Jumat, November 29, 2013

Bhikkhu yang Bahagia

BHIKKHU YANG BAHAGIA
(Kegembiraan Dari Kehidupan Spiritual)
by: Selfy Parkit in Buddhist Tales (Jataka),
Diterjemahkan oleh Selfy Parkit.

Suatu ketika, ada laki-laki kaya terkemuka. Ketika ia menjadi lebih tua, ia menyadari bahwa penderitaan berumur tua sama halnya seperti kaya dan miskin. Jadi ia melepaskan kekayaan dan kedudukannya dan pergi ke dalam hutan untuk hidup sebagai seorang bhikkhu yang miskin. Ia berlatih meditasi dan mengembangkan pikirannya. Ia membebaskan dirinya dari pikiran-pikiran yang tidak berfaedah, menjadi merasa puas dan bahagia. Ketenangan dan keramahannya secara bengangsur-angsur menarik 500 pengikut pendampingnya.

Pada saat itu, dahulu kala, kebanyakan dari bhikkhu-bhikkhu biasanya kelihatan sangat serius. Tetapi ada satu orang bhikkhu yang walaupun ia sangat dihargai, ia selalu menampilkan paling sedikit tersenyum. Tak perduli apa pun yang terjadi, ia tidak pernah kehilangan cahaya kehagaiaan di dalam dirinya. Lalu dalam keadaan bahagia, ia memiliki senyum yang paling lebar dan tertawa yang paling hangat di antara semuanya.

Kadang bhikkhu-bhikkhu, orang lain akan bertanya kepadanya, kenapa ia sangat bahagia, selalu tersenyum. Ia tertawa kecil dan berkata, “Jika aku memberi tahumu, kau tidak akan percaya! Dan jika kau berpikir aku berkata bohong, ini akan menjadi sebuah aib untuk guruku.” Guru tua yang bijaksana tahu sumber dari kebahagiaan yang tidak akan bisa dihapus dari wajahnya. Ia menjadikan bhikkhu paling bahagia ini sebagai asisten utamanya.

Setahun setelah musim hujan, Bhikkhu tua dan 500 pengikutnya pergi ke kota. Raja mengijinkan mereka untuk tinggal di dalam kebunnya yang indah selama musim semi.

Raja ini adalah orang baik, yang sungguh-sungguh bertanggung jawab sebagai seorang raja. Ia berusaha melindungi rakyatnya dari bahaya, dan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan mereka. Ia harus selalu hati-hati mengenai kerajaan tetangga, beberapa dari mereka tidak ramah dan ada yang mengancam. Ia harus sering berdamai antara menteri-menteri negara saingannya.

Terkadang istri-istrinya bertengkar untuk mendapatkan perhatiannya, dan untuk kenaikan pangkat anak-anak mereka. Ada kalanya, persoalan ketidakpuasan bahkan mengancam hidup dari raja itu sendiri. Sudah tentu, ia tidak henti-hentinya harus khawatir tentang keuangan kerajaan. Pada kenyataannya banyak hal yang harus dikhawatirkannya, sehingga ia tidak pernah punya waktu untuk menjadi bahagia!

Ketika mendekati musim panas, ia tahu bahwa bhikkhu-bhikkhu sedang bersiap-siap untuk kembali ke hutan. Mengingat kesehatan dan kesejahteraan dari pemimpin yang tertua, raja pergi menemuinya dan berkata, “Yang terhormat, sekarang kau sangat tua dan lemah. Apa baiknya kembali ke hutan? Kau dapat mengirim pengikut-pengikutmu kembali, sementara kau tetap di sini.”

Kemudian kepala bhikkhu itu memanggil asisten utamanya dan berkata, “Sekarang kau adalah pemimpin bhikkhu lainnya, sementara kalian semua tinggal di dalam hutan. Karena aku terlalu tua dan lemah, aku akan tetap di sini seperti apa yang ditawarkan oleh Raja.” Jadi 500 orang bhikkhu itu kembali ke hutan dan bhikkhu tua tetap tinggal.

Asisten utama itu melanjutkan berlatih meditasi di hutan. Ia mendapatkan banyak sekali kebijaksanaan dan kedamaian yang membuatnya bahkan lebih bahagia dibandingkan sebelumnya. Ia merindukan gurunya dan ingin membagi kebahagiaannya bersama gurunya. Jadi ia kembali berkunjung ke kota.

Ketika asisten utama itu sampai, ia duduk di atas sebuah permadani di kedua kaki si Bhikkhu tua. Mereka tidak bicara terlalu banyak, tetapi sering sekali asisten utama akan berkata, “Kebahagiaan. Oh.. kebahagiaan!”

Kemudian raja datang berkunjung. Ia menunjukkan rasa hormatnya kepada bhikkhu kepala. Akan tetapi, bhikkhu yang dari hutan itu terus saja mengatakan “Kebahagiaan. Oh.. kebahagiaan!” Dia bahkan tidak berhenti untuk menyapa raja dan menunjukkan rasa hormat yang sepantasnya. Hal ini menggangu sang raja, dan ia berpikir, “Dengan segala kekhawatiranku, sesibuknya aku dalam mengurusi kerajaan. Aku menyediakan waktu luang untuk berkunjung dan bhikkhu ini tidak cukup menghormatiku bahkan mengenaliku. Sungguh sebuah penghinaan!” Ia berkata kepada bhikkhu senior dari dua orang bhikkhu itu, “Yang mulia, bhikkhu ini pasti bodoh karena kebanyakan makan. Itu sebabnya kenapa ia sangat dipenuhi oleh kebahagiaan. Apakah ia hanya bermalas-malas setiap saat?”

Si kepala bhikkhu menjawab, “Oh Raja, sabarlah dan aku akan memberitahu mu sumber dari kebahagiaannya. Tak banyak yang mengetahui hal ini. Dulu ia adalah seorang raja sama kaya dan hebatnya seperti Anda! Lalu ia ditahbiskan menjadi seorang bhikkhu dan melepaskan kehidupannya sebagai raja. Saat ini ia berpikir bahwa kebahagiaannya yang dulu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kegembiraannya saat ini!”

“Ia terbiasa dikelilingi laki-laki bersenjata, yang menjaga dan melindunginya. Sekarang, duduk sendiri di dalam hutan tanpa takut apa pun, ia sudah tidak perlu penjaga yang bersenjata. Ia sudah melepaskan beban dari kekhawatiran tentang kekayaan yang harus dilindungi. Sebaliknya, bebas dari kekhawatiran akan kekayaan dan kekuatan rasa takut, kebijaksanaannya melindungi dirinya dan orang lain. Ia mengalami kemajuan dalam meditasinya sampai kepada kedamaian diri, yang membuatnya terus berkata, “Kebahagiaan! Oh.. kebahagiaan!”

Raja menjadi mengerti. Mendengar cerita bhikkhu yang bahagia membuatnya merasa damai. Ia tinggal sejenak dan menerima nasihat dari kedua bhikkhu tersebut. Kemudian ia menghormat mereka dan kembali ke istana.

Kemudian, si Bhikkhu bahagia yang pernah menjadi seorang raja menghormati gurunya dan kembali ke hutan. Bhikkhu ketua hidup sampai sisa hidupnya, meninggal dunia dan terlahir kembali di surga tingkat tinggi.

Pesan moral :
Tak melekat oleh kekayaan dan kekuatan, akan meningkatkan kebahagiaan.


Sumber:
Prince Goodspeaker – Buddhist Tales for Young and Old Volume 1, Stories 1-50



-oOo-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar