Sabtu, Agustus 27, 2011

(Lanjutan)....Dhamma Vibagha II (Penggolongan Dhamma) Kelompok Tiga

18. PERKEMBANGAN MEDITASI (BHAVANA)

  1. Tingkat pembacaan secara kata-kata atau bathin (parikamma)
  2. Tingkat pendekatan (upacara)
  3. Tingkat pencapaian (appana)

Abhi. San. 51

  •  KETERANGAN

Ini berhubungan dengan gambaran-gambaran pada No. 17 diatas. Tingkat atau kedalaman meditasi yang dicapai selama pembacan (secara kata-kata atau bathin) atau perenungan pada satu obyek meditasi (seperti kesucian-kesucian sang Buddha, pernafasan, sebuah mayat dan sebagainya) adalah langkah perkembangan meditasi yang pertama (parikamma).

Apabila 'gambaran tercapai' (dalam No. 17) muncul, tingkat meditasi kedua yang disebut 'tingkat pendekatan' (upacara) telah dicapai. Akan tetapi ini muncul hanya dalam bentuk meditasi yang mempunyai suatu obyek untuk memusatkan perhatian (seperti : sebuah mayat, pernafasan, warna-warna kasina). Dalam bentuk meditasi yang menggunakan suatu faham atau suatu obyek non-materi untuk memusatkan pikiran (seperti: kematian, kesucian-kesucian Sang Buddha), tidak terdapat gambaran bathin dengan bentuk suatu tindasan gambar yang muncul dalam mata bathin. Karena itu, bagi mereka yang menggunakan obyek meditasi seperti ini, apabila semua lima rintangan bathin (Kelompok Lima, Milid 1) lenyap maka meditasi telah tercapai dengan teguh.

Tingkat meditasi ketiga (appana) tercapai apabila 'gambaran bathin' (No. 17) telah dapat dikuasai dengan sekehendak hati, patuh pada kemauan. Ini disebut tingkat pencapaian atau appana. Dalam bentuk meditasi yang semata-mata berdasarkan pada perenungan suatu faham atau obyek non-materi, dikatakan bahwa tingkat perkembangan meditasi ketiga tidak dapat tercapai.


19. TINGKAT-TINGKAT PENGETAHUAN ATAU PENGERTIAN (PARIÑÑA)

  1.   Pengetahuan analisa (ñatapariñña)
  2.   Pengetahuan perenungan atau kontemplasi (tiranapariñña)
  3.   Pengetahuan peninggalan (pahanapariñña)

Khu. Ma. 29/60

  •   KETERANGAN

Pengetahuan tentang lima kelompok kehidupan (khandha) -melalui metode analisa, membagi atau memisahkan faktor-faktor bagian dari keseluruhan kesatuan-, disebut pengetahuan analisa.

Pengetahuan perenungan adalah pengetahuan yang memungkinkan seorang memahami ciptaan-ciptaan (sankhara) sebagai keadaan yang didasari oleh tiga corak umum: tidak kekal, mengalami kehancuran, dan kosong dari suatu inti atau pribadi yang kekal.

Pengetahuan peninggalan menyatakan pada keadaan dimana seorang siswa menetapkan pikiran-nya untuk meninggalkan kemelekatan keinginan pada kelompok-kelompok kehidupan tersebut.


20. PENINGGALAN (PAHANA)

  1. Peninggalan sementara (tadanga-pahana)
  2. Peninggalan melalui penekanan (vikkhambhana-pahana)
  3. Peninggalan melalui penghancuran (samuccheda-pahana)

Vis. Ñana. Ta. 49

  •   KETERANGAN

Meninggalkan nafsu-nafsu atau kekotoran bathin pada pihak orang duniawi, disebut 'sementara'. Hal ini bisa melalui penahanan diri (virati) dihadapan godaan dan ancaman, atau terkadang melalui penghindaran. Ini adalah bentuk peninggalan yang paling ringan dan sementara saja serta memiliki akibat yang paling lemah.

Peninggalan macam kedua dimiliki oleh mereka yang telah mencapai meditasi tingkat jhana. Peninggalan mereka lebih lama dan lebih kuat apabila dibandingkan dengan peninggalan sementara. Nafsu atau kekotoran bathin yang ditekan tidak mempunyai kesempatan untuk menegakkan kepalanya sedikitpun untuk menerobos kedalam kesadaran siswa meditasi selama meditasi tingkat jhana dipertahankan. Tetapi apabila pikiran melepaskan diri dari tingkat jhana, nafsu atau kekotoran bathin memperoleh kekuatan-nya kembali untuk menerobos kedalam kesadaran siswa meditasi selama tingkat jhana itu tidak berhubungan dengan suatu pandangan terang.

Peninggalan melalui penghancuran menyatakan peninggalan melalui kekuatan 'Sang Jalan' dalam arti yang diterangkan dalam No. 22, Kelompok Empat. Kekotoran-kekotoran atau belenggu-belenggu apapun yang telah dihancurkan dengan Sang Jalan, tidak akan dapat tumbuh lagi. Peninggalan semacam ini akan mengubah seorang manusia duniawi biasa menjadi seorang siswa ariya yang tingkatnya ditentukan dengan 'Sang Jalan' yang telah dicapai dan 'Sang Hasil' yang telah dinikmati (lihat, No.22 dan 23, Kelompok Empat).


21. KEAJAIBAN-KEAJAIBAN (PATIHARIYA)

  1. Keajaiban yang mengesankan (iddhipatihariya)
  2. Keajaiban membaca-pikiran (adesanapatihariya)
  3. Keajaiban dari ajaran (anusasanipatihariya)

Di. Si. 9/237; An. Ti. 20/217

  •   KETERANGAN

Bentuk keajaiban pertama adalah yang paling dikenal, meliputi apa yang seolah-olah tidak mungkin dilakukan dan karena itu cenderung menimbulkan perasaan kagum dan mengesankan. Menurut keterangan dalam kitab-kitab suci, beberapa diantaranya adalah terbang diangkasa, berjalan diatas air, menjadi tidak terlihat, menciptakan bentuk reproduksi kehidupan dari seseorang dan lain-lain.

Yang kedua nampaknya lebih terbatas dalam perwujudan-nya, menyatakan sebagaimana namanya menunjukan, tidak lebih dari perbuatan membaca perbuatan orang lain atau dalam istilah modern: telepati.

Yang ketiga adalah ciri dari Sang Buddha, sekalipun pada kenyataannya Beliau mampu melakukan dua macam keajaiban diatas. Keajaiban ketiga menunjukan pada keajaiban-keajaiban Ajaran Sang Buddha yang sanggup menerima ujian, tantangan keraguan, dan menghasilkan kenyataan, akibat-akibat yang pasti pada para pengikut, yang mempraktekkan dengan sungguh-sungguh.


22. KERANJANG (PITAKA)

  1. Keranjang peraturan-peraturan kedisiplinan (vinaya-pitaka).
  2. Keranjang khotbah-khotbah (sutta-pitaka).
  3. Keranjang metafisika (abhidhamma-pitaka).

Vin. Pari. 8/224

  •   KETERANGAN

Bagian-bagian dari ajaran ini disebut 'keranjang' dalam arti bahwa mereka adalah seperti tempat di mana kumpulan kata-kata Sang Buddha disimpan.

Keranjang peraturan kedisiplinan yang utama adalah kumpulan ajaran Sang Buddha yang berkenaan dengan disiplin ke-vihara-an, terutama dimaksudkan bagi para bhikkhu yang menempuh kehidupan tanpa rumah.

Keranjang khotbah-khotbah adalah suatu kumpulan ceramah dan ajaran yang diberikan kepada bermacam-macam siswa dan pada bermacam-macam kesempatan, yang berhubungan dengan cara-cara praktek yang bukan disiplin.

Ketiga, keranjang metafisika yang juga dikatakan sebagai ajaran Sang Buddha mempunyai suatu corak khusus yaitu tidak berkenaan dengan orang secara tertentu, tetapi secara impersonal membicarakan tentang kejadian-kejadian dan fenomena.


23. TUGAS-TUGAS YANG DILAKUKAN OLEH SANG BUDDHA (BUDDHA-CARIYA)

  1. Tugas-tugas yang dilakukan terhadap dunia (lokattha-cariya)
  2. Tugas-tugas yang dilakukan terhadap sanak keluarga (ñatattha-cariya)
  3. Tugas-tugas yang dilakukan sebagai seorang Buddha (Buddhattha-cariya)

Mano. Pu. Pa. 104

  •   KETERANGAN

Contoh dari terpenuhinya tugas-tugas Sang Buddha yang dilakukan terhadap dunia adalah kesempatan yang tak terhitung, sewaktu tiap pagi hari Beliau memeriksa dengan mata bathin-Nya, mencari makhluk yang telah cukup masak bathin-Nya untuk menerima ajaran pada hari itu, dan setelah melihat mereka masuk di dalam jaring mata-bathin-Nya, beliau melanjutkan perjalanan untuk memberikan khotbah tanpa memperdulikan kesukaran dan bahaya-bahaya yang dapat ditemui dalam perjalanan.

Mengenai tugas-tugas Beliau terhadap sanak keluarga, sebuah contoh dapat dilihat sewaktu Beliau menghentikan pertengkaran mereka mengenai air yang hampir saja berubah menjadi peperangan. Selain dari itu, Beliau juga pergi mengunjungi kota Kapilavatthu untuk memberikan ajaran sehingga banyak di antara mereka masuk ke dalam jalan penerangan sejati. Dan juga ketika Beliau membebaskan mereka dari suatu masa percobaan selama empat bulan.

Macam yang ketiga menyatakan tugas-tugas yang telah Beliau lakukan dalam kemampuan-Nya sebagi seorang Buddha. Misalnya, meletakkan peraturan-peraturan kedisiplinan bagi persaudaraan para bhikkhu untuk mendorong para bhikkhu untuk bersungguh-sungguh dan bersemangat dalam praktek-praktek mereka. Dan pada saat yang sama, untuk menghalang-halangi masuknya mereka yang tidak mengenal malu dan bersifat jahat, dan juga usaha yang tidak mengenal lelah untuk memberikan khotbah-khotbah kepada para siswanya, yang dengan demikian meletakkan suatu dasar yang kuat bagi pembentukan dan perkembangan ajaran-Nya sebelum Beliau wafat.


24. ALAM-ALAM KEHIDUPAN (BHAVA)

  1. Alam-alam ke-indria-an (kama-bhava)
  2. Alam-alam bentuk (rupa-bhava)
  3. Alam-alam tidak berbentuk (arupa-bhava)

Ma. Mu. 12/539

  •   KETERANGAN

Keterangan mengenai alam-alam keindriaan (kama-bhava) dapat dilihat dalam No. 21, Kelompok Empat: Bhumi, demikian juga alam-alam bentuk (rupa-bhava). Untuk keterangan mengenai alam-alam tidak berbentuk, (arupa-bhava) lihat No. 7, kelompok Empat.


25. DUNIA (LOKA)

  1. Dunia ciptaan-ciptaan (sankhara-loka)
  2. Dunia makhluk-makhluk hidup (satta-loka)
  3. Dunia sebagai suatu tempat hidup (okasa-loka)

Vis. Cha-anu. Pa 262

  •   KETERANGAN

Secara harfiah, istilah loka yang diterjemahkan dari kata 'dunia' berarti segala sesuatu yang akan mengalami kelapukan dan kehancuran.

Dari ketiganya, dunia ciptaan-ciptaan yang diterjemahkan dari kata sankhara-loka memiliki suatu arti yang tidak tentu dan meragukan. Dari petunjuk di atas, kata tersebut dipergunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang terkena hukum dunia fenomena (berubah, dapat mengalami kehancuran dan kosong dari suatu inti yang kekal, lihat kelompok Tiga, No. 16), seperti lima kelompok kehidupan. Dunia makhluk hidup berarti makhluk-makhluk yang memiliki kesadaran manusia dan binatang. Dan dunia sebagai suatu tempat hidup adalah tempat di mana manusia dan binatang berdiam.

Kalimat 'dunia ciptaan-ciptaan' disini cukup meragukan dalam artinya, karena di tempat lain istilah sankhara atau 'ciptaan-ciptaan' secara kolektif dipergunakan untuk menunjukan, baik makhluk maupun benda lainnya, dan bukan bagian dari mana makhluk dan benda terbentuk. Dengan makhluk dan benda sebagai semacam dunia, menurut pendapat saya bahwa sankhara atau dunia ciptaan-ciptaan seharusnya menunjukkan pada dunia tumbuh-tumbuhan, ini karena kenyataan bahwa tumbuh-tumbuhan tidak memiliki kesadaran atau pikiran, tetapi juga merupakan suatu makhluk hidup yang mampu untuk berkembang dan makan seperti anggota dunia binatang. Dari sudut pandangan ini, dunia dalam arti yang ketiga adalah suatu tempat hidup bagi dunia dalam kedua arti di atas.

