Minggu, Januari 20, 2013

Dhammapada XV: 209-210-211- Kisah Tiga Pertapa


KISAH TIGA PERTAPA
 Dhammapada XV: 209-210-211


Suatu ketika terjadi di Savatthi, satu-satunya putra dari sebuah keluarga, pertama kali menjadi seorang bhikkhu, kemudian sang ayah mengikuti menjadi bhikkhu, dan akhirnya sang ibu menjadi seorang bhikkhuni. Mereka sangat dekat satu sama lainnya sehingga mereka jarang tinggal terpisah. Keluarga itu tinggal di vihara seperti tinggal di rumah sendiri, berbicara dan makan bersama, membuat bhikkhu-bhikkhu lain merasa terganggu. Bhikkhu lain melaporkan kelakuan mereka kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha memanggil mereka.

Sang Buddha berkata, "Sekali kamu telah bergabung dalam pasamuan Sangha, kamu seharusnya tidak lagi tinggal bersama seperti sebuah keluarga. Jangan melihat mereka yang kaucinta dan melihat mereka yang tidak kaucinta, kedua hal itu merupakan penderitaan, maka kamu seharusnya tidak tergantung kepada seseorang atau sesuatu yang kamu cintai".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 209, 210, dan 211 berikut ini:

Orang yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari,
dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan;
melepaskan apa yang baik
dan melekat pada apa yang tidak menyenangkan,
akan merasa iri terhadap mereka yang tekun dalam latihan.
(209)

Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai.
Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai
dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai,
keduanya merupakan penderitaan.
(210)

Oleh sebab itu janganlah mencintai apapun,
karena berpisah dengan apa yang dicintai adalah menyedihkan.
Tiada lagi ikatan bagi mereka
yang telah bebas dari mencintai dan tidak mencintai.
(211)


]˜

Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar