskop, secawan air terbukti mengandung jutaan jasad renik. Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, tanpa mikroskop, Sang Buddha telah mampu mengungkapkan kebenaran semacam itu. Sungguh mengagumkan.

c. Salah satu prinsip ajaran Buddha menyatakan bahwa tiada sesuatu pun yang tidak berubah, segala sesuatu terus muncul dan lenyap. Hal ini sangat sesuai dengan teori atom Einstein E = mc2, membuktikan bahwa materi bisa diubah menjadi energi (lenyapnya zat) dan materi juga bisa terbentuk dari energi (munculnya zat).

d. Sang Buddha pernah berkata bahwa selama waktu Beliau menyelesaikan ceramah di bumi, ribuan tahun telah berlalu di dunia-dunia lainnya. Hal yang dianggap bagaikan dongeng ini tampaknya menjadi tidak asing lagi setelah Einstein mengemukakan Teori Relativitas.

Dalam sejarah peradaban, ilmu pengetahuan telah sering dianggap sebagai ancaman terhadap konsep keagamaan, sejak era Galileo, Bruno, Copernicus, dan Darwin. Akan tetapi, prinsip-prinsip dasar ajaran Buddha tidak bertentangan dengan penemuan ilmu pengetahuan. Sang Buddha telah mengutarakan hal yang senada dengan bahasa dan istilah yang berbeda.

Ungkapan penghargaan terhadap Sang Buddha dan ajaran-Nya juga telah diberikan oleh para filsuf, psikolog, dan pemikir di zaman modern ini, seperti Albert Einstein, H.G.Wells, Bertrand Russel, Aldous Huxley, C.G.Jung, Erich Fromm, dan lain-lain.

Dari sudut pandang ajaran Buddha, Kebenaran tidak memiliki batas-batas negara, bangsa, umat dan bahkan tidak memerlukan “merek” agama tertentu. Kebenaran bukanlah milik agama apa pun atau siapa pun. Ajaran Kebenaran yang dibabarkan oleh Sang Buddha bukanlah milik ekslusif diri-Nya atau umat-Nya. Sang Buddha semata-mata hanya telah menemukan dan melihat dengan jelas kebenaran tersebut. Seperti halnya Isaac Newton menemukan hukum gravitasi, dia bukanlah pemilik hukum tersebut.

Mengenai pentingnya keselarasan dan perpaduan antara agama dan ilmu pengetahuan, Albert Einstein mengatakan,” Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah pincang. Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta.” Ilmu pengetahuan bersama agama seperti Buddhisme bisa membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih tenteram dan membahagiakan untuk ditinggali. Penting untuk dicatat, bahwa kalau kita pelajari lebih lanjut, tampak bahwa ajaran Buddha sebenarnya telah melampaui keterbatasan ilmu pengetahuan.

 DEMI KEBAHAGIAAN SEMUA

Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan Dhamma: “Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar Welas Asih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya.”


Sumber bacaan :
-  Cuplikan dari berbagai sumber artikel Buddhism                       
 - Buddha Dhamma : Artikel Koleksi tulisan pribadi.
- Bagaimana Seorang Buddhis Berpola Pikir BuddhismeOleh: Cornelis Wowor, MA.