HUKUM PERUBAHAN / KETIDAKKEKALAN
(ANICCA )
“
Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya.
Apabila
dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini;
maka
ia akan merasa jemu dengan penderitaan.
Inilah
jalan yang membawa pada kesucian.”
(
Dhammapada XX ; 277 )
"Adalah
tidak kekal segala sesuatu yang terbentuk,
segalanya
muncul dan lenyap kembali.
Mereka
muncul dan kembali terurai.
Kebahagiaan
tercapai bila segalanya telah harmonis."
(Digha-Nikaya,
Mahaparinibbana Sutta)
Satu kata yang sederhana ini, Anicca (ketidakkekalan), merupakan inti
dari ajaran Buddha. Makhluk hidup juga ditandai dua sifat kehidupan lain,
penderitaan (dukkha)
dan tanpa inti (anatta).
Anicca berasal dari kata
“an” yang merupakan bentuk negatif atau sering diterjemahkan sebagai tidak atau
bukan. Dan “nicca” yang berarti tetap, selalu ada, kekal, abadi. Jadi kata
”an-nicca” berarti tidak tetap, tidak selalu ada, tidak kekal, tidak abadi,
berubah. Dalam bahasa Sanskerta disebut juga sebagai anitya.
Sabbe sankhara anicca berarti
segala sesuatu yang berkondisi (terbentuk dari perpaduan unsur) akan mengalami
perubahan (tidak kekal). ( Majjhima Nikaya I : 228)
Anicca (Ketidak-kekalan)
merupakan suatu fakta yang bersifat Universal. Hal ini berlaku bagi manusia,
gagasan, pemikiran dan perasaan, bagi hewan, tanaman, gunung, sungai atau
segala sesuatu yang mungkin bisa kita beri nama. Ketidak-kekalan adalah suatu
fakta yang tak terhindarkan. Segala sesuatunya mengalami perubahan yang konstan
dari waktu ke waktu, seperti halnya suatu proses, kehamilan berlanjut ke proses
kelahiran, bayi tumbuh menjadi anak-anak, anak-anak tumbuh mejadi remaja,
remaja tumbuh menjadi dewasa, lalu menjadi tua dan mati.
Semua fenomena yang ada didalam alam
semesta ini selalu mengalami perubahan yang tak putus-putusnya, selalu dalam
keadaan bergerak dan mengalami proses, yaitu: Uppada (timbul),
kemudian Thiti (berlangsung), dan kemudian Bhanga
(berakhir/lenyap). Tidak ada
sesuatupun yang tetap sama selama dua saat yang berturut-turut walaupun dalam
perbedaan detik. Hukum anicca bersifat
netral dan tidak memihak. Karena segala sesuatu merupakan hasil dari
sebab-sebab dan kondisi yang berubah, maka segala sesuatu juga terus-menerus
berubah.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa
barang apa pun, hidup atau mati, organic atau anorganik, “ini adalah abadi.“
Bahkan sementara kita sedang membicarakannya, perubahan itu pun sedang
berlangsung. Semua ini berlalu dengan cepat : keindahan bunga, kicau burung,
dengungan lebah, dan keagungan matahari yang terbenam.
“Misalkan engkau sedang memandang
indahnya matahari yang terbenam. Seluruh langit di sebelah barat memancarkan
cahaya yang berwarna merah : tetapi engkau sadar bahwa dalam setengah jam semua
warna yang cerah ini berangsur – angsur akan hilang dari hadapan matamu,
walaupun matamu tidak dapat mengenali sebelumnya kesimpulan yang beralasan itu.
Dan apakah kesimpulannya ?
Kesimpulannya adalah engkau tidak
pernah dapat menyebutkan ataupun membayangkan, melihat suatu warna yang kekal,
warna apapun yang sebenarnya bahkan untuk waktu yang paling singkat. Dalam
perjutaan detik seluruh keagungan dari langit yang terlukis mengalami rangkaian
perubahan yang tak terhitung banyaknya. Satu perubahan digantikan dengan yang
lain dengan kecepatan yang membuat semua pengukuran tertinggal, karena proses
itu tidak dapat diukur….. akal sehat menolak untuk menahan periode tertentu
dari pemandangan yang berlalu itu, atau untuk mengungkapkan begitu, karena
kalaupun ada yang berusaha, seketika hal itu sudah tiada. Ini merupakan
rangkaian perubahan warna yang cepat, tiada satu pun darinya tetap ada, karena
semuanya secara terus menerus lenyap menjadi yang lain. “
Semua paduan unsur, yaitu segala sesuatu
yang timbul sebagai akibat dari suatu sebab, dan yang pada gilirannya kemudian
menimbulkan akibat, dapat dinyatakan dalam satu kata anicca, ketidakkekalan. Oleh karena itu, semua sifat
hanyalah merupakan variasi yang terbentuk dari paduan ketidakkekalan,
penderitaan ( ketidakpuasan ), dan tanpa diri atau inti : anicca, dukkha dan anatta.
Realitas alam semesta ini bukanlah
merupakan suatu kolam yang tenang, akan tetapi merupakan suatu arus/
aliran yang mengalir deras. Tidak ada suatu makhluk yang tetap, tetapi yang ada
hanyalah segala sesuatu yang timbul dan tenggelam.
Pembentukan (uppada) dan Penghancuran (nirodha)
yang berlangsung terus-menerus, yang tidak berhenti walau sekejappun. dapat
digambarkan seperti sebuah gelombang.
Sebuah gelombang terbentuk naik,
kemudian turun dan tenggelam, menimbulkan gelombang lain yang menyusul timbul.
kemudian tenggelam pula, demikianlah seterusnya tidak henti-hentinya. Timbulnya
sebuah gelombang bergantung kepadda tenggelamnya gelombang yang mendahuluinya,
dan tenggelamnya sebuah gelombang menimbulkan gelombang lain pula yang
menyusulnya. Demikianlah arus ini mengalir terus tidak putus-putusnya.
Perhatikanlah setangkai bunga,
akan tertampak waktu kuncupnya, disusul oleh mekarnya, setelah mekar mencapai
puncak kemegahannya, akan menjadi layu, busuk, kering dan akhirnya lenyap.
Semua sankhara (paduan unsur) memperlihatkan sifat-sifat demikian :
“
Timbul, berlangsung, lenyap”.
Fajar menyingsing dan bumi mulai terang,
pada jam 12.00 tengah hari matahari mencapai puncaknya, setelah lewat jam 12.00
matahari mulai condong ke barat dan bumi mulai teduh, disusul oleh senja yang
berubah menjadi malam. Segala sesuatu di alam semesta ini mengalami proses
perubahan, tetapi kita tidak menyadarinya, Mengapa?
Oleh karena :
1. Perhatian
kita tidak ditujukan kepada proses perubahan itu.
2. Proses
tersebut ada yang berjalan sangat cepat, seperti arus sungai dan bentuk-bentuk
pikiran.
3. atau
proses tersebut berlangsung sangat perlahan, antara lain : batu, gunung dan
bumipun tidak terlepas dari proses tersebut.
Proses
perubahan itu dinamakan Anicca atau ketidak kekalan.
Ketidak kekalan yang diajarkan
dalam agama Buddha ini bukanlah suatu yang direka-reka atau yang dibuat-buat,
akan tetapi merupakan kenyataan, fakta, yang dirasakan dan dialami dengan jelas
sekali dalam kehidupan kita sehari-hari.
Dalam kitab Abhidhamma-manavibhasa-sastra mengatakan bahwa : “
Selama 24 jam terdapat 6.400.099.988 Kshana atau Saat ; sedangkan lima kelompok
kehidupan (pancakkhandha) manusia berproses terus-menerus terbentuk dan lenyap
kembali dalam tiap-tiap Kshana.”
Disebutkan di dalam kitab suci Tipitaka bahwa, bilamana seorang
siswa telah menembus Kesunyataan atau Dhamma, ia akan menyadari : yamkinci uppadadhammang sabbang tang nirodhadhammang
(segala sesuatu yang terbentuk pasti akan lenyap kembali). Penembusan
yang sempurna terhadap kesunyataan ini, hanya dapat tercapai apabila seseorang
telah bebas samasekali dari segala macam keinginan apapun juga.
Selama kita belum dapat mengusir “keinginan” atau “Tanha” itu, maka
pandangan sesat (sakkayaditthi) akan
tetap ada, itulah yang menyebabkan kita tidak mampu untuk menyadari sepenuhnya
terhadap corak ketidak kekalan daripada segala sesuatu yang terbentuk atau sankhara.
Didalam Anguttara Nikaya IV : 100 ff, Sang Buddha menasihati
siswa-siswanya demikian:
“
Tidak kekallah, O para siswa,
segala
sesuatu yang berpaduan (sankhara) itu
tidaklah abadi,
karena
itu tidaklah ada alasan untuk menikmati”.
Keseluruhan
dari filosofi tentang perubahan yang diajarkan dalam agama Buddha adalah bahwa
segala sesuatu yang terjadi dari paduan unsur, yang terkondisi adanya,
merupakan proses dan bukan merupakan kelompok kesatuan hidup yang kekal, tetapi
perubahan itu terjadi dalam rangkaian yang sedemikian cepat sehingga orang –
orang memandang rohani dan jasmani sebagai kesatuan hidup yang tetap. Mereka
tidak melihat timbulnya dan hancurnya (udaya
– vaya), namun memandang secara kesatuan, melihat sebagai suatu keseluruhan
(ghana sanna).
-oOo-
om , kalo bisa posting tiap hari . Thanks
BalasHapusSaya memang ada keinginan juga untuk dapat posting setiap hari di PD ini, semoga kedepannya saya bisa meluangkan waktu untuk hal tsb.
BalasHapusMakasih atas perhatian dan kunjungannya ke Blog PD ini.
Salam persahabatan dari saya,
Tanhadi.