Sabtu, November 13, 2010

PENGENDALIAN DIRI DAN MORALITAS (SILA)

Oleh : Tanhadi


 (Cuplikan pilihan ) Art. 002

Latihan yang berikutnya adalah ketahanan moral (sila).
Sila mengawasi dan mengasuh latihan kita dengan cara yang sama seperti orangtua yang menjaga anak-anak mereka.

Memelihara ketahanan moral berarti tidak hanya menghindari diri dari menyakiti pihak lain, tetapi juga untuk menolong dan mendukung mereka.

Kalian seharusnya menjaga sedikitnya lima aturan, yakni :

1.  Tak hanya tidak membunuh atau secara sengaja menyakiti pihak lain saja, tetapi juga menyebarkan kebaikan hati terhadap semua makhluk.

2. Jujur, menahan diri dari pelanggaran hak-hak pihak lain, dengan kata lain, tidak mencuri.

3. Mengetahui bagaimana ukuran yang moderat dalam hubungan seksual:
Dalam kehidupan rumah tangga terdapat struktur keluarga, berdasarkan pada hubungan antara suami dan istri. Mengetahui siapa suami atau istri kalian, mengetahui ukuran yang moderat, mengetahui batasan-batasan yang layak di dalam kegiatan seksual. Beberapa orang tidak tahu batas. Satu suami atau istri saja tidak cukup, mereka perlu memiliki yang kedua atau yang ketiga.  Kalau menurut saya, kalian tak akan dapat memakai bahkan satu orang pendamping pun secara penuh, jadi untuk memiliki dua atau tiga lagi hanyalah untuk menuruti hawa nafsu saja. Kalian harus mencoba untuk membersihkan pikiran dan melatihnya untuk mengetahui ukuran yang moderat. Mengetahui ukuran yang moderat adalah kemurnian yang sebenarnya, tanpanya tindak tanduk kalian tidak akan ada batasnya. Ketika memakan makanan yang enak, jangan terlalu berkutat pada bagaimana rasanya, pikirkan perut kalian dan pertimbangkan berapa jumlah yang cukup untuk keperluannya. Jika kalian makan terlalu banyak, kalian akan menghadapi masalah, jadi kalian harus mengetahui ukuran yang moderat.

4. Jujur dalam berbicara – ini juga adalah alat untuk melenyapkan kekotoran batin. Kalian harus jujur dan tulus, menyukai kebenaran dan adil.

5. Menghindarkan diri dari pemakaian zat-zat yang memabukkan. Kalian harus menahan diri dan memilih untuk melepaskan hal-hal ini sama sekali. Orang-orang telah cukup dimabukkan oleh keluarga mereka, sanak saudara dan sahabat-sahabat , kepemilikan benda-benda materi, harta kekayaan dan semua yang lain. Itu sebenarnya sudah cukup tanpa harus membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi dengan memakai zat-zat yang memabukkan. Mereka yang memakai dengan jumlah yang banyak, seharusnya mencoba untuk secara bertahap menguranginya dan pada akhirnya melepaskannya semua. Mungkin saya seharusnya meminta maaf kepada kalian, tetapi cara saya berbicara seperti ini adalah untuk kebaikan kalian sendiri, sehingga kalian bisa memahami mana yang baik. Kalian perlu mengetahui sesuatunya itu apa. Hal-hal apa yang menindas kalian di dalam kehidupan sehari-hari kalian? Tindakan-tindakan apa yang menyebabkan kalian tertekan? Perbuatan yang baik memberikan hasil yang baik, dan perbuatan buruk memberikan hasil yang buruk pula. Inilah penyebabnya.

Begitu ketahanan mental menjadi murni, akan ada suatu perasaan jujur dan baik terhadap pihak lain. Ini akan membawa kepada kepuasan dan kebebasan dari kekhawatiran dan penyesalan. Penyesalan yang berasal dari perilaku yang agresif dan merugikan, tidak akan berada di sana. Ini adalah suatu bentuk kebahagiaan. Ia hampir menyerupai suatu keadaan surgawi. Ada kenyamanan, kalian makan dan tidur dengan nyaman, dibarengi dengan kebahagiaan yang muncul dari ketahanan moral. Inilah hasilnya; memelihara ketahanan moral adalah penyebabnya. Ini adalah prinsip dari praktek Dhamma – menahan diri dari perbuatan yang buruk sehingga kebaikan bisa muncul. Jika ketahanan moral dijaga dengan cara ini, kejahatan akan hilang dan kebaikan akan muncul pada tempatnya. Ini adalah hasil dari praktek yang benar.

Tetapi ini bukanlah akhir dari cerita.
Begitu orang-orang mencapai sedikit kebahagiaan, mereka cenderung menjadi tidak perduli dan tidak melanjutkan latihan mereka lagi. Mereka terjebak di dalam kebahagiaan. Mereka tak ingin mengalami kemajuan lagi, mereka lebih menyukai kebahagiaan “di surga”. Ia memang menyenangkan, tetapi di sana tidak ada pemahaman yang sebenarnya. Kalian harus terus merenungkannya agar tidak terperdaya. Renungkanlah lagi dan lagi, tentang kekurangan-kekurangan dari kebahagiaan yang satu ini. Ia fana, ia takkan bertahan selama-lamanya. Tidak lama lagi, kalian akan berpisah darinya. Ia bukanlah hal yang pasti, begitu kebahagiaan hilang maka penderitaan pun muncul pada tempatnya dan air mata menetes lagi. Bahkan makhluk-makhluk surgawi pun akan berakhir di dalam tangisan dan penderitaan.

Jadi, Sang Buddha mengajarkan kita untuk merenungkan kekurangan-kekurangan tersebut, bahwa ada sisi-sisi yang tidak memuaskan dari kebahagiaan. Biasanya, ketika jenis kebahagiaan seperti ini dialami, di sana tidak ada pemahaman yang sebenarnya tentangnya. Kedamaian yang benar-benar pasti dan tahan lama, telah ditutupi oleh kebahagiaan yang penuh tipu daya ini. Kebahagiaan yang satu ini bukanlah jenis kedamaian yang pasti atau kekal, melainkan suatu bentuk kekotoran batin, sejenis kekotoran batin yang lebih halus, yang kita lekati. Setiap orang ingin bahagia. Kebahagiaan muncul disebabkan oleh kesukaan kita terhadap sesuatu. Begitu rasa suka tersebut berubah menjadi ketidaksukaan, penderitaan muncul. Kita harus merenungkan kebahagiaan ini untuk memahami ketidakpastian dan keterbatasannya. Begitu segala sesuatunya berubah, penderitaan pun muncul. Penderitaan ini juga tidak pasti, janganlah berpikir bahwa ia tetap dan mutlak. Perenungan semacam ini disebut adinavakatha, perenungan terhadap ketidakcukupan dan keterbatasan dari dunia yang berkondisi. Ini artinya untuk merenungkan kebahagiaan, daripada menerimanya begitu saja. Memahami bahwa ia tidak pasti, kalian seharusnya tidak cepat-cepat melekat kepadanya. Kalian seharusnya memegangnya tetapi kemudian lepaskanlah ia, untuk melihat manfaat dan bahaya dari kebahagiaan. Untuk bermeditasi dengan terampil, kalian harus melihat kekurangan-kekurangan yang bersatu-padu di dalam kebahagiaan. Renungkan dengan cara ini. Bila kebahagiaan muncul, renungkanlah ia dengan seksama hingga kekurangan-kekurangan itu menjadi jelas.

Ketika kalian melihat bahwa segala sesuatunya itu tidak sempurna (dukkha), batin kalian akan memahami nekkhammakatha, perenungan tentang pembebasan dari hawa nafsu. Pikiran ini akan menjadi tidak tertarik dan mencari jalan keluar. Ketidaktertarikan muncul setelah melihat bagaimana bentuk-bentuk itu sebenarnya, bagaimana citarasa-citarasa itu sebenarnya, bagaimana cinta dan benci itu sebenarnya. Menjadi tidak tertarik artinya bahwa tidak ada lagi keinginan untuk melekat atau terikat pada segala sesuatunya. Ada penarikan mundur dari kemelekatan, sampai pada suatu titik di mana kalian bisa tinggal dengan nyaman, memperhatikan dengan suatu ketenangan yang bebas dari keterikatan. Inilah kedamaian yang muncul dari latihan.

(Cuplikan pilihan dari buku “Meditasi” oleh : YM. Ajahn Chah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar