SUTTA TENTANG PEMUTARAN RODA
DHAMMA
( Dhammacakkappavattana
Sutta )
Dhammacakkappavattana Sutta merupakan ajaran
pertama Sang Buddha kepada lima siswa pertama ( 'Pancavaggiya-bhikkhu':
Kondanna, Vappa, Bhaddiya, Mahanama dan Assaji) di Taman Rusa Isipatana,
Baranasi (Benares). Peristiwa pembabaran khotbah (Sutta) pertama ini kini kita
peringati sebagai hari Asadha. Khotbah ini berisi tentang Jalan Mulia Berunsur
Delapan sebagai jalan praktek untuk mencapai kebahagiaan sejati, Nibbana, dan
Empat Kebenaran Mulia sebagai kebenaran sejati yang harus disadari guna
mencapai Penerangan Sempurna. Sutta ini dapat ditemukan dalam Mahavagga, bagian
dari Vinaya Pitaka, dan Samyutta Nikaya, bagian dari Sutta Pitaka.
*****
Demikianlah telah saya dengar.
Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang
berdiam di Taman Rusa di Isipatana, dekat Baranasi. Saat itu Sang Bhagava
berkhotbah kepada kelompok lima bhikkhu sebagai berikut:
“Para Bhikkhu, ada dua hal yang berlebihan
(ekstrim), yang tidak patut dijalankan oleh mereka yang telah meninggalkan rumah
sebagai petapa, yakni :
Menuruti kesenangan hawa nafsu terhadap
hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu, yang rendah, duniawi, yang dilakukan oleh
mereka yang bodoh, yang tidak luhur dan tidak berfaedah,
Melakukan penyiksaan diri, yang menyakitkan,
yang tidak luhur, dan tidak berfaedah.
Para Bhikkhu, setelah meninggalkan kedua hal
yang berlebihan (ekstrim) ini , Jalan Tengah (Majjhima patipada) yang telah sempurna diselami oleh Tathagata,
yang membuka mata batin, menimbulkan pengetahuan, membawa ketenangan,
menghasilkan kekuatan batin, kesadaran agung, dan pencapaian Nibbana.
Para Bhikkhu, Apakah Jalan Tengah, yang
telah sempurna diselami oleh Tathagata, yang membuka mata batin, yang
menimbulkan pengetahuan, yang membawa ketenangan, menghasilkan kekuatan batin,
kesadaran agung, dan pencapaian Nibbana itu ?
Itu adalah Jalan Ariya Berunsur Delapan (ariya atthangika magga), yaitu :
Pandangan benar ( Sammaditthi ),
Pikiran benar ( Sammasankappa ),
Ucapan benar ( Sammavaca ),
Perbuatan benar ( Sammakammanta ),
Pencaharian benar ( Samma-ajiva,),
Daya upaya benar ( Sammavayama ),
Perhatian benar ( Sammasati ),
Konsentrasi benar ( Sammasamadhi ).
Para Bhikkhu, itulah Jalan tengah yang telah
sempurna diselami oleh Tathagata, yang membuka mata batin, yang menimbulkan
pengetahuan, yang membawa ketenangan, menghasilkan kekuatan batin, kesadaran
agung, dan pencapaian Nibbana.
Para Bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Dukkha (dukkha ariyasacca)
, yakni :
Kelahiran adalah dukkha ( jatipi dukkha ),
Usia tua adalah dukkha ( jarapi
dukkha ),
Kematian adalah dukkha ( maranampi dukkham ),
Kesedihan, ratap-tangis,
penderitaan (jasmani), kepedihan hati, dan keputus-asaan adalah dukkha ( sokaparidevadukkha-domanassupayasapi
dukkha ),
Berkumpul dengan yang tidak
disenangi adalah dukkha ( appiyehi sampayaga dukkha),
Terpisah dari yang dicintai
adalah dukkha ( piyehi
vippayogo dukkho ).
Tidak memperoleh apa yang
diinginkan adalah dukkha ( yampiccham
na labhati tampi dukkham ),
Singkatnya Lima Kelompok
Kemelekatan (Pancakkhandha) adalah dukkha ( sankhittena pancupadanakkhandha dukkha ).
Para Bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang asal mula dukkha
(dukkhasamudaya
ariyasacca), yaitu : Keinginan (tanha) inilah
yang menyebabkan kelahiran kembali, disertai dengan hawa nafsu yang menemukan
kesenangan di sana-sini, yaitu :
Keinginan memuaskan nafsu
indrawi ( Kamatanha ).
Keinginan untuk
"menjadi" ( Bhavatanha ).
Keinginan untuk memusnahkan
diri ( Vibhavatanha ).
Para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Akhir Dukkha (dukkhanirodha
ariyasacca), yaitu terhentinya semua hawa nafsu tanpa sisa, terlepas,
bebas, terpisah sama sekali dari keinginan tersebut.
Para bhikkhu, Kebenaran Ariya tentang Jalan menuju Akhir Dukkha (dukkhanirodha
gaminipatipada ariyasacca), yaitu :
Pandangan benar ( Sammaditthi
),
Pikiran benar ( Sammasankappa
),
Ucapan benar ( Sammavaca
),
Perbuatan benar ( Sammakammanta
),
Pencaharian benar ( Samma-ajiva,),
Daya upaya benar ( Sammavayama
),
Perhatian benar ( Sammasati
),
Konsentrasi benar ( Sammasamadhi
).
Inilah
Kebenaran Mulia tentang Dukkha. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah
kudengar sebelumnya , menjadi terang dan jelas , timbullah pandangan (cakkhu), timbullah pengetahuan (nana), timbullah kebijaksanaan (panna), timbullah penembusan (vijja), dan timbullah penerangan (aloka).
Kebenaran
Mulia tentang Dukkha ini harus dimengerti (parinneyya). Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Kebenaran
Mulia tentang Dukkha ini telah dimengerti (parinneyya). Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Inilah
Kebenaran Mulia tentang Asal Mula Dukkha. Para bhikkhu, demikianlah dhamma yang belum
pernah kudengar sebelumnya , menjadi
terang dan jelas , timbullah pandangan (cakkhu),
timbullah pengetahuan (nana),
timbullah kebijaksanaan (panna),
timbullah penembusan (vijja), dan
timbullah penerangan (aloka).
Kebenaran
Mulia tentang Asal Mula Dukkha ini harus dilenyapkan (pahatabba). Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Kebenaran
Mulia tentang Asal Mula Dukkha ini telah dilenyapkan. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan
Inilah
Kebenaran Mulia tentang Akhir Dukkha. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah
kudengar sebelumnya , menjadi terang dan jelas , timbullah pandangan (cakkhu), timbullah pengetahuan (nana), timbullah kebijaksanaan (panna), timbullah penembusan (vijja), dan timbullah penerangan (aloka).
Kebenaran
Mulia tentang Akhir Dukkha ini harus dilaksanakan (sacchikatabba). Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Kebenaran
Mulia tentang Akhir Dukkha ini telah dilaksanakan. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Inilah
Kebenaran Mulia tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah
kudengar sebelumnya , menjadi terang dan jelas , timbullah pandangan (cakkhu), timbullah pengetahuan (nana), timbullah kebijaksanaan (panna), timbullah penembusan (vijja), dan timbullah penerangan (aloka).
Kebenaran
Mulia tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha ini harus dikembangkan (bhavetabba). Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan.
Kebenaran
Mulia tentang Jalan Menuju Akhir Dukkha ini telah dikembangkan. Para bhikkhu,
demikianlah dhamma yang belum pernah ku dengar sebelumnya, menjadi terang dan
jelas, timbullah pandangan, timbullah pengetahuan, timbullah kebijaksanaan,
timbullah penembusan dan timbullah penerangan
Demikianlah selama pengetahuan dan
pengertianku belum sempurna dan suci mengenai Empat kebenaran Mulia sebagaimana
adanya (yathabhuta nanadassana) , yang masing-masing dalam tiga tahap dan dalam dua belas segi
pandangannya, maka pada saat itu para bhikkhu, Aku tidak menyatakan kepada
dunia, kepada para dewa, para mara, para brahma, para petapa, para brahmana dan
manusia, bahwa Aku telah mencapai Penerangan Agung.
Ketika Pengetahuan dan Pengertianku telah
sempurna dan suci mengenai Empat kebenaran Mulia sebagaimana adanya (yathabhuta nanadassana) , yang
masing-masing dalam tiga tahap dan dalam dua belas segi pandangannya, maka pada
saat itu para bhikkhu, Aku menyatakan kepada dunia, kepada para dewa, para
mara, para brahma, para petapa, para brahmana dan manusia, bahwa Aku telah
mencapai Penerangan Agung (Anuttara
Sammasambodhi).
Timbullah dalam diriku pengetahuan dan
pengertian (nana dassana), “ Tak
tergoncangkan kebebasan batin-Ku (Cetovimuti).
Inilah kelahiran yang terakhir dan tidak ada lagi kelahiran kembali bagiku”.
Demikianlah Sabda Sang Bhagava; dan kelima
bhikkhu itu (Pancavaggiya) merasa
puas serta mengerti kata-kata Sang Bhagava..
Ketika sabda ini sedang disampaikan,
timbullah pada Yang Ariya Kondanna Mata Dhamma (Dhammacakkhu) yang bersih tanpa noda bahwa , “Segala sesuatu muncul karena ada sebabnya; segala
sesuatu lenyap karena penyebabnya lenyap.” (Yankinci samudayadhammam, sabbantam nirodhadhammam).
Ketika Roda Dhamma (Dhammacakka) telah
diputar oleh Sang Bhagava, para dewa bumi berseru serempak : “ Di Isipatana
Migadaya, dekat kota Baranasi, Sang Bhagava telah memutar Roda Dhamma yang
tiada bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh seorang samana, brahmana,
dewa, mara, brahma maupun oleh siapa pun di sunia “.
Setelah mendengar kata-kata para dewa bhumi ,
maka para dewa Catumaharajika, berseru serempak : “ Di Isipatana Migadaya,
dekat kota Baranasi, Sang Bhagava telah memutar Roda Dhamma yang tiada
bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh seorang samana, brahmana, dewa,
mara, brahma maupun oleh siapa pun di dunia “.
Setelah mendengar kata-kata para dewa
Catumaharajika, maka para dewa surga Tavatimsa, Yama , Tusita , Nimmanarati ,
Paranimmitavasavatti dan para dewa
alam-alam Brahma, juga berseru : “ Di Isipatana Migadaya , dekat kota Baranasi,
Sang Bhagava telah memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak dapat
dihentikan oleh seorang samana, brahmana, dewa, mara, brahma maupun oleh siapa
pun di dunia “.
Demikianlah pada saat itu juga, seketika itu
juga, dalam waktu yang sangat singkat suara itu menembus alam-alam Brahma.
Sepuluh ribu tata surya, bergetar, bergoyang disertai bunyi gemuruh, dan cahaya
gilang-gemilang yang tiada taranya yang melebihi cahaya kemegahan para dewa
terlihat di dunia.
Pada saat itu, Sang bhagava bersabda : “
Kondanna telah mengerti, Kondanna telah mengerti !“. (Annasi vata bho Kondanna, annasi vata bho Kondanna)
Demikianlah
mulanya bagaimana Yang Ariya Kondanna memperoleh nama julukan “ Anna Kondanna” ( Kondanna yang Mengerti)
( SN. 56.11 : Dhammacakkappavattana Sutta)
-oOo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar