Sabtu, Desember 31, 2011

Selamat Tahun Baru 2012


Mukjizat Dhamma


MUKJIZAT DHAMMA

Oleh: Sri Subalaratano Mahâthera

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma sambuddhassa,
"Yamkinci samudaya dhamman'ti"
Semua fenomena kehidupan, pasti ada sebabnya



Dewasa ini hampir setiap hari di TV (media elektronik) selalu ada tayangan film bertemakan kegaiban (adikodrat). Seolah-olah di zaman kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ini hal-hal yang gaib menjadi selingan hiburan. Bahkan banyak pula penggemarnya, apalagi dikaitkan dengan suatu paham agama. Di era reformasi ini rupanya para hantu, gandaruwo juga mendapat kesempatan masuk siaran TV.

Manusia sekarang ini menyenangi hal-hal yang khayal daripada hal yang nyata. Kalau hal ini terus berlanjut maka akan menciptakan manusia khayalis yang pesimis karena semua keberuntungan "sangat tergantung dari yang di atas." Mereka lupa pada selogan lama yang mengatakan bahwa "Yang kuasa hanya akan memberi keberuntungan bila manusia itu mau berusaha dalam karya nyata." Di zaman keterbukaan, sesuatu yang dahulu disembunyikan/tertutup, sekarang menjadi hal yang terbuka bagi semua orang. Sehingga soal mistik, klenik, dan mantra diobral secara terbuka dan ditawarkan melalui iklan (majalah posmo). Di majalah dan Koran dapat dibaca iklan memelihara tuyul, pawang hujan, dan ilmu-ilmu gaib. Hanya satu yang belum ada yaitu iklan bagaimana membuat orang jahat (kriminal) menjadi orang baik (bijak) dengan sekali usapan tangan.

Menjadi pr (pekerjaan rumah) tambahan bagi para orangtua yang memiliki putra-putri yang belum dewasa untuk mengawal anaknya menonton TV. Memiliki TV di rumah rupanya menambah pekerjaan ekstra bagi orangtua.

Mari kita cermati apa makna sesungguhnya yang dikenal sebagai mistik, klenik, dan mantra. Mistik berasal dari mysteri, yaitu suatu kejadian yang tidak atau belum diterima oleh nalar (intelek) seseorang. Sering disebut peristiwa adikodrat, di luar yang umum. Sering dihubungkan dengan kehadiran makhluk yang kasat mata (makhluk halus). Klenik adalah suatu usaha (praktik pesugihan) untuk memperoleh kemudahan, keuntungan/kekayaan, jodoh atau pangkat dalam usaha dagang. Dilakukan melalui juru kunci tempat yang dikeramatkan, sang juru kunci akan meminta syarat yang harus dipenuhi oleh si peminta kekayaan. Mantra adalah ucapan kata-kata yang dianggap dapat mendatangkan kekuatan pelindung untuk bisa terkabul suatu permohonan melalui syarat-syarat tertentu. Kalau belum terkabul biasanya dihibur dengan kata-kata: "Sabar, nanti kalau saatnya tiba pasti dapat." Kapan terjadinya siapa tahu. Di samping itu, dikenal pula istilah magic, ocultis, kinetis, hipnotis, dan magnetis.

Magic adalah suatu kekuatan atau kemampuan dari seseorang karena latihan physic (tapa) dan batin. Jadi orang tersebut memang di dalam dirinya memiliki kekuatan batin. Buddhasasana menyebutnya kekuatan abhi001. Hanya saja kekuatan dan daya tepat gunanya bermacam-macam. Karena berkaitan dengan batin (citta, pikiran), maka bila batin orang yang memilikinya tidak murni, kekuatan itu bisa digunakan berbuat jahat. Seperti pisau tajam di tangan anak yang belum mengerti akan berbahaya. Pisau itu bisa membunuh atau melukai orang lain. Bila di tangan orang bijak pisau itu akan bermanfaat. Tapi kemudian banyak di antara mereka yang dalam praktik menyimpang dari tujuan kebaikan. Mereka terperosok ke dalam praktik kotor, mesum, perkosaan, penipuan, atau pencabulan pasiennya.

Kekuatan magic itu bisa berwujud:
1.  Ocultis, kemampuan untuk melihat jarak jauh, alam halus, aura (warna yang mengelilingi tubuh manusia). Atau mendengar suara makhluk halus atau binatang.

2.  Kinetis, kemampuan melipat logam, menggerakkan benda-benda, menembus dinding.

3.  Hipnotis, kemampuan untuk membuat orang lain tidak sadar (lelap) sehingga mudah disugesti. Hal ini bisa dilakukan melalui pandangan mata atau kata-kata, tergantung kekuatan orang yang menghipnotis. Dalam keadaan hypnosis dapat diperintah melakukan sesuatu.

4.  Magnetis, kemampuan gaya magnet untuk penyembuhan penyakit seseorang melalui usapan tangan ke tubuh seseorang yang sakit. Juga tergantung dari kekuatannya, bisa cepat atau lambat sembuhnya. Penyaluran magnet bisa juga melalui benda seperti air. Kerjanya seperti besi berani (magnet) yang dapat menginduksi logam.

Di samping empat hal di atas masih ada yang disebut para peramal (cenayang). Mereka meramal dengan menggunakan alat-alat/sarana seperti:

1.  Kartu-kartu
2.  Batang bambu atau uang kepeng
3.  Melihat garis telapak tangan, telapak kaki
4.  Melihat bentuk muka
5.  Mengetuk tulang mayat

Umumnya mereka hanya dapat meramal apa yang akan terjadi sebagai akibat dari perbuatan yang telah dilakukan. Karena adanya perbuatan baru, maka ramalan tersebut hanya sekian persen saja yang menjadi kenyataan. Bahkan ada yang meleset. Ramalan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hukum karma.

Bagaimana pandangan Buddhasasana?
Dikisahkan terjadi di zaman Sang Buddha, seorang bhikkhu bernama Pindola Bharadvaja, ketika pulang ke vihâra setelah pindapata melihat suatu sayembara. Seorang hartawan ingin mengetahui apakah masih ada orang sakti yang dapat menunjukkan kesaktiannya. Hartawan itu mengikat sebuah bokor cendana di atas tiang bambu. Barang siapa yang dapat mengambil bokor cendana itu tanpa menyentuh tiang bambu itu, boleh memilikinya. Sudah beberapa hari berlalu tapi belum ada satupun dari para petapa yang datang dapat memiliki bokor itu. Sehingga haratawan itu dengan kecewa akan menutup sayembara karena berpikir tidak ada orang sakti di dunia ini. Bhante Pindola Bharadvaja tiba di tempat itu dan hanya menunjuk dengan jarinya, bokor itu sudah ada di tangannya. Semua orang kagum dan membicarakan di mana-mana. Benda itu menjadi topik pembicaraan para bhikkhu di vihâra.

Sang Buddha mendengar pembicaraan para bhikkhu dan memanggil Bhikkhu Pindola Bharadvaja. Sang Buddha menanyakan kebenaran berita itu dan dibenarkan oleh Bhikkhu Pindola Bharadvaja. Sang Buddha meminta bokor cendana itu dan meletakkan di atas tanah. Disaksikan oleh para bhikkhu, Sang Buddha menginjak bokor itu sampai hancur. Sang Buddha kemudian berkata pertunjukan kesaktian mempunyai dua akibat:

1.    Bagi yang percaya akan tambah keyakinannya.
2.    Bagi yang tidak percaya akan mencemoohkan (akusala kamma)

Sejak itu Sang Buddha meletakkan aturan bagi para bhikkhu bahwa barang siapa mengaku memiliki kesaktian padahal tidak memilikinya maka bhikkhu itu harus meninggalkan kebhikkhuan (Sangha). Tapi bagi yang memang memiliki dan mempertunjukkan-nya akan dikenakan sanksi dukkata, harus mengakui kesalahannya kepada bhikkhu lain. Jelaslah Sang Buddha sendiri tidak menginginkan para bhikkhu memamerkan kesaktian walaupun memilikinya. Kepada brahmana Sangarava, dalam Anguttara Nikaya (A.III.60) Sang Buddha menjelaskan ada tiga macam mukjizat. Apakah tiga mukjizat itu? Mukjizat kekuatan supranormal, mukjizat membaca pikiran dan mukjizat pengajaran.

Apakah yang merupakan mukjizat kekuatan supranormal? Ada orang yang menikmati berbagai macam kekuatan supranormal: setelah menjadi satu dia berubah menjadi banyak; setelah menjadi banyak dia berubah menjadi satu; dia muncul dan lenyap; dia pergi tak terhalang menembus dinding, menembus benteng, menembus gunung seolah-olah melewati ruang; dia menyelam masuk dan keluar dari bumi seolah-olah itu adalah air; dia berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah itu adalah tanah; sementara duduk bersila dia pergi melalui udara bagaikan seekor burung; dengan tangannya dia menyentuh dan membelai matahari dan rembulan, begitu kuat dan berkuasa; dia menggunakan penguasaan atas tubuhnya bahkan sejauh alam Brahma. Inilah, brahmana, yang disebut kekuatan supranormal.

"Apakah yang merupakan mukjizat membaca pikiran? Ada orang yang dengan sarana tanda, menyatakan: `Demikianlah pikiranmu, seperti inilah pikiranmu, demikianlah buah pikirmu.' Dan betapapun banyaknya pernyataan seperti itu yang dibuatnya, semua memang benar demikian dan tidak salah."

"Orang lain tidak membuat pernyataannya lewat sarana tanda, melainkan setelah mendengar suara manusia, suara makhluk halus atau dewa… atau dengan mendengarkan suara getaran buah pikir seseorang… atau secara mental menembus arah kecenderungan mentalnya ketika dia berada di dalam keadaan meditasi yang bebas dari buah pikir. Dan betapapun banyaknya pernyataan seperti itu yang dibuatnya, semua memang benar demikian dan tidak salah. Inilah yang disebut mukjizat membaca pikiran.

"Dan brahmana, apakah mukjizat pengajaran? Ada orang yang mengajarkan demikian: `Engkau seharusnya berpikir dengan cara ini dan bukan berpikir dengan cara itu! Engkau seharusnya memperhatikan ini dan bukan itu! Engkau seharusnya meninggalkan ini dan harus berdiam di dalam pencapaian itu!' Inilah yang disebut mukjizat pengajaran."

"Inilah, O brahmana, tiga jenis mukjizat. Dari tiga jenis mukjizat ini, yang manakah yang tampak bagimu sebagai yang paling bagus dan paling tinggi?"

"Mengenai mukjizat kekuatan supranormal dan pembacaan pikiran, Guru Gotama, hanya pelakunya saja yang akan mengalami hasilnya; hasilnya hanya dimiliki oleh orang yang melakukannya. Kedua mukjizat ini, Guru Gotama, bagi saya tampak memiliki sifat tipuan tukang sulap. Tetapi mengenai mukjizat pengajaran - inilah, Guru Gotama, yang bagi saya tampak sebagai yang paling bagus dan paling tinggi di antara ketiganya."

Kesaktian (abhinna)
Para bhikkhu siswa Sang Buddha yang telah mencapai tingkat arahat banyak yang memiliki abhinna (kemampuan batin). Tentu saja kemampuan batin yang dimiliki oleh orang suci tidak berbahaya. Tetapi juga tidak semua arahat memiliki abhinna yang sama. Terdapat empat macam arahat:

1. Sukhavipassako Arahat.
Arahat yang tidak memiliki jhana/abhinna, hanya mencapai kesucian dengan melaksanakan vipassana bhavana.

2.Tevijjo Arahat.
Arahat yang memiliki tiga pengetahuan (vijja):

a.    Pubbenivasanussati Nana; memiliki kesadaran akan kelahirannya yang lampau
b.    Dibbacakkhu Nana; memiliki "mata dewa" sehingga dapat mengetahui kelahiran makhluk di alam dewa atau peta setelah meninggal.
c.    Asavakhaya Nana; memiliki pengetahuan bagaimana cara melenyapkan asava (kekotoran batin yang paling dalam).

3. Chalabhino Arahat:
a sampai c seperti di atas ditambah dengan tiga kemampuan lain, yaitu:
d.    Cetopariya Nana (paracitta vijja Nana); dapat membaca atau mengetahui pikiran makhluk lain.
e.    Dibbasota Nana (telinga dewa); dapat mendengar percakapan suara dari alam dewa, brahma, dan apaya.
f.     Iddhividha Nana, yang terdiri dari:

1.    Adhitthana Iddhi, kekuatan kehendak mengubah tubuh dari satu menjadi banyak, dari banyak menjadi satu lagi.
2.    Vikubbana Iddhi, kemampuan `menyalin rupa' menjadi anak kecil, raksasa, rupa buruk, menjadi tak tampak.
3.    Manomaya Iddhi. Kemampuan `mencipta' dengan kekuatan pikiran. Misalnya: mencipta istana, taman, binatang. Lamanya ciptaan itu tergantung dari kekuatan pikiran.
4.    Nana vipphara Iddhi. Pengetahuan menembus ajaran yang sulit.
5.    Samadhivipphara Iddhi. Kekuatan konsentrasi untuk:

i. menembus dinding
ii. meyelam ke dalam bumi seperti di air
iii. berjalan di atas air seperti di tanah datar
iv. masuk ke dalam api tanpa hangus
v. terbang seperti burung

4. Patisambhidappatto Arahat.
Arahat yang memiliki empat patisambhida (pengetahuan sempurna):

a) Atthapatisambhida.
Pengertian mengenai arti/maksud ajaran dan dapat memberi penerangan secara rinci, hampir seperti Sang Buddha.

b) Dhammapatisambhida.
Pengertian mengenai intisari dari ajaran dan mampu mengajukan pertanyaan ajaran yang mendalam.

c) Niruttipatisambhida.
Pengertian mengenai bahasa dan mampu menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh pendengar.

d) Patibhanapatisambhida.
Pengertian mengenai kebijaksanaan dan mampu menjawab spontan bila ada pertanyaan mendadak.

Para Arahat/orang suci yang memiliki kemampuan tidak untuk pertunjukan (pamer). Tapi digunakan untuk kebaikan, menolong orang sesuai dengan Dhamma-vinaya. Karena di antara hal-hal yang mukjizat, mukjizat Dhamma adalah yang paling utama.

Sebagai penutup uraian ini ada satu peristiwa yang diceritakan oleh seorang pilot pesawat terbang di Amerika. Hal ini diceritakan oleh seorang pengusaha yang pada waktu itu ada di sana. Di satu bandara telah mendarat sebuah pesawat terbang dari satu kota ke New York. Semua penumpang turun dan begitu pula pilot pesawat tersebut. Di antara penumpang, berjalan dengan perlahan seorang bhikkhu yang usianya sudah lebih dari 80 tahun, yang berasal dari Burma. Ketika pilot itu melihat bhikkhu tersebut, pilot menghampiri dan kemudian sujud di hadapannya. Bhikkhu itu tersenyum dan berlalu. Semua orang menjadi heran dan bertanya apa yang terjadi. Sang pilot bercerita bahwa akibat badai dan hujan deras pesawatnya sulit melihat landasan bandara.

Pada saat yang kritis itu tiba-tiba muncul bhikkhu tua itu di muka pesawatnya dengan duduk bersila. Yang mulia bhikkhu itu menggerakkan tangannya menunjukkan arah jalan pesawat sehingga bisa mendarat dengan selamat. Sang pilot tidak mengetahui bahwa Yang mulia bhikkhu tersebut merupakan salah satu penumpang pesawatnya.

Kemampuan batin (iddhi) bagi orang suci dapat digunakan untuk kebajikan. Oleh karena itu, ajaran Buddha tidak mengajarkan mencapai kemukjizatan supranormal. Tapi ajaran Buddha dibabarkan demi tercapainya kebebasan sempurna, Nibbana.


Kamis, Desember 29, 2011

Melatih untuk tidak melekat


MELATIH UNTUK TIDAK MELEKAT
Ven. Ajahn Chah



Sang Buddha mengajarkan untuk tidak melekat. Bagaimana kita melatih ketidakmelekatan? Kita berlatih hanya dengan melepaskan kemelekatan, namun ketidakmelekatan ini sangat sulit untuk dipahami. Perlu kebijaksanaan yang kuat utk menyelidiki dan menembusnya, untuk benar-benar mencapai ketidakmelekatan.

Bila anda memikirkannya, apakah orang-orang bahagia atau sedih, puas atau tidak puas, tidak tergantung pada apakah mereka punya banyak atau punya sedikit - tetapi tergantung pada kebijaksanaan. Segala kesulitan bisa dilampaui hanya melalui kebijaksanaan, dengan melihat kebenaran dari segala sesuatu.

Jadi, Sang Buddha menasehati kita untuk menyelidiki, untuk merenungkan. ‘Perenungan’ ini artinya mencoba untuk menyelesaikan masalah-masalah ini dengan benar. Inilah latihan kita. Seperti kelahiran, usia tua, sakit dan kematian - ini adalah peristiwa-peristiwa yang paling alamiah dan umum. Sang Buddha mengajarkan untuk merenungkan kelahiran, usia tua, sakit dan kematian, tetapi beberapa orang tidak memahami hal ini. Mereka berkata, "Apanya yang perlu direnungkan?." Mereka dilahirkan tetapi mereka tidak tahu apa itu kelahiran, mereka akan mati tetapi mereka tidak memahami kematian.

Dasar ajaran Buddha tidaklah banyak, hanya ada kelahiran dan kematian dari penderitaan, dan hal inilah yang Sang Buddha katakan sebagai kebenaran. Kelahiran adalah penderitaan, usia tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitaan dan kematian adalah penderitaan. Orang-orang tidak melihat penderitaan ini sebagai kebenaran. Jika kita mengetahui kebenaran, maka kita pun mengetahui penderitaan.

Seseorang yang menyelidiki hal ini terus-menerus akan memahami. Setelah memahami, secara bertahap ia akan menyelesaikan masalah-masalahnya. Walau pun jika ia masih memiliki kelekatan, jika ia memiliki kebijaksanaan dan memahami bahwa usia tua, sakit dan kematian adalah sifat alam, maka dia akan bisa meringankan penderitaan. Kita mempelajari Dhamma hanya untuk ini—untuk mengobati penderitaan.


Semoga bermanfaat


]˜

Ketika kematian itu datang


KETIKA KEMATIAN ITU DATANG

Judul Asli : The Buddhist View of Death.
Interview dengan Bhante Gunaratana oleh Shramaneri Sudhamma dan Margot Born.


Ketika api kehidupan dan kesadaran tidak lagi eksis, maka itulah yang dinamakan kematian. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

1. Ketika karma seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
2. Ketika masa hidup seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
3. Ketika keduanya, yaitu karma dan masa hidup seseorang telah selesain pada kehidupan ini.
4. Ketika kehidupan berakhir karena kecelakaan dan penyebab yang tidak normal.

Kematian bukanlah akhir dari suatu keberadaan, namun kematian hanyalah menutup satu bab dan membuka bab berikutnya seketika. Kematian dan kelahiran kembali, keduanya selalu terjadi pada saat yang bersamaan.

Terdapat dua macam kematian, yaitu kematian yang bersifat konvensional dan kematian akhir. Kematian konvensional sendiri mempunyai dua sisi yaitu kematian dari waktu ke waktu dan kematian yang sesungguhnya.

Kematian Waktu Ke Waktu Dan Kematian “Sesungguhnya”

Pada kematian dari waktu ke waktu, anda seakan-akan tetap ada, namun pada kenyataan pikiran dan jasmani seperti sel-sel dalam tubuh anda mati setiap saat, dan semua itu diperbaharui – terlahir kembali. Memahami kebenaran ini adalah langkah penting dalam mempersiapkan diri dari kematian sesungguhnya. Bila kita telah memahaminya, kita akan mengerti bahwa ‘kematian sesungguhnya’ hanyalah tahap berikutnya.

Kita maju selangkah untuk mempersiapkan kematian sesungguhnya dengan memandangnya secara logika. Anda hanya perlu membuka mata dan melihat sekeliling anda. Anda akan melihat pohon-pohon, tumbuhan, dan serangga mati setiap saat. Jika anda hidup selama 40 tahun misalnya dan menghitung jumlah teman, relasi, dan sanak famili yang telah meninggal, seharusnya suatu hari anda duduk dan merenung “Teman-teman saya satu persatu telah meninggal, berikutnya adalah giliran saya.” Jadi itulah cara lain dalam memandang kematian.”

Cara lain dalam memandang kematian secara logika adalah memahami bahwa kiat semua terbentuk dari unsur-unsur yang tidak kekal. Kita terbentuk dari tanah, air, api dan udara. Semua elemen-elemen yang membentuk jasmani kita merupakan objek dari ketidakkekalan dan kematian. Jadi apa yang dihasilkan dari elemen-elemen itu akan menjadi tidak kekal juga. Tidak ada yang dapat menghentikannya.

Mempersiapkan kematian yang penuh damai.

Saat kita memahami kematian sesungguhnya, kita seharusnya berpikir, “Saya akan meninggal, lalu apa yang harus saya banggakan? Saya telah berintimidasi akan kematian, saya tak mempunyai alasan apapun untuk bangga terhadap apapun. Saya tak punya alasan untuk menyimpan dendam terhadap siapapun. Cepat atau lambat saya akan mati. Saya tak punya alasan apapun untuk menggengam atau mempertahankan sesuatu. Sekuat apapun saya menggengamnya, semuanya akan terlepas juga pada waktunya. Jadi saya pun tidak perlu serakah. Dengan tidak menggengam keserakahan, kematian saya akan lebih damai.”

Langkah berikutnya adalah berpikir, “Saya sadar saya akan mati, saya pikir akan lebih baik bagi saya untuk mati dalam kedamaian, jadi biarlah saya coba mempersiapkannya. Biarkan saya merasakan damai setiap saat.” Namun bukan berarti Anda berbaring di tengah jalan dan menanti truk menggilas Anda, atau meneguk racun atau memutuskan untuk bunuh diri. Bukan itu caranya mendapatkan kedamaian. Kita harus hidup selama mungkin. Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.

Untuk dapat meninggal dengan tenang kita harus mempersiapkan kedamaian pikiran kita. Kematian yang damai adalah kematian yang tanpa rasa sakit. Di saat kita bermeditasi, kita mengalami sakit pada fisik, contohnya sakit pada lutut. Kita dapat menggunakan sakit ini untuk mempersiapkan diri dari rasa sakit di akhir hidup kita. Sakit pada lutut seperti rasa sakit akibat kanker. Saya rasa bila kanker menggerogoti sistem syaraf kita, kita akan selalu dalam kesakitan. Tak peduli apa yang kita coba lakukan, rasa sakit itu tetap ada.

Karena itulah kita harus mempersiapkan pikiran kita dengan melatih meditasi pada perasaan-perasaan yang muncul dan mengendalikannya. Kita harus memperhatikan apa yang kita rasakan, perasaan apapun seperti sakit gigi, sakit pada leher, dan lainnya. Jika kita merasakan rasa sakit itu, kita berkonsentrasi pada rasa sakit tersebut. Ketika rasa sakit itu datang kita fokuskan pada rasa sakit itu. Kita amati ketika rasa sakit itu muncul, memuncak, dan akhirnya berlalu.

Jadi sebelum kematian itu terjadi, kita belajar untuk menerimanya dan bertahan dalam rasa sakit, mengamati dan tidak marah pada rasa sakit itu. Semakin kita kesal pada rasa sakit itu, semakin kita merasakan sakit itu. Semakin kita rileks, rasa sakit tersebut akan semakin berkurang. Saya mengenal beberapa teman yang meninggal dengan kondisi fisik yang sangat menderita, dengan rasa sakit yang mematikan. Mereka menolak segala macam pengobatan, mereka bahkan menjelaskan penyakitnya pada para pengunjung yang datang untuk memberikan kekuatan, simpati dan belas kasih.

Namun ketika sang pasien dapat mengatasi rasa sakit itu, yang terjadi adalah sebaliknya, sang pasienlah yang akhirnya memberikan pengunjung itu simpati, belas kasih dan kekuatan. Jadi rasa sakit bukanlah penghalang buat seseorang untuk dapat meninggal dengan damai.

Namun pada orang-orang yang tidak dapat mengatasi rasa sakitnya, obat-obatan diperlukan. Namun kita sebaiknya terlebih dahulu meningatkan toleransi terhadap rasa sakit itu dengan mengkondisikan pikiran dan mempersiapkannya menerima rasa sakit fisik tersebut. Kita dapat mengkondisikan pikiran dengan baik dan secara halus mencoba menyarankan orang tersebut bermeditasi. Kita dapat melantunkan sesuatu yang damai untuk mencoba membantu mereka menenangkan pikiran. Memberi mereka instruksi dalam melakukan meditasi.

Anda ingat seorang ibu yang hendak melahirkan yang sedang merasakan kesakitan, mereka diajarkan untuk berkonsentrasi pada nafas. Mereka mempertahankan irama nafas. Saat mereka mendorong bayi untuk keluar, mereka fokus pada nafas, pada tubuh dan pada dorongan. Kita dapat menggunakan hal tersebut untuk membantu orang yang sekarang karena kesakitan. Ibu-ibu tersebut melahirkan bayinya dengan sedikit rasa sakit karena mereka telah terlatih untuk itu. Jadi kita dapat melatih pikiran untuk menerima rasa sakit itu.

Jadi demikianlah, mengapa kita harus melatih pikiran kita. Daripada mengatasi sakit pada fisik terlebih dahulu, sebaiknya kita belajar bagaimana memperlakukan pikiran kita terlebih dahulu. Saat jasmani tenang, pikiran pun tenang, demikian pula sebaliknya. Kedua hal tersebut selalu saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Meditasi ditemukan jauh sebelum obat-obatan ditemukan. Namun kini orang-orang tidak lagi memperhatikan cara cara spiritual, mereka langsung memilih narkotika dan obat-obat penahan sakit yang kemungkinan besar mempunyai efek samping yang sangat berbahaya pada penderita terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Cara-cara spiritual tidak akan menimbulkan efek samping, kalaupun ada yaitu akan meningkatkan kualitas hidup Anda, memberikan citarasa yang berbeda bagi hidup Anda. Ketika Anda melewati rasa sakit itu, semua itu akan membawa efek kedamaian.

Ketika seseorang mendekati kematian, mereka seringkali merasa sangat menyesal dan bersalah. Itulah alasan lain bagi seseorang merasa takut akan kematian. Ketika ia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, ketika ia sadar bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan, semua yang telah ia perbuat selama ini datang bagaikan kilatan-kilatan cahaya. Untuk itulah bagi orang yang penuh cinta kasih, ketika seseorang menjelang kematian, bantulah mereka agar meninggal dengan tenang dengan mengingatkan mereka akan hal-hal yang baik yang pernah mereka lakukan. Contohnya bagi mereka yang mempunyai anak, kita dapat mengingatkan dia betapa mereka telah berbuat banyak buat sang anak dan juga hal-hal baik lainnya yang mereka lakukan untuk orang lain. Apapun yang ia lakukan, menanam pohon, membersihkan jalan dan lainnya.

Kedua, kita dapat meminta mereka untuk membayangkan objek yang penuh damai, seperti sosok Buddha. Cobalah untuk menghalangi semua pikiran-pikiran negatif. Ketiga, bila Anda mengenal para Bhikkhu atau pendeta, minta mereka datang dan memberikan ceramah. Walaupun selama ini orang tersebut benci akan ceramah tersebut, namun pada saat ini mereka akan mendengarkannya, bahkan dengan sungguh-sungguh, karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.

Kematian Akhir

Anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akan semua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.

Kematian akan mengakibatkan kelahiran karena adanya suatu keinginan atau hasrat untuk terlahir kembali. Selama anda memiliki hasrat tersebut, Anda akan terlahir kembali. Bila hasrat tersebut musnah, anda tidak akan terlahir kembali.

Itulah yang akan membawa kita pada tahap akhir pencerahan.

Kematian akhir adalah kematian dari orang yang telah mencapai pencerahan. Mereka mempunyai pemikiran seperti ini, “Baiklah, saya telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan”. Dengan pikiran seperti ini mereka dapat meninggal kapan saja. Apa yang saya lakukan sekarang mungkin sebagai pekerjaan ekstra sebagai tambahan dari pekerjaan utama saya. Pekerjaan tambahan itu adalah pelayanan kepada dunia ini.

Dalam beberapa kasus, seseorang masih berhasrat untuk terlahir kembali. Mungkin mereka ingin terlahir di tempat yang lebih baik, jika dia hidup dalam ketentraman, mempunyai seorang istri yang ideal, mungkin dia akan berpikir, “Saya ingin bersama dengan istri saya bahkan dalam kehidupan berikutnya. Saya ingin terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang sama seperti yang saya lalui, memiliki kesamaan emosinal, kepuasan spiritual yang membuat hidup ini sangat damai. Jadi, biarkan saya memiliki hidup seperti ini lagi.” Dengan demikian tak peduli betapa mulia orang tersebut, Ia akan memiliki kehidupan yang sama lagi, karena ia masih memiliki hasrat untuk terlahir kembali.

Bagi orang yang telah tercerahkan, mereka bahkan tidak memiliki hasrat. Mereka menyadari bahwa walaupun tercipta secara mental, semua itu adalah Sankhara (Corak-corak mental, terkondisi dan tidak kekal). Apapun jenis sankhara itu, tak peduli begitu sempurnanya itu muncul, tetap adalah tidak kekal. Lebih dari itu, seorang yang telah tercerahkan menyadari bahwa kematian mereka telah berakhir, mereka tidak akan mengalami kematian lagi. Jadi inilah kematian terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak ada lagi kematian. Tiada ada apapun yang melampaui hal ini. Jadi itulah yang dimaksud “Kematian Akhir”.

Semoga bermanfaat


]˜

Kesejahteraan Umat Awam


KESEJAHTERAAN UMAT AWAM




Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di antara orang-orang Koliya. Di situ ada sebuah kota pasar suku Koliya yang bernama Kakkarapatta. Kemudian seorang kepala keluarga Dighajanu mendekati Yang Terberkahi, memberi hormat, dan duduk pada satu sisi. Setelah duduk, dia berkata kepada Yang Terberkahi:

"Bhante, kami adalah umat awam yang menikmati kesenangan indera, berdiam di rumah yang dipenuhi anak-anak, menikmati kayu cendana Kasia, mengenakan kalungan bunga, wangi-wangian dan minyak-minyakan, menerima emas dan perak. Biarlah Yang Terberkahi mengajarkan kepada kami Dhamma yang akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan kami baik di dalam kehidupan sekarang ini maupun kehidupan yang akan datang."

"Byagghapajja, ada empat hal yang akan membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan bagi seorang perumah-tangga di dalam kehidupan yang sekarang ini. Apakah yang empat itu? Pencapaian usaha yang tak kenal henti, pencapaian perlindungan, persahabatan yang baik, dan kehidupan yang seimbang.

"Dan apakah pencapaian usaha yang tak kenal henti itu?
Di sini, Byagghapajja, apa pun usaha yang dilakukan oleh perumah-tangga sebagai mata pencahariannya – apakah bertani, berdagang, berternak, memanah atau pelayanan sipil, atau kerajinan lain – dia terampil dan rajin; dia mencari cara-cara yang sesuai dan mampu bertindak serta mengatur segalanya dengan tepat. Inilah yang disebut pencapaian

"Dan apakah pencapaian perlindungan itu?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah-tangga membuat perlindungan dan penjagaan terhadap kekayaan yang diperoleh dengan perjuangan yang penuh semangat, yang dikumpulkan dengan kekuatan tangannya, dihasilkan dengan peluh di dahinya, kekayaan sah yang telah diperoleh dengan benar, sambil berpikir: `Bagaimana aku bisa mencegah agar raja-raja dan bandit-bandit tidak mengambilnya, api tidak membakarnya, banjir tidak melandanya, dan pewaris yang tak kukasihi tidak mengambilnya?' Inilah yang disebut pencapaian perlindungan.

"Dan apakah itu persahabatan yang baik itu?
Di sini, Byagghapajja, di desa atau kota mana pun perumah-tangga itu tinggal, dia berteman dengan para perumah-tangga dan putra-putranya – baik muda atau tua – yang matang dalam moralitas, mantap dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan; dia bercakap-cakap dengan mereka dan berdiskusi dengan mereka. Dia berusaha menyamai berkenaan dengan pencapaian mereka dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Inilah yang disebut persahabatan yang baik.

"Dan apakah kehidupan yang seimbang itu?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah-tangga mengetahui pemasukan dan pengeluarannya, dan dia mengarah pada kehidupan yang seimbang. Dia tidak menghambur-hamburkan uang namun juga tidak kikir. Dengan demikian pemasukannya melebihi pengeluarannya, bukan sebaliknya. Sama seperti seorang pandai emas atau pembantunya yang memegang timbangan mengetahui, `Sekian jauh timbangan ini miring ke bawah, sekian jauh timbangan ini miring ke atas', demikian pula seorang perumah-tangga memiliki kehidupan yang seimbang.

"Kekayaan yang telah dikumpulkan itu memiliki empat sumber pembuangan: main wanita, mabuk-mabukan, berjudi, dan persahabatan yang tidak baik. Sama seperti sebuah tangki yang memiliki empat saluran masuk dan pembuangan, jika saluran masuknya ditutup dan saluran pembuangannya dibuka, dan tidak ada curah hujan yang cukup untuk mengisinya, maka dapat diharapkan akan ada pengurangan jumlah air di dalam tangki, bukan penambahan. Seperti itu pula empat hal ini menyebabkan terbuangnya kekayaan yang telah dikumpulkan itu.

"Demikian pula, ada empat sumber untuk bertambahnya kekayaan yang telah dikumpulkan itu: tidak main wanita, tidak mabuk-mabukan, tidak berjudi dan tidak memiliki persahabatan yang tidak baik. Sama seperti sebuah tangki yang memiliki empat saluran masuk dan pembuangan, jika saluran masuknya dibuka dan saluran pembuangannya ditutup, dan ada cukup curah hujan, maka dapat diharapkan akan ada penambahan jumlah air di dalam tangki, bukan pengurangan. Seperti itu pula empat hal ini menyebabkan bertambahnya kekayaan yang telah dikumpulkan itu.

"Empat hal ini, Byagghapajja, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang perumah-tangga di dalam kehidupan sekarang ini.

"Empat hal ini membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang perumah tangga di dalam kehidupan yang akan datang. Apakah yang empat itu? Pencapaian dalam keyakinan, moralitas, kedermawanan, dan kebijaksanaan.

"Dan bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam keyakinan?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah-tangga memiliki keyakinan; dia meletakkan keyakinannya pada pencerahan Sang Tathagata demikian … (lihat Teks 92) … Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam keyakinan.

"Dan bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam moralitas?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah tangga tidak menghancurkan kehidupan, tidak mencuri, tidak berperilaku seksual yang menyimpang, tidak berbicara yang tidak benar, tidak minum anggur, minuman keras dan apa pun lainnya yang bersifat meracuni yang menjadi landasan kelalaian. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam moralitas.

"Dan bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam kedermawanan?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah-tangga berdiam di rumah dengan pikiran yang bersih dari noda kekikiran, dia dermawan secara bebas, suka menolong, bergembira dalam berdana, orang yang senang beramal, senang berdana dan berbagi. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam kedermawanan.

"Dan bagaimana seorang perumah-tangga mantap dalam kebijaksanaan?
Di sini, Byagghapajja, seorang perumah-tangga memiliki kebijaksanaan yang melihat ke dalam muncul dan lenyapnya fenomena, yang mulia dan menembus dan menuju pada musnahnya penderitaan secara total. Dengan cara inilah seorang perumah-tangga mantap dalam kebijaksanaan.

"Empat hal ini, Byagghapajja, membawa pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang perumah-tangga di dalam kehidupan yang akan datang."


(Anguttara Nikaya ~ Atthaka (VIII, 54))


Semoga bermanfaat


]˜

Tinggalkan Kejahatan !


TINGGALKAN KEJAHATAN


Tinggalkanlah kejahatan, o para bhikkhu!
Para bhikkhu, manusia dapat meninggalkan kejahatan. Seandainya saja manusia tidak mungkin meninggalkan kejahatan, aku tidak akan menyuruh kalian melakukannya. Tetapi, karena hal itu dapat dilakukan maka kukatakan,”Tinggalkanlah kejahatan!”

Seandainya saja meninggalkan kejahatan ini akan membawa kerugian dan penderitaan, aku tidak akan menyuruh kalian meninggalkan kejahatan. Tetapi, karena meninggalkan kejahatan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan, maka kukatakan,“Tinggalkan kejahatan!”

Kembangkan kebaikan, o para bhikkhu!
Para bhikkhu, manusia dapat mengembangkan kebaikan. Seandainya saja manusia tidak mungkin mengembangkan kebaikan, maka aku tidak akan menyuruh kalian melakukannya. Tetapi, karena hal itu dapat dilakukan maka kukatakan, ”Kembangkanlah kebaikan!”

Seandainya saja mengembangkan kebaikan ini akan membawa kerugian dan penderitaan, aku tidak akan menyuruh kalian mengembangkannya. Tetapi, karena mengembangkan kebaikan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan, maka kukatakan,“ Kembangkanlah kebaikan!”

(Anguttara Nikaya II, ii, 9)



Semoga bermanfaat


]˜