Akan tetapi, istilah sankhara dinyatakan oleh komentar sebagai kondisi dari suatu pencipta, kamma. Ini dapat dilihat dalam kalimat "terdapat ciptaan", terdapat kesadaran (dalam perumusan paticcasamuppada). Jadi dunia dalam arti yang pertama seharusnya berarti kamma, yang merupakan pencipta dari bermacam-macam dunia yang tidak ada akhirnya dalam arti dunia yang kedua dan ketiga.


26. ARTI LAIN DARI DUNIA (LOKA)

  1. Dunia manusia (manussa-loka).
  2. Dunia para dewa dalam alam ke-indria-an (deva-loka)
  3. Dunia para dewa diluar alam ke-indria-an (brahma-loka)

Pa. Su. Du. 269.

  •   KETERANGAN

Keterangan mengenai deva-loka dapat dilihat dalam No.6, Kelompok Enam. Sedangkan brahma-loka (alam para dewa di luar ke-indria-an) menunjukkan pada enam belas alam dari dunia bentuk (lihat No.24, Kelompok Tiga dan No. 21, Kelompok Empat). Nama-nama mereka adalah sebagai berikut:

1.     Brahmaparisaja : untuk jhana pertama tingkat permulaan.
2.     Brahmapurohita : untuk jhana pertama tingkat menengah.
3.     Mahabrahma : untuk jhana pertama tingkat.
4.     Parittabha : untuk jhana kedua tingkat pemulaan.
5.     Appamanabha : untuk jhana kedua tingkat menegah.
6.     Abhassara : untuk jhana kedua tingkat tingkat tinggi.
7.     Parittasubha : untuk jhana ketiga tingkat permulaan.
8.     Appamanasubha : untuk jhana ketiga tingkat menengah.
9.     Subhakinhaka : untuk jhana ketiga tingkat tinggi.
10.      Asaññisatta : untuk jhana keempat.
11.      Vehapphala : untuk jhana keempat.
12.     * Aviha :
13.     * Atappa :
14.     * Sudassa :
15.     * Sudassi :
16.     * Akanittha :
(*) 12 – 16 : untuk jhana ke-empat dari alam kehidupan murni (sukhavati), lihat No. 12, Kelompok Lima

  •   CATATAN :

Tiga macam dunia ini mungkin termasuk macam dunia yang kedua pada nomor sebelumnya (No. 25), dunia makhluk hidup.


27. PERPUTARAN (VATTA)

  1. Perputaran nafsu (kilesavatta)
  2. Perputaran kamma (kammavatta)
  3. Perputaran akibat-akibat (vipaka-vatta).

Abhi. Sañ. 46

  •   KETERANGAN

Yang dimaksud dengan 'perputaran' adalah suatu kondisi tanpa awal maupun akhir. Ketiga perputaran ini saling berhubungan dan saling berkaitan, masing-masing menjadi sebab dan akibat dari lainnya; timbulnya nafsu mendorong seseorang untuk membuat kamma, akibat dari kamma ini sekali lagi menyebabkan timbulnya nafsu-nafsu lainnya. Proses ini berlangsung terus tanpa akhirnya, kecuali sampai diputuskan dengan 'sang jalan dari seorang arahat' (lihat No. 22-23, Kelompok Empat).

Usaha untuk memutuskan atau menghancurkan proses perputaran ini harus ditujukan terhadap nafsu, mengurangi kontak atau kekuatan pendorong mereka, dan akhirnya menetralkan pengaruh mereka.


28. TIGA RANGKAIAN PENGETAHUAN (VIDA)

  1. Pengetahuan mengingat kembali kehidupan lampau (pubbenivasanussati-ñana).
  2. Pengetahuan mengenai kelahiran dan kematian makhluk (cutupapata-ñana).
  3. Pengetahuan mengenai penghancuran mutlak kekotoran bathin (asavakkhaya-ñana).

An. Das. 28/226

  •   KETERANGAN

Menurut kitab suci, pengetahuan yang pertama adalah kemampuan untuk mengingat kembali kejadian-kejadian dari kehidupan lampaunya sendiri, menyusun kembali sebelum kehidupan sekarang, sampai pada jumlah-jumlah kehidupan yang tak terhitung banyaknya di masa lampau. Ia mengetahui semua bagian yang berhubungan, seperti nama, keluarga, macam-macam badan jasmani dan makanan serta kejadian-kejadian berbahagia dan menderita yang dialami pada kehidupan lampau, dan kemudian juga cara dan waktu kematian, setelah yang mana menyusul suatu kehidupan baru dengan suatu bentuk baru.

Pengetahuan yang kedua adalah mata bathin yang mengatasi diluar makhluk-makhluk lain, pengetahuan yang melihat kelahiran dan kematian dari berbagai macam makhluk, baik makhluk yang berbahagia maupun yang menderita, yang baik dan yang jahat, buruk dan cantik, mengetahui bahwa apa yang menyebabkan perbedaan-perbedaan tersebut adalah karena kamma mereka masing-masing.

Penghancuran mutlak kekotoran bathin adalah penyadaran terhadap Empat Kebenaran Mulia: kebenaran tentang penderitaan, sebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan yang membawa pada akhir penderitaan. Itu juga berarti pengetahuan mengenai apa yang disebut asava; sebab dari asava, akhir dari asava, dan jalan yang membawa pada pengakhiran asava. Setelah menyadari itu, bathin terbebas dari kekotoran kenafsuan (kamasava), Ikatan pada kehidupan (bhavasava) dan ketidak tahuan (avijjasava, lihat 'pengotoran dan pengaliran', No. 8 dalam bab ini). Setelah itu, timbullah pengetahuan mengenai Kebenaran bahwa ini adalah kehidupan yang terakhir, kehidupan suci telah disempurnakan. Apa yang harus dilakukan telah dikerjakan, tak ada lagi yang harus dikerjakan untuk mencapai kesempurnaan.

Tiga pengetahuan ini juga disebut tiga rangkaian Pandangan Terang dan dikatakan menjadi unsur atau ciri-ciri dari Sang Buddha yang telah dimenangkan oleh Beliau dalam tiga jam berturut-turut pada malam pencapaian Penerangan Sempurna.

Pengetahuan pertama (mengingat kembali kehidupan lampau) dikatakan sebagai hasil Pandangan Terang dalam Kebenaran tentang kekosongan dari inti yang kekal (anatta), Suatu faktor Penerangan Sejati yang penting. Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa setelah menyadari perputaran kelahiran dan kematian yang tidak ada akhirnya, secara wajar seseorang akan melepaskan diri dari keadaan yang berulang-ulang demikian dan menarik diri untuk terbebas dari nafsu-nafsu, sebaliknya dari pada terlibat dalam suatu proses tanpa arti demikian. Ia, kemudian menjadi sadar, sekali dan untuk selamanya, mengenai anggapan akan adanya suatu inti kekal yang membuta melalui proses-proses wajar tersebut.

Yang kedua, pengetahuan mengenai kelahiran dan kematian makhluk-makhluk hidup, sesungguhnya adalah perluasan dari pengetahuan yang pertama, yang memusatkan pikiran pada kelahiran dan kematian dirinya sendiri. Dimulai dengan menambah pengetahuan tentang sebab mula-mula dari suatu proses kelahiran dan kematian semua makhluk tanpa akhir demikian: kekuatan-kekuatan kamma yang meliputi semuanya dibelakang proses berulang-ulang yang tak ada akhirnya itu. Melalui pengetahuan ini, seseorang membebaskan dirinya dari keragu-raguan dan pandangan salah mengenai perbedaan dan ketidak-samaan makhluk-makhluk.

Pengetahuan yang ketiga, pengakhiran mutlak dari kekotoran-kekotoran bathin adalah syarat mutlak untuk pencapaian penerangan sempurna, apakah bagi Sang Buddha atau para siswa mulia lain-nya, yang disebut Arahanta. Pengetahuan ini mempunyai dua fungsi: penembusan atau penyadaran, dan penghancuran mutlak dari kekotoran bathin sebagai akibatnya.


29. KEBEBASAN (VIMOKKHA)

  1. Kebebasan yang ditandai dengan kondisi kekosongan (suññnata-vimokkha)
  2. Kebebasan yang ditandai dengan kondisi tidak memiliki tanda (animitta-vimokkha)
  3. Kebebasan yang ditandai dengan tidak memiliki dasar (appnihita-vimokkha).

Khu. Pati. 30/353

  •   KETERANGAN

Di atas itu adalah terjemahan secara harfiah. Untuk keterangan lebih lanjut, lihat nomor berikut (No.30)


30. MEDITASI (SAMADHI)

  1. Meditasi yang ditandai dengan kondisi kekosongan (suññata-samadhi)
  2. Meditasi yang ditandai dengan kondisi tidak memiliki tanda (animitta-samadhi)
  3. Meditasi yang ditandai dengan kondisi tidak memiliki dasar (appanihita-samadhi).

An. Ti. 20/385

  •   KETERANGAN

Sebutan untuk nomer 29 dan 30 adalah sama, dan mereka nampaknya merupakan sebutan dari kondisi Penerangan Sempurna atau Arahattapphala, tingkat hasil Arahatta (No. 23, Kelompok Empat).

Istilah vimokkha seperti vimutti menunjukan kondisi kemerdekaan atau kebebasan (No. 9, Kelompok Lima). Perbedaannya di sini ialah bahwa istilah ini dipergunakan dalam suatu arti yang terbatas, dan menunjukkan tingkat kebebasan tertinggi, bukan yang lebih rendah.

Menurut komentar, kebebasan dikaruniai dengan kondisi kekosongan, karena keadaan itu kosong dari keserakahan, kebencian, dan ketidak-tahuan. Itu dikatakan tidak memiliki tanda apapun dalam arti bahwa di dalamnya tidak ada jejak dari ketiga kekotoran bathin. Juga dikatakan bahwa ia tidak memiliki dasar atau dukungan bagi ketiganya untuk hidup.

Keterangan menurut komentar di atas agak meragukan, karena nampaknya tidak ada perbedaan apapun kecuali cara mengungkapkannya dan semuanya menyatakan hal yang sama. Jadi, tak perlu pembicaraan yang panjang lebar demikian. Seharusnya, analisa atau penggolongan ini menunjukkan pada pokok meditasi atau perenungan dengan mana dicapai Pandangan Terang. Jadi, seorang siswa yang telah mencapai Penerangan Sempurna dengan melalui Pandangan Terang yang terutama memusatkan pada kebenaran kekosongan dari suatu inti yang kekal (anatta), adalah dikatakan dikaruniai dengan meditasi bentuk pertama yang menghasilkan kebebasan bentuk pertama (suññata-vimokkha).

Seseorang yang telah mencapai Penerangan Sempurna melalui Pandangan Terang yang memusatkan pada kebenaran ketidak kekalan atau sifat berubah (anicca) dikatakan telah dikaruniai dengan meditasi bentuk kedua yang menghasilkan kebebasan bentuk kedua (animitta atau tidak memiliki tanda kekekalan). Ia yang mencapai Penerangan Sempurna dengan bantuan Pandangan Terang yang memusatkan terutama pada kebenaran mengenai apa yang disebut penderitaan atau keadaan lapuk (dukkha) adalah dikaruniai dengan meditasi bentuk ketiga yang demikian pula menghasilkan kebebasan bentuk ketiga (appanihita, tidak memiliki dasar untuk kebahagiaan atau keabadian).

  •   CATATAN :

1.    Sudah tentu, pada akhir saat yang menentukan, tiga tanda-tanda dari keadaan (berubah, lapuk, dan kosong dari satu inti yang kekal) itu adalah terlihat secara serentak dalam semua hal, dan tidak ada perbedaan mengenai hasil-akhir. Tetapi masih terdapat perbedaan mengenai saluran yang dipergunakan oleh orang yang berbeda, sama halnya seperti sejumlah pendaki gunung yang mungkin lebih menyukai jalan yang berbeda untuk mencapai puncaknya. Tetapi, apabila mereka mencapai puncak, hasilnya adalah sama walaupun jalan yang dipergunakan oleh mereka adalah berbeda.

2.    Demikian halnya, apabila Penerangan Sempurna telah diperoleh, semua tanda-tanda itu pasti telah diperoleh dan dipahami secara sama oleh para siswa mulia, tidak peduli pada pemusatan-pemusatan pikiran yang berbeda yang disenangi oleh mereka masing-masing, karena kecenderungan-kecenderungan dan sikap individu masing-masing.


31. PENGASINGAN (VIVEKA)

  1. Pengasingan secara jasmani (kaya-viveka)
  2. Pengasingan bathin (citta-viveka)
  3. Pengasingan spiritual (upadhi-viveka)

Khu. M. 29/29, 270

  •   KETERANGAN

Tinggal di suatu tempat yang terpencil, jauh dari gangguan suara dan pergaulan adalah disebut pengasingan secara jasmani.

Apabila pikiran telah menjadi tenang, bebas dari rintangan (lihat Kelompok Lima, Jilid I) dengan metode meditasi yang disebut Samatha, (No. 2, Kelompok Dua), itu dikatakan berada dalam keadaan pengasingan bathin.

Langkah selanjutnya yang lebih tinggi adalah pengasingan spiritual. Yang menunjukkan pada keadaan bathin, apabila telah diperlengkapi dengan Pandangan Terang yang merupakan hasil dari meditasi yang dimasudkan untuk suatu tujuan demikian (No.2, Kelompok Dua). Kemudian itu dikatakan diberkahi dengan pengasingan spiritual dengan kenyataan bahwa bathin telah bersih dari noda-noda dan kekotoran.


32. CORAK-CORAK SEGALA SESUATU YANG TERBENTUK (SANKHATA-LAKKHANA)

  1. Ada manifestasi kelahiran
  2. Ada manifestasi kematian
  3. Selama kehidupan ada proses manifestasi perubahan

An. Ti. 20/129

  •   KETERANGAN

Istilah 'sankhata' di sini dipergunakan untuk menyatakan apa saja yang diciptakan, karena itu adalah terbentuk atau berkondisi, Sankhata harus dimengerti bahwa ia meliputi hal-hal yang tidak bermateri atau abstrak, juga hal-hal yang bermateri atau konkrit yang hidup atau tidak hidup, kejadian dan fenomena. Dalam arti lain-nya, apa saja yang dihasilkan oleh suatu sebab adalah disebut 'sankhata'. Segala sesuatu yang merupakan sankhata pasti berubah, berkembang, lapuk dan mati; terkena hukum sebab perubahan, perkembangan, kelapukan dan kematian.

Dalam corak ketiga, manifestasi dari perubahan menuju apa yang dianggap perkembangan dan menuju kepada kelapukan serta kematian.

  • CATATAN :

Menurut kebenaran mutlak, dapat dikatakan bahwa kematian terjadi segera setelah kejadian kelahiran. Ini berlaku untuk manusia, baik dari sudut pandang secara biologis maupun dari sudut pandang secara tidak bermateri. Dengan kata lain, ia menjadi tua dan mati saat ia dilahirkan, baik dengan badan jasmaninya maupun dengan bathinnya.


33. PENCIPTA-PENCIPTA (SANKHARA)

  1. Pencipta badan jasmani (kaya-sankhara)
  2. Pencipta kata-kata (vaci-sankhara)
  3. Pencipta pikiran (citta-sankhara)

Ma. Mu. 12/99

·           KETERANGAN

Kata 'pencipta' adalah terjemahan secara harfiah dari istilah 'sankhara'. Dan dapat dipergunakan dalam suatu arti yang luas berarti pemeliharaan di mana yang berhubungan memerlukan.

Pencipta badan jasmani berarti pernafasan -nafas masuk dan keluar, karena mereka adalah salah satu dari pemelihara badan jasmani yang penting, memberikan kekuatan hidup bagi kelangsungan-nya.

Proses-proses bathin yaitu pikiran dan perenungan (dari istilah vitakka dan vicara) adalah apa yang menciptakan kata-kata. Tanpa mereka, kata-kata tidak akan dapat dimengerti, dan hanya akan merupakan suara atau ucapan yang tidak ada artinya.

Selanjutnya, apa yang dianggap sebagai bathin (kemampuan untuk berfikir, merenung dan sebagainya) adalah dihasilkan oleh pencerapan dan perasaan (masing-masing diterjemahkan dari istilah sañña dan vedana). Keduanya ini dianggap sebagai pendorong atau kekuatan yang menciptakan corak-corak pikiran yang tidak terhitung, (dalam bentuk: kesucian, kejahatan, emosi, kecakapan, kegemaran, ketidak-senangan, kecenderungan, kecerdasan, kebodohan dan selanjutnya).

·           CATATAN :

1.     Di sini istilah sankhara diterjemahkan dengan 'pencipta', bukan 'ciptaan' seperti di tempat-tempat lainnya. Ini adalah arti yang diperlukan. Untuk mengatakan 'ciptaan badan jasmani' hanya akan menimbulkan kekeliruan, karena kata 'pencipta' -pernafasan dan lain-lainnya dalam bagian dua dan tiga- adalah dimaksudkan sebagai pelaku atau penghasil mereka sendiri.

