Jumat, Juni 17, 2011

Dhamma Vibhaga I (Penggolongan Dhamma) : Kelompok 5-8



DHAMMA VIBHAGA I 
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
Kelompok 5-8



(Sumber : Dhamma Vibhaga - Penggolongan Dhamma;
oleh: H.R.H. The Late Patriarch Prince Vajirananavarorasa;
alih bahasa : Bhikkhu Jeto, Editor : Bhikkhu Abhipanno;
Penerbit : Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta; Cetakan Pertama 2002)


PANCAKA - KELOMPOK LIMA

1.   Lima Anantariyakama
Bentuk-bentuk kamma buruk yang memberikan akibat langsung:
1. Matughata : Membunuh ibu.
2. Pitughata : Membunuh ayah.
3. Arahantaghata : Membunuh seorang Arahat.
4. Lohituppada : Melukai tubuh seorang Buddha hingga keluar darah.
5. Sanghabheda : Memecah belah Sangha.

Lima macam kamma ini adalah bentuk kejahatan yang paling berat, mereka menghalangi seseorang untuk mencapai alam-alam kebahagiaan dan juga Nibbana. Mereka adalah parajika bagi semua umat Buddha. Mereka tidak harus dilakukan dalam keadaan apapun juga.


A. III. 146.

2.   Lima Abhinhapaccavekkhana
Perenungan-perenungan yang harus seringkali dipraktekkan:
1.   Tiap hari seseorang harus merenungkan bahwa: 'adalah sifat kita untuk menjadi tua dan kita tidak dapat menghindari kondisi usia tua'.

2.   Tiap hari seseorang harus merenungkan bahwa: 'adalah sifat kita untuk merasakan sakit dan kita tidak dapat menghindari kondisi rasa sakit'.

3.    Tiap hari seseorang harus merenungkan bahwa: 'adalah sifat kita untuk mati dan kita tidak dapat menghindari kematian'.

4.   Tiap hari seseorang harus merenungkan bahwa: 'kita pasti akan berpisah dari semua hal yang kita cintai dan semua hal yang membuat kita bahagia dan puas'.

5.  Tiap hari seseorang harus merenungkan bahwa: 'kita mempunyai kamma sebagai harta kekayaan kita. Apabila kita berbuat baik kita akan menerima akibat baik; apabila kita berbuat jahat kita akan menerima akibat buruknya'.

A. III. 71

3.  Lima Vesarajjakammatthana
Dhamma yang menimbulkan keyakinan pada diri sendiri.
1. Saddha : Keyakinan di dalam hal-hal yang harus diyakini.
2.    Sila : Mengendalikan perbuatan dan perkataan sesuai dengan norma-norma keagamaan.
3. Bahusacca : Memiliki pengetahuan luas.
4. Viriyarambha : Rajin dan penuh semangat.
5. Pañña : Mengetahui segala sesuatu yang harus diketahui.

Lima Dhamma ini harus dikembangkan di dalam diri kita masing-masing.

A. III. 127.

4.   Lima sifat yang harus dimiliki oleh para Bhikkhu baru:
1.    Mengendalikan diri sesuai dengan peraturan Patimokkha; tidak melakukan apa yang dilarang oleh Sang Buddha, dan melakukan hal-hal yang diijinkan oleh Sang Buddha.

2.    Mengendalikan indria-indria, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, badan jasmani dan pikiran; tidak membiarkan diri untuk terlalu bergembira atau membenci, misalnya ketika melihat bentuk-bentuk dengan mata.

3.    Tidak terlalu ribut, kasar dan banyak berbicara.

4.    Berdiam di tempat-tempat yang sunyi.

5.    Memiliki kebijaksanaan dan pengertian benar.

Seorang Bhikkhu harus berusaha untuk mempertahankan Dhamma ini.

A. III. 138.

5.   Lima sifat-sifat dari seorang Dhammakathika
Seorang yang memberikan khotbah Dhamma:
1.   Ia menerangkan Dhamma selangkah demi selangkah dan tidak meloncat atau menyingkat bagian-bagian sehingga akan mengurangi artinya.

2.    Ia memberikan alasan-alasan sehingga membuat para pendengarnya mengerti.

3.   Ia harus memiliki Metta di dalam hatinya dengan harapan semoga para pendengar dapat memetik faedah dari khotbah Dhamma itu.

4.    Ia tidak mengajar Dhamma untuk tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri.

5.  Ia tidak mengajar Dhamma dengan menyerang orang lain. Dengan kata lain, ia tidak memuji diri sendiri dan merendahkan orang lain

Seorang Bhikkhu yang menjadi Dhammakathika harus memiliki lima sifat-sifat ini di dalam hatinya.

A. III. 184.

6.  Lima Dhammasavananisamsa
Faedah-faedah mendengarkan Dhamma:
1.  Seorang yang mendengarkan Dhamma adalah seperti mendengarkan hal-hal yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

2.   Hal-hal yang telah ia dengar sebelumnya tetapi belum jelas, maka dengan mendengarkan Dhamma ia akan mengerti dengan lebih jelas.

3.    Mendengarkan Dhamma dapat menghilangkan keragu-raguan mengenai Dhamma.

4.    Mendengarkan Dhamma dapat memberikan pengertian benar.

5.    Pikiran orang yang mendengarkan Dhamma akan menjadi terang dan bahagia.

A. III. 248.

7.  Lima Bala
Dhamma yang merupakan kekuatan.
  1. Saddha : Keyakinan.
  2. Viriya : Usaha yang semangat.
  3. Sati : Kemampuan mengingat, waspada.
  4. Samadhi : Pemusatan pikiran dengan teguh.
  5. Pañña : Kebijaksanaan. 
A. III. 10.

8. Lima Nivarana
Rintangan-rintangan: ini adalah kekotoran yang mencegah pikiran untuk mencapai keadaan baik.


Ada lima macam kekotoran yang merupakan rintangan bagi bathin, yaitu:

1.  Kamacchanda : Nafsu kerinduan akan obyek-obyek indria yang menyenangkan seperti bentuk-bentuk yang dapat dilihat (rupa) dan lain-lainnya.
2.    Byapada : Ingin menyakiti orang lain.
3.    Thinamiddha : Kelambanan dan kemalasan (bathin).
4.    Uddhaccakukkucca : Kekacauan dan kekhawatiran.
5.    Vicikiccha : Keragu-raguan dan ketidak-pastian.

A. III. 63.

9.  Lima Khandha
Kelompok-kelompok kehidupan; Badan jasmani dan pikiran dibagi menjadi lima kelompok yang disebut lima khandha, yaitu:
1.    Rupa :
Terdiri dari empat unsur, yaitu: padat, cair, panas dan gerak yang membentuk tubuh kita ini.

2.    Vedana :
Perasaan, terdiri atas tiga macam, yaitu: menyenangkan (sukkha), tidak menyenangkan (dukkha), dan bukan menyenangkan maupun bukan tidak menyenangkan (adukkhamasukkha).

3.    Sañña :
Pencerapan, mengingat, sehingga seseorang mengenali; dengan kata lain mengingat bentuk-bentuk, suara, bau, rasa, sentuhan dan obyek-obyek bathin.

4.    Sankhara :
Cetasika-dhamma, dengan kata lain, keadaan-keadaan (arammana) yang timbul di dalam pikiran; apa yang baik disebut Kusala, yang buruk disebut Akusala, dan apa yang bukan baik maupun bukan buruk disebut abyakata.

5.    Viññana :
Kesadaran akan obyek-obyek indria (arammana) pada satu saat, misalnya bentuk berkontak dengan mata.

Lima khandha ini, secara ringkas disebut 'Nama dan Rupa', Vedana, Sañña, Sankhara dan Viññana dikelompokkan menjadi Nama; dan Rupa tetap sebagai Rupa.

Vbh. 1 & 1

CHAKKA - KELOMPOK ENAM

1.  Enam macam Garava
Penghormatan:
1. Sang Buddha;
2. Sang Dhamma;
3. Sang Sangha;
4. Latihan hidup ke-Bhikkhu-an yang sedang dijalankan (Sikkha).
5. Sikap yang selalu waspada dan tidak lengah (Appamada).
6. Patisanthara - menerima seorang tamu dalam suatu cara yang pantas.

Seorang Bhikkhu harus mempraktekkan enam bentuk penghormatan ini.

A. III.331

2.  Enam macam Saraniyadhamma
Cara-cara kehidupan yang membawa pada keharmonian.
1.    Menyebarkan metta dalam bentuk perbuatan kepada sesama Bhikkhu dan para Samanera, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Dengan kata lain, memberikan bantuan secara jasmaniah dalam bermacam-macam pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan Sangha. Misalnya merawat seorang Bhikkhu yang sakit dengan perasaan metta.

2.  Menyebarkan metta dalam bentuk ucapan kepada sesama Bhikkhu dan para Samanera; baik sewaktu ada atau tidak. Dengan kata lain, memberikan bantuan secara ucapan dalam bermacam-macam pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan Sangha. Misalnya, memberikan pelajaran dengan perasaan metta.

3.  Menyebarkan metta dalam bentuk pikiran kepada sesama Bhikkhu dan Samanera, baik sewaktu mereka ada atau tidak. Dengan kata lain, memikirkan hanya hal yang berguna bagi mereka.

4. Memberikan kesempatan kepada para Bhikkhu dan Samanera untuk ikut menikmati keuntungan-keuntungan yang telah diperoleh dengan cara benar dan tidak mempergunakan sendiri apa yang telah diperolehnya.

5.  Selalu menjaga kesucian Sila sewaktu berhubungan dengan sesama Bhikkhu dan Samanera, dan tidak berbuat sesuatu yang melukai perasaan mereka.

6.    Hidup dengan harmoni bersama para Bhikkhu dan Samanera, dan tidak bertengkar dengan mereka karena perbedaan pendapat dan pandangan.

Seseorang yang berkelakuan sesuai dengan enam Dhamma ini akan dicintai dan dihormati oleh orang lain. Mereka akan menempuh suatu kehidupan yang saling bantu membantu, menghindari pertengkaran, harmoni dan bersatu.

A. III. 288.

3.  Enam Ayatana dalam
Enam landasan indria dalam:
  1. Mata.
  2. Telinga.
  3. Hidung.
  4. Lidah.
  5. Badan jasmani.
  6. Pikiran.
Ini juga disebut enam indriya.

M. I. 288; Vbh. 70 - 154.

4.  Enam Ayatana luar
Enam landasan indria luar:
  1. Bentuk-bentuk yang dapat dilihat.
  2. Suara.
  3. Bau-bauan.
  4. Rasa.
  5. Sentuhan, berarti obyek-obyek yang berkontak dengan badan jasmani.
  6. Dhamma, berarti obyek-obyek yang timbul di dalam pikiran.
Ini juga disebut enam arammana.

M. III. 216; Vbh. 70 - 154.

5.  Enam Viññana
Indria kesadaran :
1.    Cakkhu-viññana : Kesadaran mata; timbul dengan adanya kontak antara mata dan bentuk (Rupa).

2.    Sota-viññana : Kesadaran telinga; timbul dengan adanya kontak antara telinga dan suara.

3.    Ghana-viññana : Kesadaran hidung; timbul dengan adanya kontak antara hidung dengan bau-bauan.

4.    Jivha-viññana : Kesadaran lidah; timbul dengan adanya kontak antara lidah dengan rasa.

5.    Kaya-viññana : Kesadaran badan jasmani; timbul dengan adanya kontak antara badan jasmani dengan sentuhan-sentuhan.

6.    Mano-viññana : Kesadaran pikiran; terjadi karena adanya kontak antara pikiran dengan Dhamma.

D. II. 308; Vbh. 154.

6. Enam Samphassa
Kontak.
Apabila salah satu ayatana dalam seperti "mata", dan salah satu ayatana luar seperti "Rupa", dan kesadaran, seperti "Cakkhu-viññana" mengadakan kontak, itu disebut Samphassa.

Mereka dinamakan sesuai dengan enam ayatana dalam, yaitu :
  1. Cakkhu-samphassa;
  2. Sota-samphassa;
  3. Ghana-samphassa;
  4. Jivha-samphassa;
  5. Kaya-samphassa;
  6. Mano-samphassa; 
S. II. 3; D. II. 309.

7. Enam Vedana
Perasaan.
Enam macam samphassa (kontak) tersebut di atas adalah kondisi-kondisi (paccaya) bagi timbulnya vedana (perasaan), kadang-kadang sukkha, kadang-kadang dukkha; kadang-kadang tidak sukkha maupun dukkha.

Mereka dinamakan sesuai dengan enam ayatana dalam, yaitu:
  1. Cakkhu-samphassaja-vedana;
  2. Sota-samphassaja-vedana;
  3. Ghana-samphassaja-vedana;
  4. Jivha-samphassaja-vedana;
  5. Kaya-samphassaja-vedana;
  6. Mano-samphassaja-vedana;

D. II. 309; S. II. 3.

8.  Enam Dhatu
Unsur-unsur:
  1. Pathavi-dhatu - unsur tanah;
  2. Apo-dhatu - unsur air.
  3. Tejo-dhatu - unsur panas.
  4. Vayo-dhatu - unsur udara.
  5. Akasa-dhatu - unsur ruang; ruang kosong di dalam badan jasmani;
  6. Viññana-dhatu - unsur-unsur yang dapat mengetahui sesuatu (kesadaran).

M. III. 31; Vbh. 72 – 172


SATTAKA - KELOMPOK TUJUH

1. Tujuh Aparihaniyadhamma - dhamma yang tidak membawa pada kehancuran tetapi hanya membawa pada perkembangan dan keuntungan (bagi para Bhikkhu).
  1. Rajin mengadakan pertemuan bersama. 
  1. Memulai dan mengakhiri pertemuan dengan harmonis. Saling membantu dengan harmonis dalam menyelesaikan suatu pekerjaan apapun yang harus dikerjakan oleh Sangha. 
  1. Tidak menciptakan peraturan-peraturan baru yang tidak dibuat oleh Sang Buddha. Tidak menghilangkan peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh Sang Buddha. Mematuhi dan melatih diri di dalam peraturan-peraturan yang telah diletakkan oleh Sang Buddha. 
  1. Menghormati dan mempunyai kenyakinan pada para Bhikkhu yang lebih tua dan yang telah berpengalaman di dalam Sangha, memperhatikan apa yang mereka katakan. 
  1. Tidak menyerah pada pengaruh-pengaruh nafsu keinginan yang timbul. 
  1. Merasa puas dengan tinggal di dalam hutan yang sepi. 
  1. Mengharapkan kedatangan para Bhikkhu dan Samanera serta orang-orang yang menjaga kelakuan bermoral (Sila) untuk tinggal di vihara yang sama, dan mengharapkan kebahagiaan bagi mereka yang telah tinggal di dalam vihara yang sama.
Pada siapapun juga tujuh Dhamma ini dipraktikkan, ia tidak akan mengalami kehancuran, tetapi hanya akan melihat perkembangan dan keuntungan.


A. IV. 21

2. Tujuh kekayaan Ariya
Tujuh 'kekayaan' ini adalah sifat-sifat 'luhur' yang dimiliki oleh para Ariya, dan mereka disebut 'kekayaan Ariya'.
1.  Saddha : mereka mempunyai keyakinan di dalam hal-hal yang harus diyakini. 

  1. Sila : mereka menjaga perbuatan dan ucapan sesuai dengan norma-norma keagamaan. 
  1. Hiri : mereka merasa malu untuk melakukan hal-hal yang jahat dan yang tidak pantas untuk dilakukan. 
  1. Ottappa : mereka merasa ngeri dan takut akan akibat-akibat perbuatan jahat. 
  1. Bahusacca : mereka adalah orang-orang yang telah mendengar dan banyak mengalami. 
Dengan kata lain, mereka banyak mengingat dhamma dan memahami banyak hal-hal yang berguna.

  1. Caga : mereka melepaskan, meninggalkan dan membagi barang-barang kepada mereka yang membutuhkan. 
  1. Pañña : mereka mengetahui hal-hal yang berguna dan hal-hal yang tidak berguna.
Tujuh kekayaan Ariya ini lebih unggul dari kekayaan duniawi yang berupa emas atau perak. Seseorang yang bijaksana seharusnya berusaha untuk mencari mereka sehingga dapat dimiliki di dalam watak diri sendiri.


A. IV. 51

3. Tujuh macam Sapurisadhamma: 
    Dhamma dari seorang yang Mulia:
    
  1. Dhammaññuta : ia mengetahui sebab-sebab seperti: 'Ini sebab dari sukha' atau 'Ini sebab dari dukkha'.
  1. Atthaññuta : ia mengetahui akibat-akibat, seperti 'Sukha adalah akibat dari sebab ini', atau 'Dukkha adalah akibat dari sebab ini'. 
  1. Attaññuta : ia mengetahui diri sendiri, seperti: 'Saya berasal dari keluarga demikian, kedudukan pangkat, dan saya memiliki kekayaan demikian, pengikut, pengetahuan dan kesucian dhamma'. Kemudian ia menempatkan dirinya sesuai dengan kedudukannya di dalam kehidupan. 
  1. Mattaññuta : ia mengetahui bagaimana cara untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, dan hanya berbuat demikian di dalam cara yang pantas dan benar. Ia juga mengetahui seberapa banyak yang ia perlukan dan ia hanya mengambil secukupnya. 
  1. Kalaññuta : ia mengetahui saat yang tepat untuk berbuat dan melakukan sesuatu yang pantas dilakukan. 
  1. Parisaññuta : ia mengetahui golongan-golongan orang dan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan di dalam lingkungan demikian. Misalnya, apabila pergi ke sekelompok orang tertentu, perbuatan dan ucapan yang harus dilakukan adalah sedemikian. 
  1. Puggalaparoparaññuta : ia harus mengetahui bagaimana harus membedakan orang-orang. Misalnya: 'Ini adalah seorang baik yang harus dijadikan sahabat', atau 'Ini adalah seorang buruk dan tidak seharusnya dijadikan sahabat'.
A. IV. 113

4. Tujuh macam Sappurisadhamma lainnya:
1.    Seorang mulia adalah dikaruniai dengan tujuh macam dhamma, yaitu:

1.    ia memiliki saddha;
2.    malu untuk melakukan perbuatan-perbuatan jahat;
3.    ia takut akan akibat-akibat perbuatan jahat;
4.    ia telah banyak mendengar dan memahami;
5.    ia rajin dan bersemangat di dalam melakukan sesuatu;
6.    ia memiliki kesadaran yang tidak tergoncangkan;
7.    ia memiliki kebijaksanaan.

2.    Apabila ia meminta nasihat dari seseorang mengenai sesuatu apapun ia tidak akan berbuat demikian dengan jalan merugikan diri sendiri maupun orang lain.

3.    Apabila ia memikirkan tentang sesuatu, ia tidak akan berbuat demikian dengan tujuan untuk merugikan diri sendiri maupun orang lainnya.

4.    Apabila ia mengatakan suatu hal, ia tidak akan berbuat demikian dengan tujuan untuk merugikan diri sendiri maupun orang lainnya.

5.    Apabila ia melakukan sesuatu, ia tidak akan berbuat demikian dengan tujuan untuk merugikan diri sendiri maupun orang lainnya.

6.    Ia memiliki pengertian yang benar. Misalnya, ia mengerti bahwa apabila seseorang berbuat baik, maka ia akan menerima hasil baik; dan apabila seseorang berbuat jahat, maka ia akan menerima hasil buruk.

7.    Ia memberikan dana dengan rasa hormat. Dengan kata lain, ia memiliki pertimbangan baik mengenai barang-barang yang akan ia berikan dan siapa yang akan menerima dananya. Ia tidak berbuat seakan-akan ia membuang barang itu.

A. IV: M. III. 23

5. Tujuh Bojjhanga - faktor-faktor Penerangan Sejati:
  1. Sati : kemampuan untuk mengingat (kesadaran).
  2. Dhammavicaya : penyelidikan terhadap Dhamma.
  3. Viriya : usaha yang bersemangat.
  4. Piti : kegiuran, kegembiraan yang mendalam.
  5. Passaddhi : ketenangan bathin dari hal-hal yang mengganggu perasaan.
  6. Samadhi : konsentrasi pikiran yang sempurna.
  7. Upekkha : keseimbangan bathin.
Masing-masing dari faktor-faktor ini dinamakan demikian: Satisambojjhanga …dan selanjutnya, sampai pada Upekkhasambojjhanga.


S. V. 63.


ATTHAKA - KELOMPOK DELAPAN

1. Delapan lokadhamma - kondisi-kondisi dunia.
Delapan kondisi dunia menguasai mahluk-mahluk hidup yang berada dibawah pengaruh mereka dan yang dapat diombang-ambingkan di bawah pengaruh mereka adalah Lokadhamma.
  1. Lobha : mendapatkan keuntungan, beruntung.
  2. Alobha : mendapatkan kerugian, tidak beruntung.
  3. Yaso : memperoleh kedudukan dan kekuasaan.
  4. Ayaso : tidak memperoleh kedudukan dan kekuasaan.
  5. Ninda : dicela.
  6. Pasamsa : dipuji.
  7. Sukkha : mengalami kebahagiaan.
  8. Dukkha : mengalami penderitaan.
Apabila salah satu dari delapan kondisi dunia itu timbul, seseorang harus merenungnya demikian : "Kondisi itu telah timbul pada diriku, tetapi ia tidak kekal dan dukkha, sifatnya adalah dapat berubah, dan tidak tetap, harus diketahui sebagaimana adanya, dan tidak seharusnya aku dikuasai oleh pikiran".


Dengan kata lain, seseorang janganlah terlalu bergembira terhadap hal-hal yang menyenangkan dan bersedih terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan.


A. IV 157.


2. Delapan cara yang menandai apakah yang merupakan Dhamma dan Vinaya dan apakah yang bukan merupakan Dhamma dan Vinaya.


Apabila suatu Dhamma, apapun juga mereka adanya, dan dengan alasan apapun, jika bertujuan:

  1. Merangsang indria-indria dan pikiran.
  2. Tidak membebaskan diri dari dukka.
  3. Tidak membuat puas dan bahagia dengan apa yang dimiliki.
  4. Menginginkan banyak
  5. Tidak puas dengan apa yang telah dimiliki, dengan kata lain, setelah memperoleh ini, ingin itu.
  6. Terlalu banyak bergaul dengan teman-teman di dalam masyarakat (hanya untuk para Bhikkhu).
  7. Malas dan menghabiskan waktu dengan sia-sia.
  8. Sukar dirawat dan dibantu (banyak keinginan dan tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah diperolehnya).
Maka, kita mengetahui bahwa Dhamma macam ini adalah bukan Buddha Dhamma ataupun Vinaya, ataupun ajaran "Sang Guru" Agung.


A. IV. 280

Sebaliknya, apabila Dhamma ini, atau apapun juga mereka adanya, adalah untuk tujuan:
  1. Mengurangi rangsangan indria-indria dan pikiran.
  2. Membebaskan diri dari dukkha.
  3. Tidak memupuk kilesa (kekotoran-kekotoran batin).
  4. Puas dengan sedikit.
  5. Puas dan bahagia dengan apa yang telah dimiliki.
  6. Hidup di tempat-tempat yang sunyi jauh dari orang-orang lain (hanya untuk para Bhikkhu).
  7. Usaha yang bersemangat.
  8. Mudah dirawat dan dibantu.
Maka kita mengetahui bahwa Dhamma semacam ini adalah Dhamma dan Vinaya yang telah diajarkan oleh "Guru Agung" Sang Buddha.

A. IV. 280.

3. Ariya Atthangika Magga - Jalan Mulia yang mempunyai delapan faktor-faktor:
1.  Samma ditthi : Pengertian Benar; dengan kata lain, kebijaksanaan dengan pengertian Empat Kebenaran Mulia.

2. Samma sankappa: Pikiran Benar; dengan kata lain, pikiran-pikiran yang bebas dari keinginan, nafsu membalas dendam (kebencian), dan ingin melukai orang lain.

3.  Samma Vaca : Ucapan Benar; dengan kata lain, menghindari perbuatan jasmani yang keliru melalui ucapan.

4.   Samma Kammanta : Perbuatan Benar; dengan kata lain, menghindari perbuatan yang keliru melalui badan jasmani.

5. Samma Ajiva : Penghidupan Benar; dengan kata lain, menghindari bentuk-bentuk penghidupan yang membawa seseorang pada jalan yang salah.

6.    Samma Vayama : Usaha Benar; dengan kata lain, memiliki empat macam usaha benar.

7.   Samma Sati : Kesadaran Benar; dengan kata lain, kesadaran di dalam empat Satipatthana.

8. Samma Samadhi : Konsentrasi Benar; dengan kata lain, mengembangkan empat pencerapan (Jhana).

Di dalam delapan faktor-faktor ini, Pengertian Benar dan Pikiran Benar dikelompokkan di dalam perkembangan Pañña. Ucapan Benar, Perbuatan Benar dan Penghidupan Benar dikelompokkan di dalam perkembangan Sila. Usaha Benar, Kesadaran Benar dan Konsentrasi Benar dikelompokkan di dalam perkembangan Samadhi.

M. I. 151 ; Vbh. 235 – 486




Tidak ada komentar:

Posting Komentar