Senin, Juli 11, 2011

Yang merupakan Ajaran Sang Buddha

YANG MERUPAKAN AJARAN SANG  BUDDHA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa


“Ada kemungkinan, bahwa di antara kalian ada yang berpikir:
`Berakhirlah kata-kata Sang Guru; kita tidak mempunyai seorang Guru lagi.
` Tetapi, Ananda, hendaknya tidak berpikir demikian.
Sebab apa yang telah Aku ajarkan sebagai Dhamma dan Vinaya,
Ananda, itulah kelak yang menjadi Guru-mu, ketika Aku pergi.”

(Mahaparinibbana Sutta, Digha Nikaya 16)


Dewasa ini banyak di antara kita yang dibingungkan oleh kehadiran kelompok-kelompok yang mengajarkan suatu ajaran dengan mengatasnamakan Buddhisme. Banyak pertanyaan yang dilontarkan seperti : Apakah kelompok ini adalah salah satu aliran Buddhisme ? Apakah aliran ini merupakan aliran sesat ? Apakah ajaran ini merupakan ajaran yang diajarkan oleh Sang Buddha ? Dan sebagainya.


Dari kebingungan tersebut timbul sebuah pertanyaan : Bagaimana kita membedakan mana yang merupakan ajaran yang diajarkan oleh Sang Buddha dengan yang bukan ? Apakah Sang Buddha pernah memberikan petunjuk untuk menangani masalah ini ? Jawabannya : “ ya, Sang Buddha telah memberikan petunjuk untuk menangani masalah ini .


Di bumi ini tidak ada Guru lain seperti Sang Buddha. Sang Buddha adalah Guru yang penuh dengan ketelitian, memiliki kecermatan, dan pandangan luas ke depan. Di saat-saat menjelang Parinibbana, sebelum Ia Parinibbana, Ia sudah mempersiapkan, dan memastikan secara benar kesiapan, keutuhan apa yang telah Ia temukan dan ia rintis yaitu keberadaan Dhamma, Vinaya, dan Sangha. Beliau mengatakan bahwa yang menggantian Beliau setelah Ia tiada bukanlah salah satu siswa UtamaNya, bukan Y.A Maha Kasappa yang ahli dalam latihan, bukan Y.A Upali yang ahli dalam Vinaya, dan bukan juga Ananda yang merupakan Bendahara Dhamma. Tetapi yang menggantikan Beliau sebagai Guru bagi para siswaNya adalah Dhamma (ajaran) dan Vinaya (tata tertib). Selain untuk menghindari perselisihan, hal ini ditetapkan juga untuk menghindari pengkultusan individu di masa yang akan datang yang akan menimbulkan kemelekatan pada diri seseorang, dan ini akan mengganggu pencapaian seseorang.


Dengan demikian setelah Sang Buddha parinibbana sampai sekarang tidak ada pengganti diriNya selain Dhamma dan Vinaya.


Lebih jauh seseorang mungkin akan bertanya, „Bagaimana kita mengetahui dan memastikan bahwa Dhamma dan Vinaya yang kita pelajari sekarang adalah Dhamma dan Vinaya yang di ajarkan oleh Sang Buddha?“ Pertanyaan kritis ini sangat penting karena akan menepis kepercayaan membuta terhadap suatu ajaran.


Jauh sebelum Sang Buddha Parinibbana, Ia juga telah memberikan batasan mengenai apa-apa saja yang termasuk dalam Dhamma dan Vinaya. Hal ini berguna untuk membedakan mana yang merupakan ajaran Sang Buddha dan mana yang bukan, yang mana Dhamma dan yang mana Vinaya.

Dalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Mahapajapati Gotami:


"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.`


"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: `Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah` - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: `Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.`


Begitu juga dalam Satthu Sasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80) , Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A. Upali :


"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.`"


"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: `Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana` - dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.`


Dari petunjuk Sang Buddha berupa kriteria Dhamma dan Vinaya dalam Gotami Sutta maupun SatthuSasana Sutta kita bisa melihat, menganalisa, meneliti secara hati-hati terhadap berbagai macam ajaran yang kita temui dewasa ini, sehingga kita bisa menemukan mana yang bukan ajaran Sang Buddha (yang menyimpang dari ajaran Sang Buddha), mana yang tidak. Misalnya ketika kita menemukan sebuah ajaran yang mengajarkan untuk membunuh dengan alasan tertentu, kita bisa menjadikan penjelasan Sang Buddha mengenai apa itu Dhamma dan Vinaya sebagai panduan. Setelah kita menganalisanya, kita dapat mengetahui bahwa membunuh itu menuju pada nafsu dan tidak menuju pada pelepasan, maka ajaran yang mengajarkan untuk membunuh tersebut bukan merupakan Dhamma dan Vinaya, bukan ajaran Sang Buddha. Dan kita perlu menghindarinya.


Dari apa yang disampaikan di atas, semoga kebingungan kita akan pembedaan antara mana yang merupakan ajaran Sang Guru Buddha atau bukan, yang merupakan Dhamma dan Vinaya atau bukan, serta yang merupakan aliran Buddhisme atau bukan, dapat kita ketahui dan pahami.



Delapan ciri-ciri yang menandai apakah yang merupakan Dhamma dan Vinaya


Apabila suatu Dhamma, apapun bentuknya dan dengan alasan apapun, jika bertujuan :

  1. Merangsang indriya-indriya dan pikiran.
  2. Tidak membebaskan diri dari dukha.
  3. Tidak membuat puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.
  4. Menginginkan banyak.
  5. Tidak puas dengan apa yang telah dimiliki, dengan kata lain, setelah memperoleh ini, ingin itu,
  6. Terlalu banyak bergaul dengan teman-teman di dalam masyarakat (hanya untuk Bhikkhu).
  7. Malas dan menghabiskan waktu dengan sia-sia.
  8. Sukar dirawat dan dibantu (banyak keinginan dan tidak pernah merasa puas dengan apa  yang diperolehnya).

Maka, kita mengetahui bahwa Dhamma macam ini adalah BUKAN Dhamma dan Vinaya yang diajarkan oleh Sang Buddha.


Sebaliknya, apabila Dhamma ini, apapun bentuknya dan dengan alasan apapun, jika bertujuan :

  1. Mengurangi rangsangan indriya-indriya dan pikiran.
  2. Membebaskan diri dari dukkha.
  3. Tidak menumpuk kilesa (kekotoran batin).
  4. Puas dengan sedikit.
  5. Puas dan bahagia dengan apa yang telah dimiliki.
  6. Hidup di tempat-tempat yang sunyi, jauh dari orang-orang lain (hanya untuk para Bhikkhu).
  7. Usaha yang bersemangat.
  8. Mudah dirawat dan dibantu.

Maka, kita mengetahui bahwa Dhamma semacam ini adalah Dhamma dan Vinaya yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.

(Anguttara Nikaya IV. 280)


Disusun kembali oleh : Tanhadi 

Sumber : 
- Kitab Suci Tipitaka -Anguttara Nikaya 
- Internet

Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia


]˜


Tidak ada komentar:

Posting Komentar