Sabtu, Juli 17, 2010

KUMPULAN SABDA SANG BUDDHA (Pencapaian Jhana)

1. Bila semua langkah-langkah yang telah diperbincangkan di atas dilaksanakan secara teratur, maka dalam waktu yang cukup panjang dan bila prasyaratnya memungkinkan, keadaan batin yang disebut jhana akan dicapai. Kata jhana berarti 'mempertimbangkan' atau 'mematangkan-pikiran', Sang Buddha melukiskan empat tingkat dari keadaan ini, setiap tingkat lebih murni dan halus dari tingkat sebelumnya. Keadaan batin inilah yang dialami oleh Sang Buddha beberapa saat sebelum Pencerahan dan yang menuntun Beliau mencapai Pencerahan (lihat 209, 210). Di dalam Dhammapada, Beliau menggarisbawahi pentingnya Jhana, dengan bersabda:

Tanpa jhana, tak ada kebijaksanaan;
Tanpa kebijaksanaan, tak ada jhana;
Tapi dia yang telah memiliki jhana dan kebijaksanaan,
Sebenarnya telah dekat pada Nibbana.
(Dhammapada :372)

2. Sang Buddha melukiskan Jhana pertama, sebagai berikut:

Terlepas dari kesenangan-indriawi dan keadaan batin yang tak-terlatih, seorang memasuki dan menetap di Jhana Pertama, yang ditandai oleh batin yang berpikir dan berkhayal, diisi kegembiraan dan kebahagiaan yang terlahir dari keterlepasan. Dan dengan kegembiraan dan kebahagiaan yang lahir dari keterlepasan, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya yang tidak disentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari keterlepasan. Bagaikan seorang penjaga permandian yang terlatih atau pembantunya, mengadoni bubuk mandi yang telah disirami air, membentuk darinya sebuah gelembung di dalam sebuah mangkuk logam, yang darinya tidak ada embun yang terbebas- dengan cara yang sama, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada bagian yang tak tersentuh.
(Digha Nikaya I : 73)

3.  Kita akan melihat dengan teliti Jhana Pertama sehingga dapat dikenal sewaktu dicapai. Berpikir (vitakka, dari kata 'takka' yang berarti menalar) mengacu pada berpikir dengan sadar dan langsung, biasanya dalam bentuk atau usaha pemecahan masalah. Berkhayal (vicara, dari kata 'carati' yang berarti bergerak atau mengembara) mengacu pada pikiran yang terpencar dan tak berhubungan satu sama lain yang sudah demikian jauh mewarnai pikiran yang biasa.

Berpikir adalah tangan yang memegang dengan kuat, dan berkhayal adalah seperti tangan yang menggosok; pada seorang yang dengan kuat memegang sebuah piring logam bernoda dengan satu tangan, sedang tangan yang lain menggosoknya dengan bubuk-penggosok, minyak dan sabut penggosok.
(visuddhimagga 142)

 4. Begitu Jhana Pertama dicapai, maka tidak lama berselang perhatian bisa terpusat (ekodibhava) dan terpaku pada gerakan pernapasan, pikiran-pikiran berhenti sama sekali (avitaka avicara), ketenangan mendalam dialami (sampasadana) dan batin terkonsentrasi penuh. Keadaan ini disebut Jhana Kedua dan dilukiskan oleh Sang Buddha, sebagai berikut:

Dengan terhentinya Pikiran dan Khayalan, dengan mencapai ketenangan mendalam dan batin yang menyatu, seseorang memasuki dan berdiam di Jhana Kedua, tidak ada Pikiran dan Khayalan lagi dalam batin, terisi Kegembiraan dan Kebahagiaan yang terlahir dari konsentrasi. Dan dengan Kegembiraan dan Kebahagiaan yang terlahir dari konsentrasi, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya, sedemikian sehingga tak ada satu bagian pun di tubuhnya yang tidak disentuh oleh kegembiraan dan kebahagiaan yang timbul dari konsentrasi.

Bagaikan kolam yang terisi oleh mata-air, tanpa sumber dari jurusan manapun, dengan hujan yang dikirim dewa menyiraminya dari waktu ke waktu, air sejuk dari mata-air dibawahnya akan menutupi, mengisi dan merembesi kolam itu dengan air sejuk sehingga tidak ada bagian yang tak tersentuh lagi olehnya - dengan cara yang sama, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada lagi bagian yang tak tersentuh.
(Digha Nikaya I : 74)


5. Sang Buddha mengajarkan Empat Dasar Kesadaran (satipatthana), empat hal yang darinya kita akan menggembangkan kesadaran/kemawasan kita atau mengarahkan kesadaran kita padanya (Empat Dasar Kesadaran tersebut). Bisa dimaklumi, Empat Dasar Kesadaran adalah Kesadaran pada tubuh-jasmani (kayanupassana), Kesadaran pada Perasaan (vedananupassana), Kesadaran pada Batin (cittanupassana), dan Kesadaran pada Keadaan-Keadaan/Obyek-obyek mental (dhammanupassana). Kesadaran pada Tubuh-jasmani berarti kita menyadari pergerakan-pergerakan, ketegangan-ketegangan, datang dan perginya tubuh kita. Sang Buddha melukiskannya sebagai berikut:

Sewaktu berjalan, dia menghayatinya: "Saya berjalan," atau sewaktu dia berdiri diam, dia menghayatinya: "Saya berdiri diam," atau sewaktu dia duduk, dia menghayatinya: "Saya duduk." Atau sewaktu dia berbaring, dia menghayatinya: "Saya berbaring." Dengan demikian, bagaimanapun kecenderungan tubuhnya, dia menghayatinya bahwa demikianlah keadaannya. Demikian pula, sewaktu dia pergi atau datang, dia bertindak dalam keadaan sadar sepenuhnya; sewaktu dia melihat ke depan atau menoleh ke belakang, sewaktu dia membengkokkan atau merentangkan lengannya, sewaktu dia membawa jubah-luarnya, jubahnya atau mangkuknya, dia adalah seorang yang bertindak dengan kesadaran penuh. Sewaktu dia makan, minum, mengunyah atau mengecap, sewaktu dia ke peturasan, sewaktu dia berjalan, berdiri, duduk, tertidur atau terbangun, berbicara atau diam, dia adalah seorang yang bertindak dengan kesadaran sepenuhnya. Sewaktu dia dalam keadaan seperti berikut - rajin, bergairah, berketetapan-hati - semua ingatan-ingatan dan rencana-rencana duniawi dihapusnya, maka dengan sendirinya batin akan reda, tenang, kesatu-titik dan terkonsentrasi. Dengan cara ini seseorang mengembangkan Kesadaran pada Tubuh-jasmani.
(Majjhima Nikaya I : 57)

6. Kesadaran pada Perasaan-perasaan berarti kita menyadari bermacam-macam sensasi-sensasi/perasaan-perasaan yang timbul dalam diri kita, dan sekali lagi kita sekadar mengamatinya, seakan-akan dari kejauhan terlepas darinya.

Bagaimana seorang melaksanakan Kesadaran pada Perasaan-perasaan? Sewaktu mengalami perasaan yang menyenangkan, dia mengetahuinya: "Saya sedang mengalami perasaan yang menyenangkan." Sewaktu mengalami perasaan yang menyakitkan, dia mengetahui: "Saya sedang mengalami perasaan yang menyakitkan," dan sewaktu mengalami perasaan yang netral, dia mengetahuinya: "Saya sedang mengalami perasaan yang netral." Sewaktu mengalami perasaan menyenangkan, menyakitkan atau netral yang duniawi, dia mengetahui bahwa itu adalah duniawi, dan sewaktu mengalami perasaan menyenangkan, menyakitkan atau netral yang tidak-duniawi, dia mengetahui bahwa itu tidaklah duniawi. Dengan demikian, dia tinggal-berdiam, merenungkan perasaan-perasaan ke dalam dan ke luar. Dia tinggal-berdiam merenungkan faktor-faktor awal-permulaannya dan faktor-faktor akhir-bubarnya perasaan, atau kesadarannya bahwa "itu adalah perasaan" telah meluas berkembang pada kesadaran dan pengetahuan. Secara tidak tergantung dia tinggal-berdiam, tidak bergantung lagi pada dunia.
(Majjhima Nikaya I : 59)

7. Kesadaran pada Batin adalah kemawasan pada nilai-nilai dalam batin dari waktu ke waktu; apakah banyak pikiran, apakah terlibat suatu emosi, apakah sedang kacau, dan seterusnya.

Bagaimana seorang, hidup dengan melaksanakan Kesadaran pada Batin? Menyangkut ini, dia mengetahui batin yang serakah sebagai batin yang serakah, batin yang tidak serakah sebagai batin yang tidak serakah. Batin yang membenci sebagai batin yang membenci, batin yang tidak membenci sebagai batin yang tidak membenci. Batin yang gelap-berkhayal sebagai batin yang gelap-berkhayal, batin yang tidak gelap-berkhayal sebagai batin yang tidak gelap-berkhayal. Batin yang patuh-menurut sebagai batin yang patuh-menurut, batin yang kacau-teralihkan sebagai batin yang kacau-teralihkan, batin yang berkembang sebagai batin yang berkembang, batin yang belum berkembang sebagai batin yang belum berkembang. Dia mengetahui batin yang 'keadaan mental yang tertentu' nya menonjol sebagai batin yang 'keadaan mental-tertentu' nya menonjol, batin yang tidak ditandai 'keadaan mental-tertentu' yang menonjol sebagai batin yang tidak ditandai 'keadaan mental-tertentu' yang menonjol. Dia mengetahui batin yang berkonsentrasi sebagai batin yang terkonsentrasi dan batin yang tidak berkonsentrasi sebagai batin yang tidak terkonsentrasi, batin yang bebas sebagai batin yang terbebas dan batin yang belum bebas sebagai batin yang belum terbebas.

Jadi, seorang tinggal-berdiam merenungkan batinnya ke dalam dan ke luar. Dia tinggal-berdiam merenungkan faktor-faktor awal-permulaannya dan faktor-faktor akhir-bubarnya isi batin, atau kesadarannya bahwa "itu adalah batin" telah meluas berkembang pada kesadaran dan pengetahuan. Secara tidak tergantung dia tinggal-berdiam, tidak bergantung lagi pada dunia.
(Majjhima Nikaya I : 59)

8. Bagaimana melaksanakan Meditasi Kesadaran? Seperti sebelumnya, kita duduk dalam posisi yang nyaman, menutup mata, tangan di pangkuan, lalu melaksanakan meditasi kesadaran pada pernapasan sebentar, sekitar sepuluh menit. Lalu kita memilih salah satu dari Empat Dasar Kesadaran, Kesadaran pada Keadaan-mental adalah yang terbaik untuk memulai latihan kita. Setelah segala pikiran-pikiran memudar, kita semata-mata mengamati pikiran-pikiran yang timbul, menetap sebentar dan menghilang, tanpa beraksi padanya, Sang Buddha melukiskan latihan ini, sebagai berikut: "Lihatlah,pikiran-pikiran timbul; lihatlah, pikiran-pikiran menetap; lihatlah, pikiran-pikiran pergi" (vidita vitakka uppajjanti, vidita upatthahanti, vidita abbattham gacchanti).(Samyutta nikaya V :181) Kita hendaknya menjadi sebagai apa yang disebut oleh Sang Buddha "pengamat-lepas dari isi batin" (ajjhupekkhita).(Samyutta Nikaya V :332) Bila tidak ada pikiran (untuk diperhatikan) yang muncul, maka kita kembali saja memperhatikan masuk-keluarnya napas. Sebaliknya juga, bila pikiran sangat kuat menggoda timbul, sehingga sangat sulit menghindar, maka sebaiknya kita juga kembali sebentar memperhatikan pernapasan. Latihan sebaiknya dilakukan sedikitnya satu jam setiap hari. Ada dua hal yang akan berkembang maju, seiring dengan kemajuan meditasi kita, yakni Kesadaran/kemawasan/kewaspadaan (sati), dan Keseimbangan (upekkha), dan bersamanya memberi kebahagiaan yang tenang dan santai. Keadaan ini disebut sebagai Jhana Ketiga dan dilukiskan oleh Sang Buddha sebagai berikut:

Dengan memudarnya Kegembiraan, seorang tetap seimbang, sadar sepenuhnya, dan dia mengalami di dalam dirinya sendiri kebahagiaan yang disebut oleh Yang Mulia sebagai: "Sangatlah bahagia dia yang tinggal-menetap dalam Keseimbangan dan kesadaran" sebab dia memasuki dan tinggal-menetap dalam Jhana Ketiga. Dan dengan Kebahagiaan yang bebas dari Kegembiraan dia menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya, sedemikian sehingga tak ada satu bagianpun di tubuhnya yang tidak disentuh oleh Kebahagiaan.

Bagaikan kolam yang terisi teratai biru, merah atau putih, bunga-bunga tersebut terlahir di dalam air, tumbuh di dalam air dan diberi makan oleh air, tapi belum muncul di permukaan air dan oleh karenanya tertutupi, terisi dan terembesi dengan air sejuk kolam itu; dengan cara yang sama, seorang menutupi, mengguyur, mengisi dan merembesi seluruh tubuhnya sehingga tidak ada lagi bagian yang tak tersentuh.
(Digha Nikaya I: 75)

9. Mereka yang sudah mengembangkan kesadaran/kewaspadaan yang kuat, seperti Sang Buddha sendiri, adalah bagaikan bunga teratai, tumbuh ditengah-tengah Lumpur, tapi tidak ternodai karenanya.

Sang Tathagata hidup bebas, tak tergantung dan terlepas dari tubuh-jasmani, perasaan-perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk mental, kesadaran-hidup, kelahiran kembali, kelapukan dan gairah-nafsu. Bagaikan teratai biru, merah ataupun putih dilahirkan di dalam air, tumbuh di dalam air, ketika mencapai permukaan air, tetap seperti itu tak tersentuh oleh air, demikian pula Sang Tathagata, terbebas, tak-melekat dan terlepas dari semuanya tinggal-menetap dengan batin yang batas-batasnya telah dilumpuhkan.
(Anguttara Nikaya V :151)

5 komentar:

  1. Namaste

    Saya Sangat tertarik dengan Blog Yang Anda buat ini,
    sekalian Saya mohon Izin buat copas dan Share di Perpus Pribadi Ku yang Sekarang masih dalam Keadaan terbuka buat Umum Saya rasa ada baiknya Buat Catatan Saya sendiri Saja dulu
    Met pagi n Tx banget
    dan BBU SSBS
    Namaste

    BalasHapus
  2. Namo Buddhaya,

    Terima kasih atas kunjungan anda ke Blog saya ini, dan saya berbahagia bisa berbagi Dhamma dengan anda dan Silahkan saja copas buat mengisi kelengkapan perpus anda tsb.

    Salam saya dalam Dhamma,

    Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

    BalasHapus
  3. such a wonderful blog

    BalasHapus
  4. Namo Budhhaya,
    Terima kasih tulisannya, sangat banyak membantu dalam pemahaman dan pendalaman.

    BalasHapus
  5. Tulisanya sangat bagus, semoga membantu kita semua dalam merealisasikan Nibhana

    BalasHapus