Minggu, Juli 18, 2010

KUMPULAN SABDA SANG BUDDHA (Mengapa Kita Berbeda ?)

1. Mengapa dalam kehidupan ini ada yang kaya tetapi ada yang miskin, ada yang bahagia tetapi ada juga yang menderita, ada yang cantik tetapi ada juga yang jelek, ada yang baik tetapi juga ada yang jahat dan perbedaan-perbedaan lainnya?

Berikut ini adalah khotbah Sang Buddha yang berhubungan dengan perbedaan yang ada dalam kehidupan ini sehingga kita akan memahaminya dengan baik. (Anguttara Nikaya X. 205)


Mencari Akhir Dunia

Dengan cara berjalan orang tak akan pernah mencapai akhir dunia, Namun tidak ada kebebasan dari penderitaan kalau belum mencapai akhir dunia. Mereka orang bijaksana yang mengetahui dunia Orang yang menjalani kehidupan suci, akan mencapai akhir dunia, Dengan mengetahui akhir dunia, dia tidak akan lagi merindukan dunia ini, Tidak juga merindukan dunia lain.
(Anguttara Nikaya IV.45)

2. Mengapa Kita Dilahirkan?

Kalau kita kembali kepada Dhamma maka pandangan kita akan mengarah kepada proses dari kehidupan ini. Paticcasamuppada atau hukum sebab akibat yang saling bergantungan dapat dijadikan referensi tentang proses kelahiran ini. Dijelaskan bahwa Avijja atau kegelapan batin yang masih ada akan menjadi penyebab proses selanjutnya. Demikian hal ini akan terus berlanjut selama akar dari proses itu masih ada. Untuk lebih jelasnya kita kembali kepada rumusan Paticcasamuppada seperti berikut:

- Dengan adanya kebodohan muncullah bentuk-bentuk pikiran
- Dengan adanya bentuk-bentuk pikiran muncullah kesadaran
- Dengan adanya kesadaran muncullah batin dan jasmani
- Dengan adanya batin dan jasmani muncullah enam indera
- Dengan adanya enam indera muncullah kesan-kesan.
- Dengan adanya kesan-kesan muncullah perasaan
- Dengan adanya perasaan muncullah nafsu keinginan
- Dengan adanya nafsu kenginan muncullah kemelekatan
- Dengan adanya kemelekatan muncullah upadi (keinginan menjadi)
- Dengan adanya upadi muncullah kelahiran
- Dengan adanya kelahiran muncullah usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, penderitaan jasmani, kekhawatiran dan putus asa.
- Dan muncullah ketidakpuasan batiniah/penderitaan

3. Kelahiran ini pun akan berakhir jika akar penyebab proses kelahiran tidak ada lagi seperti yang ada pada rumusan berikut:

- Dengan lenyapnya kebodohan lenyap pula bentuk-bentuk pikiran
- Dengan lenyapnya bentuk-bentuk pikiran lenyap pula kesadaran
- Dengan lenyapnya kesadaran lenyap pula batin dan jasmani
- Dengan lenyapnya batin dan jasmani lenyap pula enam indera
- Dengan lenyapnya enam indera lenyap pula kesan-kesan.
- Dengan lenyapnya kesan-kesan lenyap pula perasaan
- Dengan lenyapnya perasaan lenyap pula nafsu keinginan
- Dengan lenyapnya nafsu kenginan lenyap pula kemelekatan
- Dengan lenyapnya kemelekatan lenyap pula upadi (keinginan menjadi)
- Dengan lenyapnya upadi lenyap pula kelahiran
- Dengan lenyapnya kelahiran muncullah lenyap pula usia tua, kematian, kesedihan, ratap tangis, penderitaan jasmani, kekhawatiran dan putus asa.
- Dan lenyaplah semua ketidakpuasan batiniah/penderitaan

Jawabannya sudah jelas bahwa kenapa kita masih dilahirkan adalah karena kita masih dibelenggu oleh kekotoran batin. Selama belenggu ini belum dapat dipatahkan selama itu pula proses kelahiran akan terjadi. Dengan mengetahui penyebab dari proses penyebab kelahiran ini maka kita harus berusaha untuk berjuang menuju kepada kebahagiaan sejati sehingga tidak ada kelahiran lagi.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Semoga Semua Makhluk Berbahagia

2 komentar:

  1. Pak, mau tanya,kenapa KUMPULAN SABDA SANG BUDDHA kok disebut Legenda Sang Buddha.
    Karena menurut aku kata legenda itu sering diartikan bukan kejadian sebenarnya. Apakah Bapak meragukan Tripitaka & kemampuan Seorang Buddha. Memang semua itu harus dengan Ehipassiko, tapi mengapa kumpulan sabda diatas itu legenda sedangkan yg lain begitu banyak yang mungkin kita belum ber ehipassiko terhadap ajaran Sang Buddha (yang lain dari yang diatas) adalah bukan legenda. Contoh yang mudah saja alam2 surga yang banyak atau alam2 neraka apakah bapak pernah membuktikan, mengalami, melihat dengan jelas dllnya. Jadi jangan sesuatu yang Bapak anggap tidak biasa, agak aneh (menurut bapak), or ajaib disebut legenda. Sedangkan di Buddhis itu & banyak umat Buddhis rasanya sangat tidak aneh lagi dengan keajaiban2 dll karena di Buddhis sudah terlalu sering ajaran spt itu, misal kita bisa memperoleh abinna bila ini..., itu dll. jadi sudah tidak heran lagi.Apalagi terhadap kemampuan seorang Samma-Sambuddha. Dan menurut aku tidak layak bila Sabda Sang Bhagava disebut legenda karena berarti Bapak melegendakan juga Tripitaka.

    BalasHapus
  2. Anda benar..., namun mungkin anda terlalu cepat menginterpretasikan judul tsb.dengan berasumsi ..., Disitu Sang Buddha sendiri yang "mengingatkan kita" bahwa kita harus hati-hati dan pandai-pandai dalam membedakan mana khotbah atau kisah yang benar-benar disabdakan oleh Sang Buddha dan mana khotbah atau kisah yang merupakan Legenda, mari kita lihat kembali cuplikan tulisan tsb. dibawah ini :

    1. SANG BUDDHA TELAH MENYADARI AKAN TIMBULNYA LEGENDA MENGENAI DIRI-NYA, BELIAU TELAH MEMPERINGATKAN SISWA-SISWANYA AGAR MEMBEDAKAN KENYATAAN DAN LEGENDA ; dan dengan demikian, menurut Beliau, akan menuntun ke pengertian sebenarnya dari ke dua nilai itu.

    Sehubungan dengan hal tsb. diatas Sang Buddha bersabda :

    " Ada dua macam orang yang salah menanggapi Tathagata. Apa dua itu? Dia yang menanggapi khotbah dari makna yang tidak langsung sebagai khotbah dari makna yang langsung, dan dia yang menanggapi khotbah dari makna langsung sebagai khotbah dari makna yang tidak langsung".
    (Anguttara Nikaya I :59)

    Legenda senantiasa tumbuh dan berkembang diantara orang-orang besar, malah terkadang orangnya sendiri masih hidup. Kata-kata yang tidak pernah dia ucapkan dan tindakan-tindakan yang tidak pernah dia lakukan, sering dihubungkan dengan dirinya. Walaupun legenda ini mungkin tidak benar dalam arti tidak pernah terjadi, tapi mungkin benar dalam arti melambangkan nilai-nilai dari orang yang diceritakan. Seperti halnya Socrates, mungkin ia tidak pernah berkata 'ketahui olehmu sendiri' tapi pernyataan itu mewakili seluruh kehidupan dan falsafahnya dengan sempurna. Oleh karenanya perdebatan tentang apakah seseorang berkata demikian atau tidak, bisa menghilangkan makna sesungguhnya dari pandangannya. Hal yang serupa terjadi pada diri Sang Buddha.

    Disamping sejarah hidup-Nya, tumbuh pula banyak cerita legenda, yang bernilai simbolik dan pendidikan.

    Suatu khotbah dari makna langsung (nitattha) adalah yang diucapkan tepat seperti maknanya dengan arti yang jelas, sedangkan khotbah dari makna yang tidak langsung (neyyattha) adalah yang menggunakan mitos, lambang dan kiasan untuk melukiskan maksud yang maknanya harus ditafsirkan. Khotbah dari makna langsung ditujukan pada batin yang sudah sadar, khotbah dari makna tidak langsung ditujukan pada batin yang tidak sadar.

    Banyak diantara kejadian-kejadian penting dalam kehidupan Sang Buddha dibumbui legenda yang bermaksud untuk mempertegas dan mengambil makna yang lebih mendalam dari kejadian itu. Hal itu dapat kita baca pada dua legenda dari setiap kejadian dalam kelahiran-Nya, Pencerahan dan Nibbana-akhir (Parinibbana/kemangkatan) Buddha.

    Semoga sekarang anda lebih jelas dan tidak
    salah mengartikannya....:)

    BalasHapus