Jumat, Oktober 14, 2011

Belajar Teori dan Praktik Dhamma

BELAJAR TEORI DAN PRAKTIK DHAMMA
Oleh : Tanhadi



“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa”


Sering kita melihat diantara anggota diskusi di forum Buddhis yang suka mengatakan  “ Yang penting adalah Praktik , jangan berteori melulu..!”.

Secara sepintas , bila kita membaca atau mendengar kalimat tersebut tampaknya mengandung suatu kebenaran.., tapi setelah kita renungkan kembali, maka akan timbul suatu pertanyaan  :

“Apakah ada diantara semua aktifitas  yang kita lakukan ini ‘yang bukan merupakan praktik ?”.

“ Apakah ada diantara semua makhluk hidup ini yang pernah berhenti ber-‘praktik’ barang sedetik pun dalam kehidupannya?”

dan... “Adakah segala sesuatu didunia ini ‘yang bukan merupakan Dhamma?”

Jadi, sesungguhnya, dalam setiap momen , apapun bentuk aktifitas yang kita lakukan, dimana saja, kapan saja adalah merupakan praktik Dhamma.

Belajar memahami Buddha Dhamma melalui Kitab Suci , buku-buku Dhamma, artikel Buddhis, atau mendengarkan Dhammadesana/ceramah Dhamma yang sering dimaknai sebagai TEORI , sesungguhnya juga sudah merupakan Praktik Dhamma,  karena dengan berpengetahuan tentang Dhamma, kita dapat meningkatkan kebijaksanaan serta akan membawa kebahagiaan dalam diri kita sendiri,  dan hal ini dinasihatkan pula oleh Sang Buddha dalam sabdanya :

“ Keinginan untuk belajar akan meningkatkan pengetahuan;
pengetahuan meningkatkan kebijaksanaan.
Dengan kebijaksanaan, tujuan dapat diketahui;
mengetahui tujuan akan membawa kebahagiaan.”
( Theragatha 141 )

Bagaimanapun juga, umat Buddhis yang hanya ‘mementingkan praktik’ dengan membuta terhadap Sutta-Sutta yang merupakan instruksi Sang Buddha, tidak akan dapat memastikan dirinya bahwa apa yang dipraktekkannya itu sudah sesuai dengan jalan yang benar atau malah menjauh dari Ajaran Buddha.

Olehkarenanya, untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Buddha Dhamma, maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu:

1.    Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka atau mendengarkan Dhamma melalui ceramah-ceramah para bhikkhu/dhammaduta, VCD. ( Pariyatti Dhamma )

2.    Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-  hari. ( Patipatti Dhamma)

3.    Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi kejadian- kejadian  hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassana) hingga merealisasi Kebebasan Mutlak. ( Pativedha Dhamma )

Di dalam Majjhima Nikaya Sutta 43, disebutkan bahwa satu dari dua kondisi yang dibutuhkan untuk munculnya Pandangan Benar adalah dengan mendengarkan Dhamma (karena dulu tidak ada kitab Tipitaka/tidak tertulis- namun sekarang kita bisa melalui membaca Kitab Suci Tipitaka ). Dan pada Sutta yang sama ini menyatakan bahwa setelah pencapaian Pandangan Benar, lima kondisi yang penting lainnya juga dibutuhkan untuk mendukung Pandangan Benar untuk pembebasan akhir, tingkat kesucian Arahat. yaitu :

·         Moral yang baik (sila)
·         Mendengarkan Dhamma (dhammasavana)
·         Diskusi Dhamma (dhammasakaccha)
·         Ketenangan pikiran (samatha), dan
·         Perenungan (vipassana)

Demikian pula, seperti yang telah kita ketahui bahwa ‘ Jalan Mulia Berunsur Delapan’ memiliki 3 Inti Dhamma, yaitu :

·         SILA
·         SAMADHI
·         PANNA

Dalam pelaksanaannya, 3 Inti Dhamma atau point-point yang ada didalam ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan’ tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dan tidak dapat di praktikkan secara sendiri-sendiri.

Di ibaratkan ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan’ ini sebagai ‘Tubuh normal/sempurna’ kita (tidak cacat) dan Nibbana sebagai ‘Tujuan’ akhir dari perjalanan kita.

Maka ketika kita sedang berjalan, kita tidak bisa mengatakan bahwa kaki adalah yang paling penting untuk menuju ‘Tujuan’ tersebut, sebab bagaimana bisa ‘kaki’ berjalan sendiri tanpa anggota tubuh kita yang lainnya? ....dan akan terbayang betapa mengerikannya kalau kaki berjalan sendiri tanpa kepala dan tubuh, atau kepala berjalan sendiri tanpa tubuh dan kaki , atau tubuh berjalan sendiri tanpa kaki dan kepala.?

Mengenai hal itu, Sang Buddha pernah bersabda :

“ Tidaklah mungkin, O para siswa,
untuk menguasai Samadhi tanpa menguasai sila.
Tidaklah mungkin pula untuk menguasai Panna
tanpa menguasai Samadhi. ”
(Majjhima Nikaya 10 : Satipatthana Sutta)

Dengan penjelasan tsb. diatas, maka dapat di pahami bahwasanya Praktik Dhamma bukanlah hanya terbatas pada pengertian yang sempit dan terfokus pada praktik Samadhi/Meditasi saja, atau Moralitas  saja dan atau berdasarkan Kebijaksanaan (Panna) saja , pengelompokan 3 inti Dhamma yaitu :  samadhi, sila dan panna itu sendiri hanyalah merupakan ‘kelompok bagian’ dari masing-masing unsur dhamma yang terdapat dalam ‘Jalan Mulia Berunsur Delapan‘ .

Dengan demikian semoga kita sebagai umat Buddhis ‘yang berpikir secara Buddhis’  diharapkan tidak lagi berpandangan sempit - apalagi berpandangan salah terhadap pengertian serta pemahaman dari makna ‘Praktik dan Teori ‘ tersebut.

Terlebih lagi yang memang ‘kurang berpengetahuan’ terhadap ajaran Buddha ini, cobalah anda mengisi pengetahuan anda dengan cara membaca Kitab suci , buku-buku Dhamma ataupun mendengarkan CD maupun secara langsung mendengarkan ceramah para Bhikkhu dan para Dhammaduta di Vihara masing-masing.

Kita harus jujur terhadap diri kita sendiri, usahakanlah untuk mengikis benteng tebal ‘ketidaktahuan’ kita dengan TIDAK BERDALIH : “ Ahh..kamu itu bisanya cuma ber-teori melulu !”, ...” Itu kan teori...praktik dong !”....’ Teori gak penting..yang penting Praktik !” dsb.

Karena dengan mengatakan hal yang demikian, padahal pada dasarnya kita memang tidak /kurang berpengetahuan tentang Buddha Dhamma, bukankah hal itu merupakan ‘perbuatan dengan kehendak yang tidak baik (Akusala Citta)’ melalui Pikiran dan ucapan, yang didasari oleh suatu ketamakan (Lobha), kebencian (Dosa) dan kebodohan (Moha) ?

Semoga tulisan pendek ini bermanfaat,
Semoga kita semua dalam keadaan damai dan sejahtera,
Semoga semua makhluk berbahagia,

Sidoarjo, Oktober 2011

Salam saya dalam Dhamma,

Namo Buddhaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar