Jumat, Oktober 14, 2011

Dhamma Vibagha II (Penggolongan Dhamma) Kelompok Sebelas



DHAMMA VIBHAGA II
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
Kelompok Sebelas


Sumber : Dhamma Vibhaga - Penggolongan Dhamma;
oleh: H.R.H. The Late Patriarch Prince Vajirananavarorasa;
alih bahasa : Bhikkhu Jeto, Editor : Bhikkhu Abhipanno;
Penerbit : Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta; Cetakan Pertama 2002)


KELOMPOK SEBELAS

1. HUKUM ASAL MULA YANG SALING BERGANTUNGAN (PATICCASAMUPPADA)

  • Dengan adanya ketidaktahuan, timbullah ciptaan.
  • Dengan adanya ciptaan, timbullah kesadaran.
  • Dengan adanya kesadaran, timbullah bathin dan jasmani.
  • Dengan adanya bathin dan jasmani, timbullah enam organ indria.
  • Dengan adanya enam organ indria, timbullah kontak.
  • Dengan adanya kontak, timbullah perasaan.
  • Dengan adanya perasaan, timbullah keinginan.
  • Dengan adanya keinginan, timbullah kemelekatan.
  • Dengan adanya kemelekatan, timbullah perwujudan.
  • Dengan adanya perwujudan, timbullah kelahiran.
  • Dengan adanya kelahiran, timbullah usia tua, kematian, duka cita, ratap tangis, kesakitan, kesedihan dan kekecewaan

Demikianlah bagaimana seluruh kumpulan penderitaan menjadi terwujud.

Sam. Ni. 16/1

·         KETERANGAN

Ketidaktahuan yang disebutkan di atas menyatakan delapan macam ketidaktahuan seperti yang telah diterangkan dalam, No. 2, Kelompok Delapan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada sesuatu yang lebih asal dan dasar daripada ketidaktahuan, yang harus dipahami dalam suatu bentuk abstrak, impersonal -keadaan tidak mengetahui (apa yang baik, buruk, dan lain-lain). Sañkhara di sini dimaksudkan untuk menyatakan pencipta-pencipta besar (Kelompok Tiga No. 7), tetapi suatu faham yang lebih umum menyatakan kondisi yang menciptakan dan akan menjadikannya lebih mudah dimengerti. Mengenai kesadaran, arti yang diberikan dalam kitab-kitab suci adalah terlalu terperinci dan terlalu jauh, bahkan dalam hal ini menganggap sebagai kesadaran indria (No. 5, Kelompok Enam, Jilid I). Itu akan lebih langsung apabila hanya Kesadaran Kelahiran Kembali atau Patisandhi viññana yang dimaksudkan di sini. Nama dan rupa pada khususnya menunjukkan pada tubuh manusia dan makhluk-makhluk hidup pada umumnya. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai kontak dan perasaan yang timbul, masing-masing lihat No. 6 dan 7, Kelompok Enam, Jilid I. Keinginan dapat dilihat dalam No. 13 Kelompok Tiga dan Kemelekatan dapat dilihat dalam No. 10, Kelompok Empat. Perwujudan atau Bhava diterangkan sebagai kamma dan kelahiran, tetapi yang terakhir itu jelas sama dengan rantai berikutnya. Karenanya, perwujudan itu seharusnya menyatakan pada konsepsi (dalam kandungan) untuk menghindari kesamaan dari arti dengan istilah yang berikutnya.

URUTAN
Urutan di atas itu disebut Anuloma atau urutan serial. Tetapi itu dapat dibaca dalam urutan yang berlawanan dan disebut patiloma atau urutan kebalikan sebagai berikut:

1.    Usia tua, kematian dan lain-lainnya timbul karena adanya kelahiran.
2.    Kelahiran timbul karena adanya kemelekatan.
3.    Perwujudan timbul karena adanya kemelekatan.
4.    Kemelekatan timbul karena adanya keinginan.
5.    Keinginan timbul karena adanya perasaan.
6.    Perasaan timbul karena adanya kontak.
7.    Kontak timbul karena adanya enam organ indria.
8.    Enam organ indria timbul karena adanya nama dan rupa.
9.    Nama, dan rupa timbul karena adanya kesadaran.
10. Kesadaran timbul karena adanya ciptaan.
11. Ciptaan timbul karena adanya ketidaktahuan.

Sejauh berkenaan dengan mata rantai yang saling berhubungan, maka semuanya berjumlah sebelas, tetapi berkenaan dengan istilah masing-masing yang membentuk suatu rangkaian demikian maka semuanya ada dua belas.

PENGGOLONGAN

Dua belas rangkaian dari sebelas mata rantai itu digolongkan menurut sebab dan akibat sebagai berikut:

1.    Sebab-sebab masa lampau: ketidaktahuan dan ciptaan.
2.    Akibat-akibat sekarang: kesadaran, nama dan rupa, enam organ indria kontak, perasaan, yang dikatakan telah dihasilkan oleh sebab-sebab masa lampau.
3.    Sebab-sebab sekarang: keinginan, kemelekatan dan perwujudan (kamma).
4.    Akibat-akibat yang akan datang: kelahiran, usia tua, kematian dan penderitaan-penderitaan lainnya, memberikan akibat-akibat lagi dalam kehidupan setelah ini.
5.    Menurut waktu, mereka juga dapat digolongkan sebagai:
a.    Masa lampau: ketidaktahuan dan ciptaan.
b.    Masa sekarang: kesadaran, nama dan rupa, enam organ indria, kontak, perasaan, keinginan, kemelekatan, perwujudan (kamma), kelahiran, usia tua dan penderitaan, bathin dan jasmani, yaitu penderitaan yang harus dialami secara berulang-ulang di dalam alam-alam yang akan datang (yang mungkin dalam beberapa alam lain atau alam ini) karena sebab-sebab masa sekarang: keinginan dan kemelekatan (meliputi sebab-sebab lain juga yang memiliki tingkat dan kekuatan yang sama seperti ketidaktahuan).

Berdasarkan atas hubungan-hubungan (sandhi), mereka juga dapat digolongkan sebagai berikut:

·         Menghubungkan sebab dengan akibat: menyatakan hubungan sebab-sebab masa lampau dengan akibat-akibat masa sekarang (lihat I.a dan b diatas).

·         Menghubungkan akibat-akibat sekarang dengan sebab-sebab sekarang: (lihat Ic, dan d diatas).

·         Menghubungkan sebab-sebab sekarang dengan akibat-akibat yang akan datang (lihat Ic dan d diatas).

·        CATATAN :

Harus diperhatikan bahwa:
Bagian-bagian dalam uraian di atas adalah tidak terbatas. Hanya bagian-bagian yang telah dipilih untuk suatu tujuan tertentu dalam suatu hubungan tertentu. Jadi, apabila ketidaktahuan dan ciptaan dinyatakan sebagai sebab masa lampau, itu juga harus dimengerti bahwa keinginan, kemelekatan dan kamma ditinggalkan karena telah dimengerti, tetapi tidak dikesampingkan, karena makhluk yang dikuasai oleh ketidaktahuan pasti memiliki keinginan dan kemelekatan dan juga menghasilkan kamma didalam apapun yang mereka pikir, ucapkan, atau perbuatan. Sama juga, apabila keinginan, kemelekatan dan kamma yang disebutkan, sudah tentu ketidaktahuan dan ciptaan juga termasuk. Ini menyatakan kebenaran kebalikan bahwa keadaan mereka yang dikuasai oleh keinginan, kemelekatan dan kamma adalah karena adanya ketidaktahuan dan ciptaan mereka sendiri.

Apabila kesadaran, nama dan rupa, enam organ indria, kontak dan perasaan disebutkan sebagai akibat-akibat masa sekarang, itu harus dimengerti bahwa mereka meliputi perwujudan, usia tua dan kematian serta lain-lain penderitaan, karena kelompok Pertama (Kesadaran dan lain-lain) juga harus mengalami proses-proses kelahiran dan kematian yang tak ada akhirnya. Dan yang terakhir, akibat-akibat yang akan datang - perwujudan, kelahiran, usia tua, dan kematian, dan lain-lain - adalah juga dimaksudkan untuk menyatakan kembali pada kesadaran, dan lain-lain dalam suatu hubungan rangkaian yang terus-menerus dan tidak ada hentinya, karena dalam uraian terakhir, kelahiran dan kematian dapat dipersamakan dengan kemunculan dan kelenyapan, menyatakan pada hal-hal yang bermateri dan juga yang tidak bermateri.

Pandangan di atas menyatakan arti harfiah dari istilah Pali di mana diperoleh terjemahan 'Hukum Asal Mula yang Saling Bergantungan'. Ini adalah istilah Paticcasamuppada' yang berarti kelangsungan proses kelahiran dari semua rangkaian mata rantai atau faktor-faktor bagian, di sana secara mutlak tidak ada asal atau Sebab Pertama, walaupun istilah Avijja atau ketidaktahuan diletakkan pada bagian pertama dari daftar.

Kenyataan bahwa ketidaktahuan (walaupun bukan merupakan sebab pertama, itu juga tidak dapat dipisahkan dari yang lain-lainnya) untuk mudahnya, dapat dianggap sebagai yang paling mula dan paling penting, dapat dilihat dalam kata-kata Sang Buddha sendiri yang menekankan "Tidak ada permulaan dari ketidaktahuan; ataupun terdapat akhirnya (jika itu tidak dilawan dengan Sang Jalan)". Kalimat Palinya adalah : Avijjaya bhikkhave pubbakoti na paññayati.

Dua macam sebab -adalah pembagian lebih jauh menjadi dua sebab-sebab-, yaitu: sebab dasar dan sebab pembantu. Yang pertama menunjukkan pada kekotoran-kekotoran (ketidaktahuan, keinginan, dan kemelekatan), sedangkan yang kedua menunjukkan pada ciptaan dan kamma (dan mungkin sisa-sisanya, seperti nama dan rupa, enam organ indria, kontak, perasaan, dan selanjutnya.

TIGA LINGKARAN (VATTA, No. 27, Kelompok Tiga)

1.    Lingkaran kenafsuan atau kekotoran, meliputi ketidaktahuan, keinginan, dan kemelekatan.

2.    Lingkaran kamma meliputi ciptaan-ciptaan dan kamma (yaitu perwujudan).

3.    Lingkaran akibat-akibat atau vipaka, meliputi kelahiran, usia tua, kematian dan penderitaan-penderitaan lainnya yang diakibatkan oleh kelahiran.

Dua cara penyusunan, yaitu urutan serial dan urutan kebalikan dari Hukum Asal Mula yang Saling Bergantungan seperti telah diterangkan di atas adalah berdasarkan dasar kehidupan atau dasar timbulnya. Akan tetapi, ada dua cara penyusunan lainnya yang berdasarkan pada dasar pemadaman atau dasar kehancuran sebagai berikut:

(a) URUTAN SERIAL
1.    Dengan padamnya ketidaktahuan, padamlah ciptaan.
2.    Dengan padamnya ciptaan, padamlah kesadaran.
3.    Dengan padamnya kesadaran, padamlah bathin dan jasmani atau nama dan rupa.
4.    Dengan padamnya nama dan rupa, padamlah enam organ indria.
5.    Dengan padamnya enam organ indria, padamlah kontak.
6.    Dengan padamnya kontak, padamlah perasaan.
7.    Dengan padamnya perasaan, padamlah keinginan.
8.    Dengan padamnya keinginan, padamlah kemelekatan.
9.    Dengan padamnya kemelekatan, padamlah perwujudan.
10. Dengan padamnya perwujudan, padamlah kelahiran.
11. Dengan padamnya kelahiran, padamlah usia tua, kematian, duka cita, ratap tangis, kesakitan, kesedihan dan kekecewaan.

Demikianlah seluruh kumpulan penderitaan menjadi padam.

(b) URUTAN KEBALIKAN
  1. Padamnya usia tua, kematian, dan lain-lain adalah mungkin dengan padamnya kelahiran.
  2. Padamnya kelahiran adalah mungkin dengan padamnya perwujudan.
  3. Padamnya perwujudan adalah mungkin dengan padamnya kemelekatan.
  4. Padamnya kemelekatan adalah mungkin dengan padamnya keinginan.
  5. Padamnya keinginan adalah mungkin dengan padamnya perasaan.
  6. Padamnya perasaan adalah mungkin dengan padamnya kontak.
  7. Padamnya kontak adalah mungkin dengan padamnya enam organ indria.
  8. Padamnya enam organ indria adalah mungkin dengan padamnya nama dan rupa.
  9. Padamnya nama dan rupa adalah mungkin dengan padamnya kesadaran.
  10. Padamnya kesadaran adalah mungkin dengan padamnya ciptaan.
  11. Padamnya ciptaan adalah mungkin degan padamnya ketidaktahuan.

Empat cara penyusunan itu seharusnya dapat menunjukkan bagaimana dua belas rangkaian itu saling mengikat dan saling bergantungan, berjalan bersama-sama secara otomatis dan secara serentak. Munculnya salah satu mata rantai menyatakan kemunculan yang selanjutnya, sedangkan padamnya salah satu mata rantai juga berarti pemadaman yang selanjutnya dalam cara yang sama. Ini adalah sesuai dengan arti istilah Pali: "Kemunculan secara serentak dari bermacam-macam sifat yang saling bergantungan".

Akan tetapi, harus dimengerti bahwa rumusan-rumusan yang telah dituliskan di atas tadi hanya dapat dikenakan pada manusia duniawi biasa dan para siswa mulia lainnya, terkecualikan bagi siswa mulia yang telah mencapai tingkat yang tertinggi atau arahanta atau seorang yang telah mencapai Penerangan Sempurna. Kondisi pikiran dari siswa yang telah mencapai tingkat ini diterangkan dalam Abhidhamma (keranjang Metafisika, lihat No. 22, Kelompok Tiga) sebagai berikut:

·         Dengan adanya ciptaan, timbul kesadaran (tak ada ketidaktahuan atau avijja).
·         Dengan adanya kesadaran, timbullah nama dan rupa.
·         Dengan adanya nama dan rupa, timbullah enam organ indria.
·         Dengan adanya enam organ indria timbullah kontak.
·         Dengan adanya kontak timbullah perasaan.
·         Dengan adanya perasaan, timbullah kejernihan pikiran (pasada), (sebagai pengganti keinginan atau tanha).
·         Dengan adanya kejernihan pikiran, timbul kecenderungan terhadap nibbana (adhimokkha) (sebagai pengganti kemelekatan atau upadana).
·         Dengan adanya kecenderungan terhadap nibbana, timbullah perwujudan (bhava) (lihat Catatan No. 8 yang berikut).
·         Dengan adanya perwujudan, timbullah kelahiran.
·         Dengan adanya kelahiran, timbullah usia tua, kematian (dan penderitaan jasmaniah) (tetapi tidak ada duka cita, ratap tangis dan sebagainya).

Susunan ini hanya terdiri dari sepuluh rumusan dan bukan sebelas. Ini karena rumusan itu tidak dimulai dengan ketidaktahuan atau avijja, yang telah dihancurkan oleh seorang arahat.

Sekarang kembali lagi pada rumusan kesatu dalam susunan di atas. Istilah ciptaan mempunyai keterangan yang berbeda, karena istilah Pali untuk itu telah dirubah menjadi kiriyasañkhara, menunjukkan macam ciptaan yang berada diluar batasan baik dan buruk (ini karena istilah sañkhara pada umumnya diartikan sebagai baik dan buruk serta tidak tergoncangkan, yang mana bagian ketiga mungkin berada dalam kategori 'baik', perbedaannya bahwa itu dianggap luar biasa baik, akan tetapi sekalipun demikian adalah tetap baik).

Dalam rumusan 8 terdapat istilah bhava, yang dapat diterjemahkan dengan 'perwujudan' atau, seperti yang lebih umum dipergunakan, 'menjadi'. Salah satu dari dua keterangan tentang bhava adalah kamma, dan karena seorang arahat yang perbuatannya tidak mempunyai kamma dalam arti yang sesungguhnya, tidak dapat diharapkan memiliki suatu kamma yang tertinggal dalam lingkaran Hukum Asal Mula yang saling bergantungan dalam bathinnya. Karena itu harus diartikan sebagai kiriya: suatu perbuatan yang tidak mempunyai latar belakang atau unsur-unsur kekotoran atau noda-noda apapun juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar