Rabu, Agustus 06, 2025

Kesabaran dan Pengendalian Diri

 

KESABARAN DAN PENGENDALIAN DIRI

(Berdasarkan Kakacupama Sutta, MN 21)

 

Dalam sutta ini, Sang Buddha menceritakan bagaimana seorang bhikkhu seharusnya bersikap terhadap kritik, penghinaan, dan bahkan perlakuan kekerasan. Beliau memberikan perumpamaan yang sangat tajam: “Jika para perampok memotong tubuhmu bagian demi bagian dengan gergaji bermata dua, dan kamu menimbulkan kebencian terhadap perampok itu, kamu tidak menjalankan ajaran-Ku.”

 

Sutta dimulai dengan kisah seorang bhikkhu bernama Bhikkhu Moliya Phagguna, yang terlalu melibatkan diri dalam urusan perempuan awam, dan ketika dinasihati oleh Sang Buddha, ia menjadi marah. Sang Buddha kemudian memberi pelajaran mendalam tentang pengendalian batin dan pentingnya memelihara cinta kasih tanpa batas, bahkan terhadap mereka yang menyakiti kita secara fisik.

 

Inti Ajaran

 

1.     Kesabaran Sejati

Kesabaran tidak hanya berarti menahan diri dari membalas saat disakiti secara verbal atau fisik, tetapi juga menjaga batin tetap lembut dan tidak membenci.

 

2.     Pikiran Seperti Tanah

Sang Buddha berkata bahwa batin seorang bhikkhu hendaknya seperti tanah: tidak marah atau membenci, apa pun yang dibuang ke atasnya.

 

3.     Perumpamaan Gergaji

“Bahkan jika perampok memotongmu dengan gergaji bermata dua, dan kamu membenci mereka, kamu tidak menjalankan ajaranku.”

 

Ini adalah titik kulminasi dari sutta—menggambarkan tingkat tertinggi pengendalian diri dan cinta kasih.

 

4.     Cinta kasih Tanpa Batas (Metta)

Dalam situasi apa pun, seseorang hendaknya memancarkan cinta kasih (metta) terhadap semua makhluk tanpa memandang bagaimana mereka memperlakukan kita.

 

Kutipan Kunci

 

“Para bhikkhu, kalian harus berlatih demikian: ‘Kami akan menjaga batin kami tetap tak ternoda, dengan ucapan penuh cinta, penuh kasih, tanpa kebencian di dalam hati, dan kami akan menetap memancarkan cinta kasih kepada orang tersebut; dan mulai dari dirinya, kami akan memancarkan cinta kasih ke seluruh dunia.’”

 

Refleksi dan Renungan

1.     Apakah saya mudah marah saat dihina atau diperlakukan tidak adil?

2.     Bisakah saya menumbuhkan cinta kasih terhadap mereka yang tidak menyukai saya?

3.     Dalam konflik, apakah saya mampu menjaga batin tetap tenang dan welas asih?

 

Relevansi untuk Kehidupan Sehari-hari

 

Sutta ini sangat relevan di zaman sekarang, ketika banyak orang cepat marah atau tersinggung di media sosial atau dalam hubungan sosial. Dengan mempraktikkan prinsip Kakacupama Sutta, kita belajar mengendalikan reaksi emosional dan memancarkan cinta kasih tanpa syarat.

 

Penutup

 

Kakacupama Sutta adalah pedoman luhur tentang keteguhan hati dalam cinta kasih. Ia menantang kita untuk melihat jauh melampaui kebiasaan membalas dendam atau marah. Jalan Dhamma adalah jalan kesabaran, welas asih, dan kekuatan batin—bahkan di tengah penderitaan paling parah.

 

Salam Metta,

 

Sabbe satta bhavantu sukhitatta

 

 

-oOo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar