Jumat, Oktober 14, 2011

Dhamma Vibagha II (Penggolongan Dhamma) Kelompok Tujuh



DHAMMA VIBHAGA II
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
Kelompok Tujuh


Sumber : Dhamma Vibhaga - Penggolongan Dhamma;
oleh: H.R.H. The Late Patriarch Prince Vajirananavarorasa;
alih bahasa : Bhikkhu Jeto, Editor : Bhikkhu Abhipanno;
Penerbit : Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta; Cetakan Pertama 2002)


KELOMPOK TUJUH

1.  KEKOTORAN-KEKOTORAN BATHIN YANG LATEN (ANUSAYA)

1.     Nafsu keinginan indria (kamaraga)
2.     Mudah tersinggung (patigha)
3.     Melekat pada pandangan-pandangan keliru (ditthi)
4.     Keragu-raguan atau kebimbangan (vici kiccha)
5.     Kesombongan (mana)
6.     Melekat pada kehidupan (bhavaraga)
7.     Ketidaktahuan (avijja)

An. Sa. 23/8

·   KETERANGAN

Istilah anusaya, secara harfiah berarti apa yang sedang tidur di bawah atau apa yang sedang tidur beristirahat. Itu dipergunakan untuk mengartikan bentuk kekotoran-kekotoran bathin halus yang pada keadaan-keadaan biasa seolah-seolah telah lenyap untuk selama-lamanya, tetapi dengan segera dapat muncul pada perbuatan apabila ada rangsangan yang paling kecil sekalipun. Semua ada tujuh macam, yaitu:

1.    Nafsu keinginan indria adalah keinginan akan kesenangan indria.

2.    Mudah tersinggung adalah kemungkinan untuk menjadi marah, yang akan diikuti dengan kebencian, kemauan jahat dan nafsu membalas dendam.

3.    Melekat pada pandangan-pandangan keliru yang nampaknya timbul secara tidak sadar, menunjukkan pada ketidaktahuan akan kenyataan bahwa itu adalah salah.

4.    Keragu-raguan adalah bentuk lain dari ketidaktahuan, menyebabkan kebimbangan dan ketidakpastian.


5.    Kesombongan dapat dipersamakan dengan apa yang dewasa ini disebut egoisme, suatu perasaan lebih unggul atau lebih rendah dibandingkan dengan orang lain.

6.    Melekat pada kehidupan adalah keinginan untuk tetap menjadi, tidak lenyap atau berakhir dari kehidupan.

7.    Ketidaktahuan meliputi dan mencakup semua di dalam artinya. Secara khusus dipergunakan untuk menyatakan ketidaktahuan mengenai Empat Kebenaran Mulia.

Semua hal-hal di atas juga disebut rintangan-rintangan atau belenggu-belenggu.


2.   BAYANGAN-BAYANGAN NAFSU (METHUNASANYOGA)

Ada beberapa petapa atau bhikkhu yang meskipun mempraktekkan hidup suci, tidak pernah mengadakan suatu hubungan seks dengan seorang wanita, masih bersenang-senang menikmati dan asyik di dalam beberapa dari tujuh praktek-praktek berikut, yang disebut bayangan-bayangan nafsu.

1.    Mereka bergembira dengan dibelai-belai, dirawat, dimandikan, dan dipijat oleh para wanita - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan demikian.

2.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih senang tertawa-tawa dan bersenda gurau dengan para wanita - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan yang demikian.

3.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih senang menatap dalam-dalam ke arah mata para wanita - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan yang demikian.

4.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih senang mendengarkan suara-suara para wanita yang sedang bercakap-cakap, menyanyi, tertawa atau menangis di sebelah luar dinding (kamarnya) - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan yang demikian.

5.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih senang mengingat kembali apa yang mereka ucapkan, dan tertawa dengan para wanita - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan demikian.

6.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih senang melihat kaum awam, tua dan muda, yang menikmati kesenangan-kesenangan indria - merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan yang demikian.

7.    Dalam beberapa hal mungkin tidak demikian, tetapi mereka masih menjalankan kehidupan suci dengan harapan untuk dilahirkan kembali di dalam alam-alam deva dan merasa asyik di dalam perbuatan-perbuatan demikian.

Kehidupan suci para bhikkhu atau para pertapa yang demikian pasti akan cepat berakhir, berhenti, ternoda, dan tercela. Kehidupan sucinya menjadi tergoda dan dirasakan dengan bayangan-bayangan nafsu ini, ia tidak mempunyai harapan untuk dapat membebaskan dirinya dari penderitaan.

An. Sa. 23/56

3.  ALAM-ALAM KESADARAN (VIÑÑANATHITI)

a.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh dan pikiran-pikiran yang berbeda.

b.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh yang berbeda, tetapi pikiran-pikiran yang sama.

c.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh yang sama, tetapi pikiran-pikiran yang berbeda.

d.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh dan pikiran yang sama.

e.    Alam kesadaran dimana berdiam makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat meditasi akasanañcayatana.

f.     Alam kesadaran dimana berdiam makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat meditasi viññanañcayatana

g.    Alam kesadaran dimana berdiam makhluk-makhluk yang telah mencapai tingkat meditasi akiñcaññayatana.

An. Sa. 23/41

·         KETERANGAN

1.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh dan pikiran-pikiran yang berbeda adalah meliputi alam manusia, beberapa alam dewa dan beberapa alam hantu kelaparan yang disebut vinipatika. Jelas di dalam dunia manusia, terdapat mereka yang memiliki tubuh-tubuh yang berbeda: pendek, tinggi; hitam, putih, kuning; buruk, cantik dan selanjutnya. Dan mengenai bathin atau pikiran, ada yang pikirannya dikuasai oleh kenafsuan, ada juga yang pikirannya bersih.

2.    Alam kesadaran dimana makhluk-makhluk memiliki tubuh yang berbeda tetapi pikiran-pikiran yang sama adalah meliputi mereka yang telah mencapai tingkat meditasi yang disebut jhana pertama (Kelompok Empat, No, 13).

3.    Mereka yang memiliki tubuh yang sama tetapi pikiran-pikiran yang berbeda adalah mereka yang telah mencapai tingkat meditasi yang disebut jhana kedua, mereka adalah disebut deva-deva Abhissara.

4.    Mereka yang telah mencapai tingkat meditasi yang disebut Jhana ketiga berdiam di alam kesadaran dimana mahkluk-mahkluk memiliki tubuh dan pikiran-pikiran yang sama. Mereka adalah disebut deva-deva Subhakinha.

Tiga alam kesadaran selanjutnya adalah dimiliki oleh mereka yang telah mencapai tingkat-tingkat meditasi tidak berbentuk (No. 7, Kelompok Empat).


4.  TINGKAT-TINGKAT KESUCIAN (VISUDDHI)

a.     Kesucian kemoralan (silavisuddhi)
b.     Kesucian pikiran (cittavisuddhi)
c.     Kesucian Pandangan (ditthivisuddhi)
d.     Kesucian pandangan terang yang mengatasi keragu-raguan (kankha-vitaranavisuddhi)
e.     Kesucian pandangan terang yang menyadari apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan (maggamagga-ñanadassanavisuddhi)
f.      Kesucian pandangan terang yang mengetahui cara praktek (patipada-ñanadassanavisuddhi)
g.     Kesucian pandangan terang (ñanadassanavisuddhi)

Ma. Mu. 12/29

·        KETERANGAN

1.    Melaksanakan peraturan-peraturan atau kemoralan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan status seseorang (sebagai kaum awam, samanera, bhikkhu atau bhikkhuni) adalah termasuk dalam kesucian sila.

2.     Mempraktekkan meditasi atau samadhi dengan salah satu dari tiga tingkatan hasil (No. 17, 18, Kelompok Tiga) adalah kesucian pikiran.

3.    Kesucian pandangan menunjukkan pada kondisi yang dilengkapi dengan pandangan benar mengenai nama dan rupa atau bathin dan materi (atau menurut istilah umum: bathin dan jasmani). Ini adalah penyadaran terhadap sifat mereka, yaitu: tidak kekal, pasti mengalami kehancuran, dan tidak memiliki pribadi atau inti kekal.

4.    Pandangan terang dengan mana seorang siswa mampu menentukan sifat timbul dan tenggelamnya kelompok kehidupan (nama dan rupa) -mengusir keragu-raguannya mengenai hakekat nama dan rupa- di waktu lampau, sekarang, atau yang akan datang adalah disebut pandangan terang yang mengatasi keragu-raguan. Ketidaktahuan, nafsu keinginan, kemelekatan (Kelompok Sebelas) dan kamma (Kelompok Dua Belas) merupakan sebab-sebab umum nama dan rupa. Makanan materi adalah sebab khusus dari 'rupa' atau badan jasmani; enam organ indria dan enam perangsang (obyek) adalah sebab khusus bagi kesadaran (yang termasuk dalam kategori 'nama'); dan kontak (lihat Kelompok Sebelas) adalah sebab khusus bagi tiga bagian lain dari kategori 'nama' (yaitu perasaan, pencerapan, dan bentuk-bentuk pikiran).

5.    Menurut komentar yang belakangan, apabila seorang siswa telah maju sampai ke tingkat ini biasanya timbul beberapa dari kesepuluh kekotoran pandangan terang, yang akan menipu sang siswa ke dalam kesimpulan bahwa ia telah mencapai Penerangan. Maka ia dianjurkan untuk menghadapi suatu pandangan demikian karena itu hanyalah menipu diri sendiri dan dianjurkan untuk menganggap mereka sebagai rintangan-rintangan yang akan membawanya ke arah jalan yang salah. Adalah pandangan terang yang tinggi, dengan mana ia mampu untuk mengetahui mana jalan yang benar dan mana jalan yang salah, yang disebut Kesucian Pandangan Terang yang menyadari apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang bukan.

Sepuluh kekotoran Pandangan Terang yang disebutkan di atas adalah:
1.      Munculnya sinar (obhasa)
2.      Timbulnya pengetahuan (ñana)
3.      Timbulnya kegiuran (piti)
4.      Timbulnya ketenangan (passadhi)
5.      Timbulnya kebahagiaan (sukha)
6.      Timbulnya keyakinan yang menyala-nyala (Adhimokkha)
7.      Timbulnya semangat (Pagghaha)
8.      Timbulnya kemantapan (upatthana)
9.      Timbulnya keseimbangan (upekkha)
10. Timbulnya keinginan yang halus (nikanti)

Harus dimengerti bahwa semua hal di atas disebut kekotoran-kekotoran hanya dalam keadaan pencapaian Pandangan Terang yang lebih tinggi. Demi kemajuan, seorang siswa dianjurkan untuk melawan ikatan pada mereka sebagai titik terakhir, jika tidak ia akan terikat oleh mereka. Serta yang harus diingat adalah jangan menerangkan arti yang telah diketahui kepada orang-orang biasa, yaitu mereka yang belum pernah mengalami sesuatu seperti itu, yang hanya terbelenggu oleh kesenangan-kesenangan indria saja.

Jadi seorang siswa yang tidak terikat oleh pengaruh-pengaruh yang merintangi ini, mengetahui bahwa mereka harus dilampaui demi pencapaian yang lebih tinggi dikatakan memiliki Pandangan Terang yang menyadari apa yang merupakan Sang Jalan dan apa yang yang bukan.

6.    Selanjutnya pada Pandangan Terang yang mengetahui cara praktek. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat No. 6, Kelompok Sembilan.

7.    Akhirnya, Kesucian Pandangan Terang itu sendiri menunjukkan pada Sang Jalan dan Sang Hasil seperti yang telah diterangkan dalam No. 22 dan No. 23, Kelompok Empat.

Menurut kotbah yang disebut Rathavinita dari kitab Majjhima Nikaya, tujuh langkah kesucian ini telah diterangkan sebagai tujuh kereta yang sambung-menyambung, masing-masing membantu mengirimkan sang siswa kepada tujuan terakhir dari pencariannya, yaitu Nibbana atau padamnya penderitaan.

·         CATATAN :


Dapat juga dicatat bahwa enam tingkat-tingkat kesucian yang pertama dikatakan masih bersifat keduniawian (lokiya), sedangkan yang terakhir digolongkan sebagai diatas keduniawian (lokuttara) atas pengertian bahwa itu memperlengkapi Sang siswa dengan Sang Jalan dan Sang Hasil (No.22 dan 23, Kelompok Empat)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar