Jumat, Oktober 14, 2011

Dhamma Vibagha II (Penggolongan Dhamma) Kelompok Tigabelas



DHAMMA VIBHAGA II
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
Kelompok Tigabelas


Sumber : Dhamma Vibhaga - Penggolongan Dhamma;
oleh: H.R.H. The Late Patriarch Prince Vajirananavarorasa;
alih bahasa : Bhikkhu Jeto, Editor : Bhikkhu Abhipanno;
Penerbit : Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta; Cetakan Pertama 2002)


KELOMPOK TIGA BELAS

1.   PRAKTEK-PRAKTEK KERAS (DHUTANGA)
  1.   Mengenai jubah-jubah
  2.   Mengenakan jubah-jubah kain bekas (Pamsukulikanga)
  3.   Mengenakan tiga jubah (Tecivaranga)
  4.   Mengenai makanan
  5.   Pergi mencari makanan sedekah (Pindapatikanga)
  6.   Menerima makanan sedekah dari satu sisi jalan (Sapadanacarikanga)
  7.   Makan sekali duduk saja (ekasanikanga)
  8.   Makan nasi sedekah (pindapattikanga)
  9.   Menolak makanan yang diberikan belakangan (Khalu-paccha-bhattikanga)
  10.   Mengenai tempat tinggal
  11.   Tinggal di dalam suatu hutan (araññikanga)
  12.   Tinggal di bawah sebatang pohon (rukkhamulikanga)
  13.   Tinggal di suatu tempat terbuka (abbhokasikanga)
  14.   Tinggal di suatu tanah kuburan (sosanikanga)
  15.   Tinggal di tempat apapun yang disediakan (Yatha-santhatikanga)
  16.   Mengenai usaha-usaha
  17.   Duduk (Nesajjikanga)

Khu. M. 29/584; Vis. Dhu. Pa. 74

·         KETERANGAN

Praktek-praktek keras di atas adalah peraturan-peraturan khusus yang diberikan bagi para bhikkhu yang ingin melaksanakannya secara sengaja atau atas kehendak dirinya sendiri. Tidak seperti peraturan-peraturan Vinaya atau patimokkha (peraturan disiplin ke-vihara-an); mereka bukan merupakan suatu keharusan dan jelas dipraktekkan hanya untuk beberapa waktu tertentu saja. Bagi beberapa bhikkhu, praktek-praktek ini berfungsi untuk mempercepat proses penyucian pikiran melalui usaha-usaha khusus dan juga untuk mengembangkan praktek hidup sederhana dan puas dengan kebutuhan-kebutuhan sedikit. Mereka digolongkan menjadi empat bagian seperti diatas.

·         KETERANGAN UNTUK MASING-MASING PRAKTEK

Seorang bhikkhu yang telah bersumpah untuk mengenakan jubah dari kain-kain bekas tidak akan menerima jubah yang dipersembahkan oleh para umat awam. Ia puas dengan jubah (atau potongan-potongan kain untuk membuat jubah) yang dikumpulkan dari tempat kumpulan sampah.

Seorang bhikkhu yang telah bersumpah untuk mengenakan tiga jubah saja merasa puas untuk memiliki tiga jubah pokok saja, tidak mencari yang ke-empat.

Setelah bersumpah pergi keluar untuk mengumpulkan makanan sedekah, seorang bhikkhu tidak akan menerima makanan yang dibawa ke tempatnya, tetapi selalu pergi keluar untuk memperoleh makan melalui usaha-usahanya sendiri.
Sumpah ke-empat agak serupa dengan yang ketiga, tetapi lebih keras dari pada itu yaitu, sewaktu pergi keluar untuk mencari makanan sedekah, seorang bhikkhu juga bersumpah untuk tidak menyeberangi jalan guna memperoleh makanan-sedekah pada sisi jalan lainnya. Jadi ia puas dengan makanan yang dipersembahkan padanya hanya pada satu sisi jalan dan ia juga menerima apapun yang diberikan padanya pada sisi jalan itu secara berurutan, tidak akan melewati satu rumah untuk cepat-cepat memperoleh makanan pada rumah lainnya (untuk memperoleh makanan yang lebih baik)

Sesungguhnya yang kelima adalah sumpah untuk makan sekali saja dalam satu hari, karena apabila seorang bhikkhu telah memutuskan makan sekali duduk saja dalam sehari itu, ia akan melarang dirinya untuk makan makanan lagi setelah ia bangkit dari duduknya itu.

Sumpah untuk makan makanan dari mangkuk-makanan, ia melarang untuk menggunakan tempat kedua atau piring makanan, maka bhikkhu itu makan hanya dari mangkuk-makanan saja

Sumpah yang ketujuh agak serupa dengan yang kelima, yaitu hanya makan sehari sekali saja, tetapi lebih keras dari itu. Di mana seorang bhikkhu sekali telah mulai untuk makan, ia tidak dapat menerima makanan lagi yang dipersembahkan belakangan.

Seorang yang bertempat tinggal di dalam hutan tidak akan tinggal semalam penuh dalam sebuah kota atau desa. Ia akan mencari suatu tempat berteduh yang sekurang-kurangnya satu kilometer jauhnya dari semua jurusan dari sebuah desa atau kota yang terdekat.

Seorang bhikkhu yang telah bersumpah untuk tinggal di bawah sebatang pohon agak menyerupai dengan seorang bhikkhu yang tinggal dalam sebuah hutan, tetapi prakteknya lebih terbatas di mana ia akan tinggal (pada malam hari) di bawah sebatang pohon, bukan di suatu tempat berteduh seperti sebuah gubuk atau sebuah gua.

Seorang bhikkhu yang telah bersumpah untuk tinggal di suatu tempat terbuka adalah juga serupa dengan seorang bhikkhu yang tinggal di dalam sebuah hutan, tetapi prakteknya dalam cara lain itu lebih terbatas, karena ia hanya akan tinggal di suatu tempat terbuka, tidak di bawah sebatang pohon sekalipun.

Seorang bhikhu yang bersumpah untuk tinggal di suatu tanah kuburan adalah lebih keras daripada yang lainnya dari kelompok yang sama. Ia lebih senang berada ditengah-tengah suasana yang membawa pada kebebasan dari nafsu dan kemelekatan pada keduniawaian.

Sumpah untuk tinggal di tempat apapun yang disediakan bagi seorang bhikkhu menyatakan bahwa bhikkhu itu merasa puas dengan tempat apapun yang diberikan padanya di dalam suatu vihara. Ia tidak akan mengeluh apabila ia diharuskan untuk pindah kelain tempat atau untuk tetap tinggal di sana.

Sumpah untuk duduk berarti menghindari sikap berbaring walaupun itu juga tetap dapat berjalan dan berdiri. Jadi seorang bhikkhu yang mempraktekkan sumpah ini tidak dapat berbaring untuk tidur sekalipun pada malam hari. Jelas ini hanya dapat dilakukan untuk sewaktu-waktu saja. Di dalam Dhammapada disebutkan suatu contoh dari seorang bhikkhu bernama Cakkhupala yang mempraktekkan sumpah ini sepanjang masa tiga bulan selama musim hujan. Akhimya ia menjadi buta tetapi juga berhasil dalam mencapai Penerangan Sempurna.

·         TINGKAT-TINGKAT KEKERASAN DIDALAM MENJALANKAN PRAKTEK-PRAKTEK DIATAS

Para bhikkhu yang mempraktekkan sumpah yang sama atau sumpah-sumpah di atas mungkin mempunyai sedikit perbedaan tingkatan kekerasan dalam pelaksanaan mereka. Dalam hal ini disebutkan tiga tingkat yang berturut-turut; ringan, sedang, dan keras.

Mengenakan jubah dari kain bekas. Seorang bhikkhu yang mempraktekkan sumpah ini dalam bentuk yang paling keras, hanya mengumpulkan potongan-potongan kain bekas saja untuk membuat mereka menjadi satu jubah. Cara yang sedang dapat memiliki suatu jubah yang telah ditinggalkan di suatu hutan atau di atas sebuah mayat oleh seorang yang ingin membuat jasa pada seorang bhikkhu secara umum, tidak kepada seorang bhikkhu yang tertentu saja. Bentuk yang ringan bahkan dapat menerima suatu jubah yang telah ditinggalkan di suatu tempat tertentu untuk dirinya sendiri dengan syarat bahwa jubah itu tidak diserahkan kepada secara langsung.

Mengenakan tiga jubah. Pengikut yang paling keras tidak pernah mempergunakan suatu potongan jubah yang ke-empat, tidak sekalipun meminjamnya dari orang lain. Jadi sewaktu ia sedang mencuci jubah bawah, ia akan mempergunakan jubah atas sebagai pengganti jubah bawah yang dicuci tadi. Cara yang lebih ringan atau sedang, dapat meminjam sepotong jubah yang dipergunakan untuk umum, seperti jubah yang dipergunakan untuk umum pada kesempatan mencelup jubah baru, sewaktu ia sedang mencelup jubah baru bagi dirinya. Bentuk yang ringan dapat meminjam satu jubah dari kawannya sewaktu ia sedang mencelup.

Pergi keluar mencari sedekah-makanan. Bentuk praktek yang keras dari kelompok ini adalah, seorang yang, setelah mengambil tempat duduk untuk memakan makanannya, menganggapnya sebagai tanda berakhirnya kepergiannya untuk mencari makanan sedekah pada hari itu. Maka ia akan menolak makanan yang dipersembahkan padanya setelah itu walaupun makanan itu dimasukkan kedalam mangkuk nasinya. Bentuk yang ringan bahkan dapat menerima suatu undangan untuk menerima makanan sedekah di rumah umat awam pada keesokan harinya.

Menerima makanan sedekah pada satu sisi, ini berarti hanya dari satu sisi jalan saja. Bentuk praktek yang keras dari macam ini membatasi dirinya untuk menerima makanan sedekah secara berurutan dari satu sisi jalan pada waktu ia keluar mencari makanan sedekah, dan tidak mau menerima lagi pada perjalanan pulangnya. Ia menolak makanan yang dipersembahkan padanya dari belakang atau bahkan dari depan sekalipun, tetapi tidak sesuai dengan urutan rumah-rumah yang berada pada sisi jalan itu (karena hal itu akan membuatnya melewati beberapa rumah yang berada diantara rumah lain atau beberapa rumah yang berada di depannya). Bentuk yang sedang dapat menerima makanan baik pada perjalanan pergi maupun pada perjalanan pulangnya, asal rumah-rumah itu berada pada sisi jalan yang sama. Bentuk yang ringan masih dapat menerima makanan apapun yang dipersembahkan padanya pada sisi jalan yang sama dan bahkan melewati beberapa rumah atau beberapa baris rumah yang berada di antara jalan itu.

Makan sekali duduk saja. Bentuk yang paling keras dari praktek ini puas dengan makanan apapun yang ada padanya. Apabila ia telah mengambil tempat duduknya untuk mulai makan, tidak peduli apakah makanan itu cukup baginya atau tidak, maka ia menolak makanan yang dipersembahkan padanya setelah ia duduk kecuali itu dapat dipergunakan untuk 'tujuan sebagai obat' (dapat disimpan untuk dipergunakan di masa mendatang). Bentuk yang sedang dapat menerima makanan lagi selama masih terdapat sisa makanan di dalam mangkuk nasinya. Bentuk yang ringan dapat menerima lagi selama ia masih belum bangkit dari duduknya.

Makan dari mangkuk nasi. Praktek ini melarang untuk menggunakan tempat makanan kedua selain daripada mangkuk-nasi. Bentuk yang keras memasukkan makanan yang cukup bagi dirinya ke dalam mangkuk nasi, bahkan tidak menyingkirkan bagian-bagian yang tidak dapat dimakan (seperti tulang ikan, daun pembungkus dan sebagainya). Akan tetapi, diijinkan untuk membuang apa yang tidak dapat dimakan lagi seperti sepah tebu yang telah diisap air manisnya. Dia tidak diperkenankan untuk memecah gumpalan-gumpalan nasi, ikan, daging dan kue-kue yang ada di dalam mangkuk nasinya (di sini tujuannya tidak begitu jelas). Bentuk yang sedang diperkenankan untuk memecah makanan-makanan tersebut di atas di dalam mangkuk nasi dan mencampur mereka serta memakannya. Bentuk yang ringan dapat memecah makanan apapun yang ada di dalam mangkuknya (keterangan ini diambil dari buku Visuddhimagga, akan tetapi tujuannya tidak dijelaskan ).

Menolak makanan yang diberikan belakangan. Bentuk yang keras dari praktek ini menolak makanan yang diberikan padanya belakangan (yaitu sewaktu ia duduk makan) dan berhenti makan (untuk makanan hari itu dan dia tidak makan lagi untuk hari itu). Bentuk yang sedang, menolak makanan yang dipersembahkan belakangan sewaktu ia sedang memakan makanan utama, dapat melanjutkan makanan utama itu, tetapi ia tidak dapat memakan makanan manisan atau buah-buahan lagi. Apabila ia menolak makanan yang diberikan belakangan sewaktu ia sedang memakan makanan ringan atau manis-manisan, ia boleh melanjutkan makan makanan itu, tetapi ia dilarang untuk makan makanan utama lagi. Bentuk yang ringan, sekalipun setelah ia menolak makanan yang dipersembahkan belakangan, tetap terus dapat melanjutkan memakan makanannya sampai ia bangkit dari tempat duduknya.

Tinggal di dalam suatu hutan. Bentuk yang keras dari praktek ini tidak pernah meninggalkan hutan sampai setelah fajar menyingsing selama sepanjang tahun. Bentuk praktek yang ringan dapat tinggal di dalam suatu desa atau kota selama empat bulan musim hujan, sedangkan bentuk praktek yang ringan dapat tinggal diluar hutan selama musim hujan dan musim dingin (jadi berdiam di dalam hutan hanya selama empat bulan dalam satu tahun).

Tinggal di bawah sebatang pohon. Bentuk praktek ini yang keras tidak terikat kepada salah satu pohon tertentu di mana ia akan berdiam. Ia juga tidak meminta orang lain untuk menyapu tempat di bawah pohon di mana ia akan berdiam tetapi melakukannya sendiri. Bentuk yang sedang dapat meminta bantuan orang lain yang kebetulan lewat. Bentuk praktek yang ringan bahkan dapat meminta bantuan seorang samanera atau seorang pembantu vihara dan bahkan dapat memagari di sekeliling pohon itu dan membangun pintu

Tinggal di suatu tempat terbuka. Bentuk praktek yang keras tidak akan mencari tempat berteduh di bawah naungan sebatang pohon atau di bawah bayangan sebuah gunung, tetapi ia diijinkan untuk membuat tempat berteduh dengan jubahnya sendiri (ditempat udara terbuka). Bentuk yang ringan dapat mencari tempat berteduh di bawah naungan sebatang pohon, bayangan sebuah gunung atau bahkan bayangan sebuah rumah. Bentuk yang ringan dapat mencari tempat berteduh di bawah bayangan sebuah batu karang yang menonjol dari sebuah gunung, sebuah atap bocor dari sebuah gubuk yang sudah hampir roboh dan dinding yang ditutupi dengan selembar kain putih.

Perlu diketahui bahwa dua praktek yang terakhir ini (tinggal di dalam sebuah hutan dan ditempat udara terbuka) adalah praktek-praktek yang dilakukan untuk masa-masa tertentu saja, karena selama musim hujan, seorang bhikkhu diharuskan untuk mencari suatu tempat berteduh atau suatu tempat yang lebih baik.

Tinggal di suatu tanah kuburan. Bentuk praktek yang keras berdiam ditempat di mana ada penguburan mayat tiap hari, mayat-mayat dapat dilihat setiap harinya dan kesedihan serta ratap tangis dapat terdengar. Bentuk praktek yang sedang mengijinkan dirinya untuk tinggal di suatu tempat di mana hanya terdapat satu atau dua ciri-ciri dari tempat yang disebutkan diatas. Bentuk yang ringan dapat tinggal di suatu tanah kuburan yang telah ditinggalkan dengan syarat bahwa tempat itu belum ditinggalkan untuk lebih dari dua belas tahun.

Tinggal di tempat apa pun yang disediakan. Bentuk praktek yang keras akan benar-benar merasa puas dan diam tidak memberikan komentar apapun atas tempat tinggal yang telah disediakan baginya itu. Bentuk yang sedang akan bertanya mengenai yang akan diberikan padanya, sedangkan bentuk yang ringan masih akan meminta untuk pindah ketempat lain yang lebih menyenangkan baginya.

Duduk. Bentuk praktek yang keras tidak akan sekali pun hanya untuk bersandar kepada sesuatu sewaktu duduk atau berdiri; ataupun ia akan mempergunakan selembar karungnya (untuk menghindari terantuknya kepala karena mengantuk). Bentuk praktek yang sedang dapat bersandar kepada sesuatu benda sewaktu ia sedang berdiri atau duduk atau bahkan mempergunakan selembar kain untuk membelit lututnya. Bentuk yang ringan, bahkan dapat mempergunakan sebuah bantal untuk bersandar sewaktu ia duduk. Ia bahkan dapat duduk pada sebuah kursi dengan atau tanpa tempat tangan bersandar.

KALIMAT-KALIMAT UNTUK MELAKSANAKAN DAN UNTUK MENGHENTIKAN SUMPAH-SUMPAH PRAKTEK.

Pelaksanaan terhadap praktek-praktek keras itu dapat dimulai dengan membuat janji secara bathiniah atau dengan mengucapkan kalimat-kalimat Pali berikut ini untuk masing-masing praktek:

MENGENAKAN JUBAH-JUBAH BEKAS.
Gahapaticivaram patikkhipami, pamsukuli kangam samadiyami
Saya menolak sebuah jubah yang dipersembahkan oleh seorang umat awam, mempraktekkan sumpah untuk mengenakan jubah-jubah bekas.

Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu menerima jubah yang dipersembahkan oleh seorang umat awam.

MENGENAKAN TIGA JUBAH.
Catutthacivaram patikkhipami tecivarikangam samadiyami.
Saya menolak jubah yang ke-empat, mempraktekkan sumpah untuk mengenakan tiga jubah saja. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu menerima jubah yang ke-empat.

PERGI MENCARI MAKANAN SEDEKAH.
Atirekalabham patikkhipami, pindapatikangam samadiyami
Saya menolak menerima makanan yang mewah-mewah, mempraktekkan sumpah untuk pergi mencari makanan sedekah. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu tidak pergi keluar untuk mencari makanan sedekah.

MENERIMA MAKANAN SEDEKAH DARI SATU SISI JALAN.
Loluppacaram patikkhipami, sapadanacarikangam samadiyami
Saya menghindari jalan berbelok-belok sepanjang jalan, mempraktekkan sumpah untuk menerima makanan sedekah dari satu sisi jalan saja. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu menyebrangi jalan guna memperoleh makanan sedekah.

MAKAN SEKALI DUDUK SAJA
Nanasanabhojanam patikkhipami, ekasanikangam samadiyami.
Saya menolak untuk duduk makan berulang kali, mempraktekkan sumpah untuk makan sekali duduk saja. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu duduk untuk makan lebih dari satu kali.

MAKAN DARI TEMPAT MAKAN (MANGKUK NASI)
Dutiyabhojanam patikkhipami, pattapindikangam samadiyami.
Saya menolak untuk mengunakan tempat makanan kedua, mempraktekkan sumpah untuk makan dari mangkuk nasi. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu menerima tempat kedua dimana didalamnya diletakkan makanan-makanan untuk dimakan.

MENOLAK MAKANAN YANG DIBAWAKAN BELAKANGAN.
Atirittabhojanam patikkhipami, khalupacchabhattikangam samadiyami.
Saya menolak untuk menerima makanan terlalu banyak, mempraktekkan sumpah untuk menolak makanan yang dipersembahkan belakangan. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu melanjutkan makan setelah menolaknya.

TINGGAL DI DALAM SEBUAH HUTAN.
Gamantasenasanam patikkhipami, araññikangam samadiyami
Saya menolak sebuah tempat tinggal didalam sebuah kota atau desa, mempraktekkan sumpah untuk berdiam di dalam sebuah hutan. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu berdiam di dalam sebuah kota atau kota sampai pagi menyingsing.

TINGGAL DI BAWAH SEBATANG POHON.
Channam patikkhipami, rukkhamulikangam samadiyami.
Saya menolak sebuah tempat tinggal dengan atap dan dinding tertutup, mempraktekkan sumpah untuk tinggal di bawah sebatang pohon. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu berhenti untuk berbuat demikian.

TINGGAL DI SUATU TEMPAT TERBUKA
Channañca rukkhamulañca patikkhipami abbhokasikañgam samadiyami.
Saya menolak suatu tempat tinggal dengan atap dan dinding dan naungan sebatang pohon, mempraktekkan sumpah untuk tinggal di suatu tempat terbuka. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu memasuki suatu tempat dengan atap dan dinding atau dibawah naungan sebatang pohon.

TINGGAL DI SUATU TANAH KUBURAN.
Asusanam patikkhipami, sosanikangam samadiyami.
Saya menolak tempat tinggal lain selain daripada suatu tanah-kuburan, mempraktekkan sumpah untuk tinggal disuatu tanah kuburan. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu tinggal di tempat-tempat lain selain daripada tanah kuburan. Tetapi menurut komentar Anguttara Nikaya, sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu tidak pergi mengunjungi suatu tanah kuburan.

TINGGAL DITEMPAT APAPUN YANG DISEDIAKAN
Senasanaloluppam patikkhipami, yathasanthatikangam samadiyami.
Saya menolak untuk memilih suatu tempat tinggal tertentu, mempraktekkan sumpah untuk tinggal di tempat apapun yang disediakan. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu memilih tempat tinggal (di dalam suatu vihara sendiri).

DUDUK.
Seyyam patikkhipami, nesajikangam samadiyami.
Saya menolak untuk berbaring, mempraktekkan sumpah untuk duduk. Sumpah ini gagal apabila bhikkhu itu berbaring.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar