Sabtu, September 29, 2012

Kisah Apel Yang Terluka


Kisah Apel Yang Terluka
Oleh : Tanhadi


Alkisah, ada sebuah pohon apel tumbuh di samping rumah penduduk.
Suatu saat batang pohon apel itu patah karena diterjang angin ribut.
Si pemilik pohon apel kemudian memotongnya dengan rapi,
kemudian dibungkusnya batang yang luka itu dengan kain melingkar .

Hingga suatu saat ....di batang apel itu tumbuh tunas baru.

Bekas luka potongan itu memang masih ada,
tetapi tidak membuatnya mati, bahkan muncul tunas baru,
dan akhirnya ia pun menghasilkan buah yang berlimpah.


Renungan :
Dalam kehidupan ini, ada orang yang pernah mengalami luka batin dan penderitaan yang hebat, seakan-akan ada orang lain yang memotong kebahagiaan hidupnya. Pada saat itu ia mengalami kegelapan; hidupnya terasa sangat suram.

Namun... Seandainya ia mampu mengolah pengalaman pahit ini, dan menyadari bahwa apapun yang terjadi pasti ada sebabnya dan menyadari bahwa segala sesuatu yang terkondisi adalah tidak kekal adanya, Perlahan-lahan ...Ia pasti akan sembuh !, bahkan akan membuahkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri, seperti halnya pohon apel yang pernah patah dan menghasilkan buah yang berlimpah


Sumber inspirasi :
85 Mutiara Hidup - Yustinus Sumantri Hp, SJ 

-oOo-




Kamis, September 27, 2012

Rahasia Untuk Mengetahui Jenis Kelamin Anak yang Akan Lahir

-oOo-



Kebahagiaan Semu


KEBAHAGIAAN SEMU
Oleh: Upa. Amaro Tanhadi

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

“ Segala sesuatu yang terbentuk tidaklah kekal,
timbul dan tenggelam sifatnya ;
Setelah muncul akan hancur dan lenyap.
Terbebas darinya adalah kebahagiaan tertinggi. “
 (Mahāparinibbāna Sutta)

Sudah menjadi impian semua orang bahwasanya hidup ini dipenuhi dengan bunga-bunga kebahagiaan dan menjauhi sekecil apapun bentuk-bentuk penderitaan .

Sehingga tidak sedikit orang-orang berlomba untuk mengejar impian hidup bahagia dengan caranya masing-masing.

-  Ada yang bekerja keras-mati-matian untuk mengumpulkan harta materi, dimana pikirnya hal itu (harta) merupakan sarana utama untuk dapat memberikan kebahagiaan bagi dirinya dan keluarganya, semua yang diinginkan dan  disenangi bisa dibeli dengan uang.

-   Ada pula yang hidup dengan segala kekayaannya dengan menikmati hari-harinya dengan bersantai, melancong keluar negeri, makan enak dan berpesta-pora.

-    Namun ada pula yang hidup dengan segala kesederhanaannya sebagaimana apa adanya (jawa : Nrimo).

Benarkah demikian cara menyikapi hidup agar berbahagia? Benarkah ia mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya seperti yang diimpikan?

Hal tersebut samasekali tidak menjamin kita dapat hidup berbahagia, karena kebahagiaan itu sesungguhnya timbul dari sikap mental yang senantiasa bersyukur dengan apa yang telah dimiliki dan tahu batas untuk merasa cukup.

Masih sangat banyak orang yang hidup didunia ini belum mengetahui dan bahkan tidak menyadari akan adanya sifat-sifat dari kehidupan yang tidak dapat disangkal keberadaannya, dan bagi orang yang belum mengenal dan  memahami sifat-sifat kehidupan ini dapat dikatakan sesungguhnya ia terbelenggu oleh penderitaan, rasa ketidak puasan, mengeluh, merasa selalu kurang dsb.

Apakah sifat-sifat kehidupan itu ? mari kita simak bersama-sama dan kenalilah bahwa ;

1.    Semua yang bersyarat / terkondisi ,yaitu sesuatu yang terbentuk dari perpaduan unsur akan mengalami perubahan , olehkarenanya tidaklah kekal adanya. (Sabbe sankhara anicca)

Ini adalah salah satu Kebenaran yang sering diabaikan oleh kebanyakan orang, karena pada umumnya mereka tidak mengerti dan tidak menyadari akan hakikat perubahan ini, sehingga hal ini menimbulkan perasaan takut akan kehilangan atau takut akan berpisah dengan apa yang mereka cintai maupun terhadap segala sesuatu yang mereka sukai.  Akibatnya, jika apa yang dicintai dan disukai itu mengalami perubahan, misalnya orang yang dicintai itu meninggal dunia atau barang yang disukai itu mengalami kerusakan, maka saat itu juga muncul penderitaan, kesedihan, ratap tangis , penyesalan, kekecewaan dan lain-lain. Dan didalam benaknya akan diliputi oleh pertanyaan-pertanyaan : “ Mengapa ini harus terjadi?, Mengapa begitu cepat semua ini terjadi ?, Mengapa semua ini harus aku alami?”

Disinilah pentingnya kita senantiasa melatih diri untuk mengamati , merenungkan dan menerima kebenaran ini sebagaimana apa adanya, hal ini bukan berarti menjadikan kita sebagai orang yang pesimis, cuek terhadap segala sesuatu, tapi justru Kebenaran ini mengajarkan kita untuk melihat realitas yang sesungguhnya, karena memang demikianlah kebenaran ini pasti akan terjadi dalam hidup manusia. Dengan demikian ketika sewaktu-waktu kita berpisah atau ditinggalkan oleh orang yang paling kita cintai pun, kita tidak sampai larut dalam penderitaan/kesedihan yang berkepanjangan.


2.    Semua yang bersyarat / terkondisi -yang terbentuk dari perpaduan unsur dan mengalami perubahan adalah dukkha. (Sabbe sankhara dukkha)

Dukkha disini tidak hanya terbatas pada pengertian Penderitaan saja,  tetapi dukkha juga mencakup pengertian tidak memuaskan, sukar bertahan, keberadaan yang menekan, menghimpit.  

Kebenaran yang kedua ini adalah yang paling banyak disalahpahami oleh kebanyakan orang dan beranggapan bahwa agama Buddha/Sang Buddha semata-mata hanya mengajarkan bahwa hidup ini adalah penuh dengan penderitaan dan Sang Buddha tidak mengajarkan tentang adanya kebahagiaan di dunia ini dsb. Ini jelas adalah pandangan yang keliru terhadap Ajaran Sang Buddha, karena mereka pada umumnya hanya membaca atau mendengar sebait kalimat saja tanpa berusaha untuk menelusuri lebih dalam lagi apa makna yang telah diajarkan oleh Sang Buddha tentang penderitaan itu. Dan adalah tidak benar jika Sang Buddha tidak mengajarkan tentang kebahagiaan hidup didunia ini.

Sebenarnya mereka yang beranggapan keliru seperti itu tidak menyadari bahwa dirinya itu sesungguhnya sedang berada didalam lingkaran penderitaan itu sendiri, mereka beranggapan bahwa kehidupan ini adalah penuh dengan keindahan dan kebahagiaan.

Tapi mereka lupa bahwa setiap saat hidup dan kehidupannya sering dihinggapi oleh dukkha, yang muncul sebagai perasaan sedih, kecewa, rataptangis, kemarahan dan ketidak puasan terhadap sesuatu.

Manusia memang ingin selalu bahagia, bahagia muncul tidak harus dengan merubah derita, tetapi bahagia akan muncul tatkala seseorang bisa memahami akan derita. Dengan memahami akan kebenaran ini, derita yang kita alami akan semakin berkurang.


3.  Segala sesuatu yang bersyarat maupun yang tidak bersyarat adalah bukan diri (Sabbe dhammā anattā)

Mengapa dikatakan bukan diri ? Sebab keberadaannya berada diluar kekuasaan kita, ia tidak bisa kita atur,  dan ia tidak bisa menuruti kehendak kita. Bisakah kita dengan mengatakan kepada kulit kita : ‘wahai kulitku , janganlah kamu menjadi keriput’ ,apakah ia patuh serta menuruti apa yang kita inginkan ?  tentu saja tidak ! ia tetap saja menjadi keriput. ‘ wahai rambutku janganlah kamu menjadi putih- ia tetap saja tidak akan patuh dan menuruti kehendak kita , ia tetap saja menjadi putih.  

Dengan demikian , apakah sesuatu yang tidak bisa kita atur dan tidak bisa menuruti kehendak atau perintah kita itu dapat disebut sebagai diriku, aku atau milikku ?.

Bila diri ini adalah ‘Aku’ (Atta) dan dia adalah milikku, maka sudah semestinya ia dapat dikuasai dikendalikan dan dapat kita ubah sekehendak hati kita. Oleh karena itu sesungguhnya tidak ada sesuatu pun pada diri kita yang dapat disebut sebagai “Aku” , ‘diriku’ atau  ‘Milikku’.

Seseorang yang masih beranggapan bahwa diri sebagai aku, atau milikku, dan ketika apa yang disebut aku atau milikku itu mengalami perubahan maka yang timbul adalah ketidakpuasan, kekecewaan, kesedihan, menderita dan itulah dukkha.

Sebagai contoh: ketika ada keluarga kita sendiri yang meninggal dunia, kenapa kita sedih?, tetapi kalau ada tetangga kita yang meninggal dunia, kita tidak sedih. Ini disebabkan karena masih adanya kemelekatan terhadap keakuan bahwa itu adalah keluargaku dan yang itu bukan keluargaku . Kata ”ku” inilah yang menjadikan kita menderita.

Sang Buddha telah mengajarkan kepada kita bahwa yang terlihat sebagai diri ini (tubuh) hanyalah terdiri dari Lima kelompok unsur pembentuk kehidupan (pancakkhanda), dan mereka bukanlah ‘atta’ (Jiwa, Diri, Ego, Aku, Pribadi, Roh) karena mereka terikat oleh hukum-hukum perubahan /kefanaan, tidak memuaskan dan tiada inti diri.

Tidak ada suatu diri atau ego yang kekal yang merekat di dalam ataupun di luar segala fenomena fisik dan mental dari setiap eksistensi atau keberadaan; bahwa setiap eksistensi hanyalah merupakan perwujudan dari muncul dan lenyapnya fenomena-fenomena atau gejala-gejala fisik dan mental tanpa adanya diri atau atta yang lain yang terpisah di dalam ataupun di luar proses-proses itu sendiri.

Sifat Anatta tidak hanya berlaku untuk bentuk dan keadaan yang tercakup dalam Panca Khandha ( lima unsur penyusun ‘diri’ /kehidupan) melainkan merupakan sifat dari seluruh keadaan, bentuk atau jelmaan dari yang sangat halus sampai yang maha besar.

Tidak ada Atta atau diri yang kekal baik di dalam suatu individu ataupun dalam bentuk semesta yang lebih besar.  Yang ada hanyalah diri atau sifat yang sementara, yang senantiasa berubah dari saat ke saat.

Dalam Majjhima Nikaya, Sang Buddha menguraikan bahwa kepercayaan akan atta adalah gagasan yang hanya akan menimbulkan egoisme dan keangkuhan .

Dengan memahami Tiga Sifat Kehidupan tersebut sebagaimana adanya, maka sampailah kita pada suatu kesimpulan bahwa dengan melepas gagasan atau persepsi tentang keakuan, maka kita akan dapat terbebas dari kemelekatan, bebas dari derita, bebas dari kesedihan dan bebas dari ilusi kebahagiaan yang semu menuju kebahagiaan sejati.


Mettacittena,
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta


Referensi :
-         Majjhima Nikaya I : 228
-         Anattalakkhana Sutta -SN 22.59.
-         Khandha Samyutta, SN 104
-         Ceramah Bhikkhu Atthadhiro : Ketidaktahuan Penyebab Penderitaan


(26 September 2012)

-oOo-



Rabu, September 26, 2012

Uppala - Bikkhuni yang Mengandung


UPPALA- BHIKKHUNI YANG MENGANDUNG


Salah satu peristiwa yang terjadi di Savatthi adalah penahbisan seorang wanita bernama Uppala. Konsekuensi dari penabhisannya sangat terkenal, sehingga saya akan menceritakan hal ini kepada anda. Ia adalah wanita muda yang pada dasarnya sangat saleh, dan saat masih kecil ia bertanya kepada orang tuanya bagaimana bila ia menjadi seorang bhikkhuni pada umur tujuh belas tahun, dan mereka berkata: “Tidak, Kita berasal dari keluarga yang berkecukupan, kamu harus menikah dan mempunyai anak, dan seterusnya dan seterusnya.

Dan ia berkata “Saya tidak ingin melakukannya saya ingin menjadi bhikkhuni.”

Mereka menjadi berlaku sedikit keras kepadanya dan berkata : “Tidak, kamu harus menikah dan mempunyai anak,” dan seterusnya.

Maka ia berpikir, “Saya akan menikah dan kemudian saya akan bertanya kepada suami saya apakah saya dapat menjadi seorang bhikkhuni.”

Kemudian ia mematuhi orang tuanya dan menikah. Sekitar tiga bukan setelah menikah, suaminya yang sangat gembira dengan perkawinannya berkata kepadanya, “Mengapa kita tidak pergi ke festival , mereka mengadakan festival di Savatthi. Lalu mengapa kita tidak mengenakan pakaian yang bagus dan perhiasan saat menikmati festival ini?”

Dan ia berkata ‘Apa gunanya memakai pakaian pada tubuh yang penuh dengan...../ dan kemudian ia menyebutkan tiga puluh jenis ciri-ciri dari tubuh yang tidak menyenangkan. Dan lelaki muda yang malan tersebut merasa hancur, anda tahu, - semua ini mengenai lemak, air ludah, darah, nanah, dan segala jenis yang menjijikkan- dan akhirnya lelaki muda yang malang tersebut berkata, “Yah, jika kau merasa demikian terhadap tubuhmu, kau sebaiknya menjadi seorang bhikkhuni!”

“Ah, itu dia” katanya. “Apakah kami mengizinkan saya?”

“Ya, jika kamu merasa ......

“Ya, saya merasa demikian, Itu benar-benar apa yang saya rasakan mengenai tubuh saya. Saya benar-benar ingin menjadi seorang bhikkhuni”

“Yah, jika kau memang merasa seperti itu, saya akan membawamu kepada Sang Buddha dan meminta-Nya untuk menabhiskanmu menjadi seorang bhikkhuni.”

Ia sangat berterima kasih kepada suaminya. Suaminya lalu membawa Uppala ke Jetavana dan membuat permintaan kepada Sang Buddha dan Sangha, dan berkata “Maukah anda menabhiskan wanita ini menjadi seorang bhikkhuni?” Saya dapat menyediakan jubah dan mangkuk....” dan seterusnya.

Kemudian Sang Buddha berkata “Ya, biarlah ia ditahbiskan”.

Akhirnya ia ditahbiskan, tetapi ia ditempatkan dalam biara di bawah pimpinan Devadatta. Devadatta sudah menjadi bhikkhu selama bertahun-tahun – ia termasuk bhikkhu senior. Ia adalah sepupu Sang Buddha dan ia sangat iri hati. Ia selalu lekas tersinggung dan menjadi yogi yang sangat berkuasa dan mempunyai kekuatan batin yang hebat sekali, tetapi tidak mempunyai hati yang bersih. Tidak juga mempunyai perasaan. Beberapa waktu setelah wanita ini, Uppala, ditahbiskan dan diterima ke dalam biara tempat yang menjadi kekuasaan Devadatta, ia terlihat sedang mengandung. Beberapa bhikkhuni berkata “Bagaimana ini, kamu tampaknya sedang mengandung? Apakah kamu melanggar kesucian?”

Lalu katanya, “Tidak, saya tidak melanggarnya.”

“Yah, engkau tampak sedang mengandung.”

“Saya tidak pernah melanggar peraturan apapun”

Lalu terjadi kebuntuan. Dan waktu terlalu dan ia dapat dipastikan mengandung. Lalu mereka membawanya kepada Devadatta dan berkata “Apa yang harus kami perbuat, wanita ini mengandung.” Lalu Devadatta berkata lebih kurang sebagai berikut, “Lemparkan ia keluar. Ia harus diusir. Ia pasti melanggar peraturan.”

Dan Uppala berkata: “Tolong saudaraku, saya tidak melanggar peraturan apa pun. Jika Devadatta mengusirku keluar, maka berakhirlah sudah dikehidupan sebagai bhikkhuni. Bawalah saya kepada Sang Buddha – Sang Buddhalah yang telah mengizinkan saya untuk ditabhiskan.

Lalu mereka membawanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha berpikir: “Ini adalah situasi yang sulit. Devadatta telah mengusirnya keluar dan saya tidak ingin terlihat mengampuni orang yang telah melanggar peraturan, tetapi wanita ini berkata ia tidak melanggar peraturan apapun.” Lalu katanya, “Saya tahu, orang yang dapat memutuskan persoalan ini adalah Visakha.”

Lalu Beliau memanggil Visakha datang kepadaNya dan menjelaskan kepada Visakha. “Ini adalah seorang wanita yang sudah menikah, ia sudah menikah sebelum datang untuk menjadi bhikkhuni. Selidiki sudah berapa lama ia mengandung, dari sana dapat diketahui apakah ia melanggar peraturan atau ia sudah mengandung pada saat ditabhiskan sebab ini adalah masalah yang sulit.

Saat itu Visakha telah memiliki enam belas anak dan seratus cucu, sehingga ia sangat berpengalaman melihat kehamilan. Dikatakan dalam sutta bahwa mereka melakukan ini didepan pengadilan, seluruh anggota sangha dan sejumlah besar siswa. Visakha menguji wanita itu dibelakang layar. Yang menarik adalah mereka mengukur daerah perut sama seperti yang dilakukan oleh ahli ginekologi pada masa sekarang ini.

Lalu Visakha memperkirakan bahwa wanita tersebut sudah mengandung sebelum ia ditabhiskan. Lalu ia datang dari balik layar dan berkata kepada Sang Buddha. “Saya perkirakan bahwa wanita ini sudah mengandung sebelum ia ditabhiskan. Ia sudah lama mengandung jadi tidak mungkin melanggar peraturan.”

Kemudian Sang Buddha berkata, “Benar, ia suci. Ia dapat tinggal di biara dan tidak ada pelanggaran atas kesuciannya.”

Lalu ia tinggal di biara dan mempunyai anak. Saat bayinya berumur beberapa bulan dan ia sedang mengasuhnya, suatu sore anak tersebut menangis dan seorang pangeran lewat di biara tersebut dan mendengar tangisan bayi tersebut dan berpikir: “Yah, pasti sangat menyusahkan bagi bhikkhuni-bhikkhuni tersebut, mempunyai bayi yang menangis ditengah-tengah mereka. Dan pasti sangat sulit bagi seorang bhikkhuni untuk membesarkan seorang bayi”. Lalu ia berpikir “Mungkin sebaiknya saya mengadopsinya dan bhikkhuni tersebut tidak akan lagi khawatir akan masa depan anak tersebut.”

Maka pangeran mengirim pesan yang mengatakan bahwa ia berkeinginan untuk mengadopsi anak tersebut. Uppala menyetujui bayi tersebut dibawa kerumah pangeran dan diadopsi oleh pangeran dan ratu,dan istri pangeran itu membesarkannya. Anak itu kemudian dikenal sebagai pangeran Kassapa. Kemudian pada saat berumur tujuh tahun, ia ingin menjadi seorang Bhikkhu. Lalu ia ditahbiskan pada saat berumur tujuh tahun dan dikenal sebagai pangeran Kassapa, bahkan setelah ditahbiskan, untuk membedakannya dari Kassapa yang lain. Ia sebenarnya lahir di Jetavana dan menjadi seorang arahat pada usia yang sangat muda.


[Dikutip dari: Mutiara Dharma atas izin dari Ir. Lindawati. Sumber: Buddhist Digest 34, p 53-56, alih bahasa Rianto]




Bhikkhu Tidak Boleh Memasak Untuk Dirinya Sendiri


BHIKKHU TIDAK BOLEH MEMASAK UNTUK DIRINYA SENDIRI

Sekali waktu, ketika Sang Buddha sedang menderita masuk angin di perut, Ananda memasak bubur beras untuk Beliau, dan Sang Buddha menegur Ananda demikian :  

"Itu bukanlah cara yang pantas bagi para petapa,
itu bukanlah cara yang pantas bagi seorang bhikkhu
untuk mempersiapkan makanan dalam rumah."

Setelah peristiwa ini lalu diputuskan sebagai suatu pelanggaran bagi seorang bhikkhu yang memasak untuk dirinya sendiri .

(Maha Vagga, VI. 17).


Orang yang Pantas Kita Hormati


ORANG YANG PANTAS KITA HORMATI


1. SANG BUDDHA

Kita perlu menghormati Sang Buddha karena Beliau adalah orang yang telah mewariskan Dhamma kepada kita semua sehingga sampai hari ini kita masih bisa belajar dan mempraktikkan ajaran Sang Buddha. Di samping itu, Beliau juga seorang guru spiritual yang mampu membimbing siswa-siswanya mencapai apa yang Beliau capai, Beliau ibarat seorang dokter yang mampu mengobati pasien sampai sembuh.

2. ORANG TUA

Karena orangtua merupakan guru awal sebelum kita mengenal guru di sekolah, ia yang menuntun kita supaya mengenal dunia, mengajarkan tentang sopan santun dan etika moral. Orangtua diibaratkan seperti brahma, dewa-dewa kuno yang patut kita hormati. (Anguttara Nikaya).

3. ORANG BIJAKSANA

Orang bijaksana adalah orang yang pantas kita hormati, karena mereka merupakan kawan-kawan sejati yang siap membantu kita apabila kita menghadapi masalah dalam kehidupan kita. Saling menghormati adalah sikap yang menunjukkan kerendahan hati yang akan mengkondisikan keharmonisan dimanapun kita berada. Ada beberapa sikap penghormatan yang hendaknya dikembangkan di dalam diri kita antara lain:

a. Namakara, artinya bersujud dengan lima titik yaitu lutut, jari kaki, siku, telapak tangan, dan dahi menyentuh lantai. Bentuk penghormatan ini masih sering dilakukan oleh para bhikkhu apabila bertemu dengan upajjhaya (guru penahbis), achariya (guru pembimbing). Hal ini juga dapat dipraktikkan dalam rumah tangga, misalnya; ketika anak akan berangkat sekolah, terlebih dahulu diajak untuk ber-namaskara lebih dulu kepada orangtua. Perilaku semacam ini akan menjadi kebiasaan yang baik, sehingga anak dapat menghormati orangtuanya.

b. Anjali (merangkapkan kedua tangan di depan dada). Sikap ini sering dilakukan oleh bhikkhu apabila bertemu dengan bhikkhu lain, dan dilakukan umat apabila bertemu dengan bhikkhu. Akan lebih indah apabila hal ini juga dipraktikkan umat ketika bertemu umat.

Laku hormat adalah bentuk perbuatan yang sangat mulia, oleh karena itu hendaknya kita mampu mengembangkannya dalam diri kita masing-masing. Laku hormat bisa kita lakukan dengan cara Amisa puja dan Patipatti puja.

1. Amisa puja, melakukan penghormatan dengan cara mempersembahkan materi, misalnya berupa lilin, dupa, bunga, dan lain-lain. Hal ini bisa kita persembahkan kepada orang yang kita hormati, misalnya sa?gha, bhikkhu, orang bijaksana, orangtua, dan lain-lain. Seperti cerita Sumana penjual bunga yang mempersembahkan bunga kepada Sang Buddha dan akhirnya ia mendapatkan berbagai macam hadiah dari raja.

2. Patipatti puja, melakukan penghormatan dengan cara mempraktikkan Dhamma. Patipatti puja merupakan bentuk penghormatan yang dipuji oleh Sang Buddha. Mengapa? Karena dengan mempraktikkan Dhamma, kita bisa hidup bahagia, baik dalam kehidupan ini maupun yang akan datang. Ajaran Sang Buddha yang perlu kita praktikkan, antara lain Dana, Sila, dan Samadhi.

a. Dana: memberi. Memberi merupakan ajaran awal sebelum kita mempraktikkan yang lainnya seperti sila dan samadhi. Berdana adalah seperti orang yang menabung, semakin banyak melakukan kebajikan, maka simpanan harta sejati kita akan semakin bertambah seperti sabda Sang Buddha dalam Nidhikanda Sutta.

b. Sila: kemoralan. Ada dua macam sila, yaitu sila yang pelaksanaannya dengan cara menghindari dan dengan cara mempraktikkan. Dengan cara menghindari adalah Pañcasila Buddhis yang terdiri dari lima sila, yaitu; menghindari membunuh, mencuri, berzina, berbohong, dan mengkonsumsi zat-zat yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran, sedangkan sila yang seharusnya dipraktikkan adalah berupa kewajiban-kewajiban seperti kewajiban orangtua kepada anak atau sebaliknya, kewajiban suami kepada istri atau sebaliknya, kewajiban guru kepada murid atau sebaliknya, kewajiban petapa kepada umat atau sebaliknya.

c. Samadhi (meditasi) adalah ajaran yang seharusnya dipraktikkan secara bertahap dan berkesinambungan. Kalau kita tekun melaksanakan meditasi, kita akan memperoleh manfaat yang sangat besar bagi kehidupan kita, karena dengan melaksanakan meditasi, batin kita akan memiliki ketenangan, dengan batin yang tenang maka kita akan siap menghadapi masalah-masalah kehidupan yang sering kita alami baik masalah pribadi, keluarga, pekerjaan, dan lingkungan.

Kalau kita mampu mengembangkan laku hormat kepada Tiratana (Buddha, Dhamma, dan Sangha) dan kepada orang yang pantas kita hormati, maka kita akan mendapat manfaat. Apa manfaat yang kita peroleh?

Dalam Dhammapada 109, Sang Buddha menjelaskan;

Ia yang selalu menghormati dan menghargai orang yang lebih tua,
kelak akan memperoleh empat hal, yaitu :
umur panjang, kecantikan/ketampanan,
kebahagiaan, dan kekuatan.
  
-oOo-





Ketika Sang Buddha 'Bersin'


KETIKA SANG BUDDHA ‘BERSIN’


Pada suatu hari, ketika Sang bhagava sedang membabarkan Dhamma dengan dikelilingi banyak Bhikkhu, beliau Bersin..

Para Bhikkhu serempak berseru : “ Semoga panjang umurmu, Guru !”

Kegaduhan itu sesaat memotong wejangan Dhamma. Kemudian Sang Bhagava berpesan kepada para Bhikkhu itu demikian : “ Para Bhikkhu, bila ‘ Semoga panjang umur’ ditujukan kepada seseorang yang bersin,  dapatkah ia akan hidup atau mati karenanya ?”

“ Tidak, Guru !” jawab mereka.

“ Para Bhikkhu,’ Semoga panjang umur’ jangan diucapkan kepada orang yang bersin; siapapun yang mengucapkannya berarti melakukan pelanggaran.”

Suatu saat ketika seorang Bhikkhu bersin dan orang-orang perumah-tangga mengucapkan “ Semoga panjang umurmu, Guru “...mereka menjadi bingung dan tidak menjawab.

Orang-orang menjadi tidak senang, bersungut-sungut dan protes :” Bagaimana Bhikkhu-Bhikkhu ini, putra-putra Sakya, tidak dapat menjawab ketika orang mengucapkan ‘ Semoga panjang umurmu, Guru’ “

Para Bhikkhu menyampaikan hal ini kepada Sang Bhagava. Beliau berkata : “ Para Bhikkhu, orang-orang perumah-tangga itu sudah terbiasa dengan hal-hal takhayul. Untuk selanjutnya Aku mengijinkan kepadamu untuk menjawab ‘ Semoga engkau juga panjang umur’ bila orang mengucapkan ‘ Semoga panjang umurmu, Guru.’” ( Vin. Cv. Kh.5 )


* Disini dapat kita lihat bahwa Sang Buddha cukup luwes dalam menentukan suatu peraturan ( Vinaya ) bagi para Bhikkhu dan mempunyai rasa toleransi yang sangat tinggi terhadap kepercayaan-kepercayaan dari Tradisi masyarakat setempat.


Sumber :
Kehidupan Sang Buddha jilid I
Editor by :- Phra Chaluai Sujivo Thera 





Senin, September 24, 2012

Tidak Jauh Dari Buddha


TIDAK JAUH DARI BUDDHA

(Kisah Inspiratif)

by: NN

 

 

Dua orang bersaudara memilih hidup sebagai seorang samana (petapa). Mulailah mereka mengembara dan menghidupi diri dengan meminta-minta. Suatu hari mereka tiba pada sebuah keluarga yang memiliki sembilan anak. Ibu keluarga tampak begitu sedih dan meminta betas kasih. Suaminya baru saja meninggal.

Melihat situasi demikian, samana bungsu berkata kepada kakaknya, “Silahkan meneruskan peziarahan, Sementara saya memutuskan untuk tinggal di sini.”

Keputusan ini mengejutkan si sulung. Sambil menggerutu dia meninggalkan adiknya sendirian di rumah janda itu.

Tidak mudah bagi janda itu menghidupi sembilan anak. Maka, keputusan samana bungsu sangatlah bijaksana. Setelah sedikit kenal dengan tamu ini, janda itu meminta supaya dia menikahinya. Namun, samana itu berkata, “Bukankah suami ibu baru saja meninggal dunia? Tidak baik bagi kita untuk menikah begitu cepat. Anda harus berkabung tiga tahun dulu, baru kita bahas perkawinan.”

Tiga tahun telah lewat, janda itu kembali menanyainya, Namun jawabnya, “Jika saya menikahi Anda sekarang, saya kurang menghormati suami Anda. Biarlah saya berkabung untuknya selama tiga tahun, sebelum kita menikah.”

Setelah tiga tahun, janda itu menanyakan kesanggupannya lagi. Namun katanya lagi, “Demi kebahagiaan kita di masa mendatang, marilah kita bersama-sama berkabung untuk suami Anda selama tiga tahun lagi sebelum menikah,”

Setelah sembilan tahun tinggal bersama keluarga janda itu, sekarang anak-anak janda telah tumbuh besar. Katanya, “Tugas saya telah selesai, perkenankan saya meninggalkan Anda untuk melanjutkan perjalanan.”

Sementara itu si samana sulung tidak puas dengan komentar seorang guru, yang setelah diceritakan mengenal sikap adiknya, hanya berkata, “Dia tidak jauh dari Buddha.

-oOo-




Sabtu, September 22, 2012

Bangga Sebagai Umat Buddha


BANGGA SEBAGAI UMAT BUDDHA
Ceramah Bhikkhu Uttamo

Keyakinan pada Ajaran Sang Buddha akan memberikan kebahagiaan di dalam kehidupan ini maupun kehidupan yang akan datang.   

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang seorang umat Buddha berada sendirian di masyarakat. Kesendirian ini dapat terjadi karena jumlah umat Buddha memang tidak terlalu banyak di Indonesia. Namun, jumlah sedikit atau bahkan satu-satunya umat Buddha dalam suatu lingkungan hendaknya tidak membuat seorang umat Buddha kecil hati atau malah rendah diri. Ia hendaknya justru tetap berusaha mempertahankan keyakinannya pada Ajaran Sang Buddha.

Upaya mempertahankan keyakinan walaupun sendirian atau satu-satunya umat Buddha dalam suatu lingkungan ini hendaknya bisa meniru atau meneladani kehidupan Sang Guru Agung, Sang Buddha Gotama. Ketika Beliau masih kecil, sekitar umur tujuh tahun, Beliau sudah mampu bermeditasi sehingga mencapai tingkat konsentrasi yang tinggi. Jelas kemampuan ini adalah kemampuan langka untuk anak seusia Beliau. Kiranya Beliau adalah satu-satunya anak yang mampu mencapai tingkat meditasi seperti itu. Bahkan mungkin sampai saat ini sekalipun. Luar biasa !  

Selanjutnya, pada usia 29 tahun Beliau rela meninggalkan istana yang mewah dan keluarga bahagiaNya untuk bermeditasi di hutan belantara yang berbahaya. Tujuan kerelaan Beliau ini adalah untuk berjuang mencari jalan keluar agar umat manusia tidak lagi menderita ketika mereka harus mengalami usia tua, sakit dan mati. Beliau menginginkan semua umat manusia berbahagia, terbebas dari semua penderitaan. Sungguh mulia niat Beliau. Beliau menjadi satu-satunya orang yang berpikir demikian. Luar biasa !  

Selama bertahun-tahun tinggal di tengah hutan belantara, Beliau bermeditasi dan berpuasa dengan sangat disiplin. Akibatnya, badan Beliau menjadi sangat kurus hingga seperti tulang berbalut kulit saja. Latihan meditasi yang sedemikian hebat tidak pernah dilakukan oleh pertapa lain sebelumnya. Hanya Beliau satu-satunya pertapa yang mampu melakukannya. Luar biasa !  

Namun, karena puasa yang berlebihan ternyata tidak membawa hasil seperti yang diharapkan, maka Beliau mengubah cara puasaNya dengan menerima dana makan agar Beliau tetap mampu menjaga kesehatan untuk meningkatkan kesadaranNya kembali. Sikap menerima dana makan ini dianggap sebagai kelemahan dan kemunduran latihan puasaNya sehingga Beliau ditinggal oleh lima teman pertapaNya. Padahal kelima teman itu telah bertahun-tahun setia menemani Beliau. Tentu saja, setelah itu, Beliau menjadi satu-satunya orang yang berlatih meditasi tanpa teman yang membantunya. Luar biasa !

Selama sendirian bermeditasi, Beliau akhirnya menemukan cara untuk mengembangkan kesadaran pada segala gerak gerik pikiran, ucapan dan perbuatan. Beliau menemukan cara meditasi yang disebut dengan Vipassana Bhavana atau meditasi pandangan terang. Dengan cara meditasi seperti ini, Beliau akhirnya mencapai Nibbana atau kesucian sehingga Beliau tidak terlahirkan kembali. Apabila seseorang sudah tidak terlahirkan kembali, maka ia pasti tidak akan mengalami usia tua, sakit dan mati. Akhirnya, tujuan luhur inipun tercapai. Beliau telah menemukan dan mengajarkan satu-satunya cara bermeditasi yang dapat mengkondisikan seseorang terbebas dari ketamakan, kebencian serta kegelapan batin. Inilah sistem meditasi yang khas ditemukan oleh Sang Buddha. Sistem meditasi yang mampu membebaskan seseorang dari lingkaran kelahiran kembali, sakit, tua dan mati. Luar biasa !  

Menyimak berbagai kelebihan Sang Guru yang luar biasa tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa seseorang yang ingin mencapai suatu keberhasilan, ia hendaknya mampu mempertahankan berbagai nilai tertentu. Memang, sebagai akibat keteguhannya dalam mempertahankan nilai tersebut, seseorang mungkin akan dijauhi oleh lingkungannya. Ini adalah hal biasa dan jangan terlalu dipikirkan. Ia harus yakin akan kebenaran serta kebaikan nilai yang ia pertahankan selama ini.  

Dalam pengertian Dhamma, nilai hidup yang perlu dipertahankan walau mungkin beresiko ditinggalkan oleh siapapun juga yang berada di sekitarnya adalah niat untuk melaksanakan hidup sesuai dengan Dhamma atau Ajaran Sang Buddha. Pelaksanaan Ajaran Sang Buddha ini diwujudkan dengan mengembangkan lima latihan kemoralan atau Pancasila Buddhis. Kelima latihan kemoralan itu adalah latihan untuk tidak membunuh, tidak mencuri, tidak melanggar kesusilaan, tidak berbohong dan tidak mabuk-mabukan. Selain melaksanakan lima latihan kemoralan, ia hendaknya juga mengembangkan latihan konsentrasi dalam bermeditasi. Latihan kemoralan serta meditasi inilah yang perlu dipertahankan sampai kapanpun juga dengan segala resiko yang harus dihadapi.  

Bertahan untuk selalu melaksanakan Pancasila Buddhis tentunya lebih mudah daripada berusaha keras selalu melaksanakan latihan konsentrasi atau bermeditasi. Pelaksanaan Pancasila Buddhis biasanya masih didukung oleh masyarakat tempat seseorang bertinggal. Pada umumnya, masyarakat juga tidak mudah menerima orang yang gemar melakukan pembunuhan, pencurian, perjinahan, bohong maupun mabuk-mabukan. Bahkan, kadang undang-undang suatu negara pun melarang warganegaranya melakukan lima tindakan buruk ini.  

Namun, tetap giat berusaha berlatih meditasi itulah yang agak sulit dilakukan. Apalagi jika ia tinggal dalam lingkungan yang jarang bermeditasi atau malah anti meditasi. Buktinya, meskipun umat Buddha telah mengetahui bahwa Pangeran Siddhattha atau Calon Sang Buddha telah bermeditasi sejak usia tujuh tahun, namun masih sangat banyak umat Buddha yang tidak berusaha menirunya bahkan mereka yang sudah berusia tujuh puluh tahun sekalipun. Padahal, Dhamma lebih mementingkan perubahan perilaku, ucapan maupun pikiran daripada sekedar rajin mengikuti upacara ritual kebaktian. Adapun perubahan perilaku, khususnya cara berpikir hanya bisa dicapai dengan melatih meditasi.


Melaksanakan kemoralan memang bagus namun masih belum lengkap. Kemoralan, walaupun tidak diajarkan Sang Buddha, seseorang masih bisa mendapatkannya dari tata tertib yang berlaku dalam masyarakat, maupun adat setempat. Dasar pelaksanaan kemoralan adalah upaya menjaga kedamaian dan ketenangan dalam hidup bermasyarakat. Namun, melatih meditasi dengan cara seperti yang telah diajarkan oleh Sang Buddha yaitu Vipassana Bhavana kiranya sangat perlu untuk dipelajari dan dilaksanakan secara rutin. Dengan melaksanakan latihan meditasi ini seseorang akan dapat mencapai kebebasan dari kelahiran kembali. Pelaksanaan yang paling sederhana dari latihan meditasi ini adalah dengan selalu bertanya dalam batin, ‘Saat ini saya sedang apa?' Kemampuan seseorang untuk selalu menjawab dengan tepat pertanyaan ini menunjukkan bahwa ia telah mampu mengembangkan kesadaran pada setiap saat kehidupannya. Inilah tujuan latihan Vipassana Bhavana.  

Apabila seseorang telah mampu berlatih meditasi Buddhis yang disebut dengan Vipassana Bhavana ini maka sesungguhnya ia baru layak merasa bangga sebagai seorang umat Buddha. Kebanggaan sebagai umat Buddha bukan timbul karena ia telah lama mengenal Dhamma ataupun rajin melaksanakan upacara ritual. Bukan itu. Kebanggaan sebagai umat Buddha baru layak dimiliki apabila ia telah mampu melaksanakan Ajaran Sang Buddha dan mampu mengubah perilakunya menjadi lebih baik. Ia yang semula penuh ketamakan, kebencian serta kegelapan batin, apabila setelah mengenal dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha menjadi terbebas dari ketiga akan perbuatan itu maka pada tingkat seperti inilah ia layak berbangga.  

Sebagai dasar agar seseorang mampu selalu bertanya, ‘Saat ini saya sedang apa?' ia hendaknya mulai berlatih meditasi konsentrasi secara rutin. Lakukan meditasi konsentrasi setiap pagi bangun tidur dan malam menjelang tidur sekitar 15 sampai 30 menit setiap kali duduk. Carilah posisi duduk di lantai dengan bersila yang enak, tegak namun tetap santai. Letakkan kedua tangan di pangkuan. Telapak tangan kanan diletakkan di atas telapak tangan kiri dengan kedua ujung ibu jari dipertemukan. Pejamkan kedua mata dan pusatkan seluruh perhatian pada pengamatan saat nafas masuk dan keluar yang mengalir secara alamiah. Tanpa diatur maupun ditahan. Apabila pikiran memikirkan hal lain, maka segera pusatkan kembali pikiran pada obyek meditasi tersebut. Demikian seterusnya sampai waktu meditasi yang telah ditentukan selesai.

Dengan rutin melatih meditasi konsentrasi seperti ini, maka pelaku meditasi akan mendapatkan banyak manfaat. Adapun sebagian manfaat yang dapat disebutkan di sini adalah:  

Bila ia seorang pedagang yang selalu sibuk, meditasi menolong membebaskan dirinya dari ketegangan sehingga ia menjadi relaks kembali.  

Kalau ia sering berada dalam kebingungan, meditasi akan menolong menenangkan diri dari kebingungan dan meditasi membantu mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun permanen.

Bila ia mempunyai banyak persoalan yang seolah-olah tidak putus-putusnya, meditasi dapat menolong menimbulkan ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan untuk mengatasi persoalan tersebut.  

Bila ia tergolong orang yang kurang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, meditasi dapat menolong mendapatkan kepercayaan terhadap diri sendiri yang sangat dibutuhkan. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri adalah kunci rahasia kesuksesan.  

Kalau ia mempunyai rasa ketakutan dan keraguan, meditasi dapat menolong mendapatkan pengertian yang benar terhadap keadaan yang menyebabkan ketakutan itu, dengan demikian, ia dapat mengatasi rasa takut tersebut.  

Jika ia selalu merasa tidak puas terhadap segala sesuatu dalam kehidupan ini atau yang berada dalam lingkungannya, meditasi akan memberi perubahan dan perkembangan pola pikir sehingga menumbuhkan rasa puas dalam batin.  

Jika ia ragu-ragu dan tidak tertarik terhadap agama, meditasi akan dapat menolong mengatasi keragu-raguan itu sehingga ia dapat melihat nilai-nilai praktis dalam bimbingan agama.  

Jika pikiran kacau dan putus asa karena kurang mengerti sifat kehidupan dan keadaan dunia ini, maka meditasi akan dapat membimbing dan menambah pengertian bahwa pikiran kacau itu sebenarnya tidak ada gunanya.  

Kalau ia seorang pelajar, meditasi dapat menolong menimbulkan dan menguatkan daya ingat sehingga apabila ia belajar akan lebih seksama dan berguna.  

Kalau ia seorang kaya, meditasi dapat menolong untuk melihat sifat kekayaan dan mampu menggunakannya dengan sewajarnya, untuk kebahagiaan sendiri maupun kebahagiaan orang lain.  

Jika ia seorang miskin, meditasi dapat menolong agar ia memiliki kepuasan dan ketenangan batin. Dengan demikian, ia akan terhindar dari keinginan untuk melampiaskan rasa iri hatinya kepada orang lain yang lebih mampu atau yang lebih berada daripadanya.

Kalau ia seorang pemuda yang kebingungan sehingga tidak mampu menentukan jalan hidup ini, meditasi dapat menolong untuk mendapatkan pengertian tentang kehidupan sehingga ia dapat menempuh salah satu jalan yang benar untuk mencapai tujuan hidupnya.  

Kalau ia seorang yang telah lanjut usia dan merasa bosan terhadap kehidupan ini, meditasi akan menolong untuk mengerti secara mendalam mengenai hakekat kehidupan ini sehingga timbullah semangat hidup.

Kalau ia seorang pemarah, dengan bermeditasi ia dapat mengembang kan kekuatan kemauan untuk mengendalikan kemarahan, kebencian, rasa dendam dsb.  

Kalau ia seorang yang bersifat iri hati, dengan meditasi ia akan menyadari bahaya yang timbul dari sifat iri hati itu.  

Jika ia seorang yang selalu diperbudak oleh kemelekatan panca indria, meditasi dapat menolong mengatasi nafsu dan keinginan tersebut.

Kalau ia seorang yang selalu ketagihan minuman keras / sesuatu yang memabukkan, dengan bermeditasi ia dapat menyadari dan melihat cara mengatasi kebiasaan yang berbahaya itu. Kebiasaan yang memperbudak dan mengikatnya.  

Kalau ia seorang yang pintar ataupun tidak, meditasi memberi kesempatan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan pengetahuan yang sangat berguna bagi kesejahteraan sendiri, keluarga serta handai taulan.

Kalau ia dengan sungguh-sungguh melaksanakan latihan meditasi ini, maka semua nafsu emosi tidak mempunyai kesempatan untuk berkembang.  

Kalau ia seorang yang bijaksana, meditasi akan membawanya menuju ke kesadaran yang lebih tinggi dan mencapai "Penerangan Sempurna", ia akan melihat segala sesuatu menurut apa adanya (sewajarnya).  

Sedemikian banyak manfaat berlatih meditasi secara rutin yang bisa disebutkan dalam kesempatan ini. Tentu saja masih jauh lebih banyak manfaat lain yang tidak dapat disebutkan di sini. Namun, dengan mengerti sedemikian banyak manfaat meditasi yang mungkin bisa diperolehnya, seseorang hendaknya makin bersemangat untuk selalu berlatih meditasi secara rutin walaupun mungkin lingkungan tidak mendukung. Manfaat meditasi yang layak dijadikan kebanggaan ini tidak dapat dijumpai atau ditemukan dalam buku, apalagi dapat dibeli di warung. Uang tidak dapat dipakai untuk memperoleh- nya. Seseorang hanya akan mendapatkan semua manfaat tersebut apabila ia mau melaksanakan latihan meditasi secara rutin. Ia akan menemukan semua manfaat meditasi dalam pikirannya sendiri.  

Menyadari sedemikian besar manfaat meditasi yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, para umat hendaknya berbangga dengan ‘kehebatan' Sang Guru Agung. Beliaulah satu-satunya guru yang pada usia 7 tahun telah mencapai tingkat tinggi dalam meditasi. Beliau pula yang dalam usia 29 tahun rela meninggalkan keduniawian, istana dan keluarga, untuk berusaha menolong penderitaan semua mahluk. Beliau juga yang pada usia 35 tahun mencapai kesucian karena usahanya sendiri. Beliau pula yang menjadi guru terlama karena mengajar Dhamma selama 45 tahun tanpa memancing timbulnya permusuhan dari fihak manapun juga. Inilah berbagai faktor yang ada dalam diri Sang Guru yang layak menjadi kebanggaan setiap umat Buddha. Namun, umat Buddha hendaknya jangan hanya merasa puas dan berbangga atas sedemikian banyak kelebihan yang dimiliki oleh Sang Buddha. Umat Buddha hendaknya berusaha meniru dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, umat Buddha akan memperoleh manfaat dan kebahagiaan dalam Buddha Dhamma. Umat Buddha yang mampu mengubah perilakunya menjadi lebih baik bahkan mencapai kesucian setelah melaksanakan Ajaran Sang Buddha, maka umat seperti inilah yang sesungguhnya layak berbangga.  

Oleh karena itu, mulai sekarang juga jangan ada keraguan lagi dalam diri umat Buddha. Walaupun umat Buddha mungkin hanya satu-satunya dalam suatu kelompok masyarakat. Atau, ia satu-satunya umat Buddha dalam keluarga. Ia hendaknya menjadikan kesendirian ini sebagai pembangkit semangat seperti yang telah diteladankan oleh Sang Guru Agung dalam berbagai kisah di atas. Tunjukkanlah kepada lingkungan bahwa umat Buddha seperti sekuntum teratai yang mampu tumbuh indah dan bersih walaupun berasal dari lingkungan yang basah dan penuh lumpur. Laksanakanlah Ajaran Sang Buddha, khususnya berlatih meditasi dengan tekun serta penuh semangat sehingga umat Buddha dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupan ini, kebahagiaan dalam kehidupan-kehidupan mendatang dan bahkan kebahagiaan ketika ia berhasil mencapai kesucian yaitu Nibbana. Inilah kebanggaan yang layak dimiliki oleh seorang umat Buddha.  

Semoga penjelasan ini akan membangkitkan kebanggaan positif umat Buddha karena ia telah mampu melaksanakan dan mendapatkan manfaat dari Buddha Dhamma.  

Sesungguhnya orang yang yakin dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha akan berbahagia dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan-kehidupan yang akan datang.  

Semoga semuanya selalu berbahagia.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta.


Transkrip: Umat Buddha Medan
Editor : B. Uttamo