2.     Bahwa hanya nafas masuk dan nafas keluar saja yang dimaksudkan sebagai pencipta badan jasmani, menunjukkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor lainnya, seperti makanan dan minuman, temperatur dan bahkan orang tua telah ditiadakan, karena sebagaimana dimengerti mereka dianggap kurang penting. Maka dangan menyebutkan pernafasan sebagai pencipta badan jasmani janganlah diambil dalam arti mutlak, dengan meniadakan faktor-faktor lainnya, tetapi harus dimengerti dalam arti relatif, meliputi lain-lain-nya yang telah ditinggalkan juga.


34. SEGI-SEGI DARI AJARAN (SADDHAMMA)

  1. Segi belajar (pariyatti-saddhamma)
  2. Segi praktek (patipatti-saddhamma)
  3. Segi hasil-hasil sebagai akibatnya (pativedha-saddhamma)

Pa. Su. Ta. 532

·         KETERANGAN

Yang pertama adalah seperti sebuah peta yang membimbing seorang pencari menyusuri jalan benar. Yang kedua adalah seperti melakukan suatu penyelidikan dengan mengikuti tanda-tanda pada peta. Yang ketiga adalah tanda kesuksesan yang dicapai dengan mengikuti tanda-tanda dan simbol-simbol itu.

Dalam arti yang dimaksudkan di sini, yang ketiga berarti hasil-hasil diatas keduniawian (lihat No. 22 dan 23, Kelompok Empat dan juga No. 4, Kelompok Sembilan).

·           CATATAN :

1.    Mulai mempraktekkan tanpa belajar adalah seperti menjelajahi suatu tempat yang luas dan asing tanpa suatu buku petunjuk. Kemungkinan besar ia akan hilang atau binasa sebelum berhasil mencapai sesuatu yang berharga. Inilah pentingnya Kitab Suci dan komentar. Karena dalam hal-hal semacam ini akal sehat saja adalah tak cukup, walaupun akal sehat itu sendiri adalah mutlak.

2.    Tetapi, terdapat lebih banyak buku daripada banyaknya hari, bulan dan tahun yang ditinggalkan untuk kita di dunia ini. Sibuk dengan membaca dan mengajar saja tanpa berusaha untuk menyelidiki sesuatu apapun, adalah menyia-nyiakan kesempatan hidup kita yang berharga di dunia ini. Pepatah yang terkenal mengatakan: "membaca menjadikan manusia sempurna" adalah benar-benar keliru. Karena dalam hal seperti ini, membaca saja adalah tidak cukup, walaupun membaca itu sendiri adalah mutlak


35. BERKAH-BERKAH (SAMPATTI)

  1. Berkah di dalam dunia manusia (manussa-sampatti)
  2. Berkah di dalam alam-alam dewa (sagga-sampatti)
  3. Berkah nibbana (nibbana-sampatti)

Khu. U. 25/12

·         KETERANGAN

Kekayaan, kehormatan, kebahagiaan dan pujian-pujian yang diperoleh pada masa kehidupan saat ini disebut berkah-berkah dalam dunia manusia.

Berkah di alam-alam dewa berarti kelahiran dan kebahagian di alam-alam dewa yang bersifat ke-indria-an, yang berbentuk dan tidak berbentuk (lihat, No. 24 dalam bab ini).

Pencapaian penerangan sempurna atau nibbana adalah apa yang dimaksud dengan berkah-berkah nibbana (lihat No. 9, Kelompok Dua).


36. CARA-CARA PRAKTEK YANG TELAH MAJU (SIKKHA).

  1. Praktek peraturan-peraturan atau kemoralan yang lebih tinggi (adhisila-sikkha)
  2. Praktek meditasi yang lebih tinggi (adhicitta-sikkha)
  3. Praktek kebijaksanaan yang lebih tinggi (adhipaññasikkha)

An. Ti. 20/294

·           KETERANGAN

Cara praktek yang lebih tinggi atau lebih maju adalah suatu praktek yang bertujuan meninggalkan kesenangan-kesenangan indria dan menghasilkan pandangan terang ke dalam sifat fenomena, dan bukan praktek yang memiliki alam ke-dewa-an atau kenikmatan di dalam kesenangan-kesenangan indria sebagai tujuannya.

Peraturan yang lebih tinggi berarti peraturan-peraturan yang berhubungan dengan delapan-rangkaian Jalan Mulia, di mana seorang Bhikkhu atau seorang pencari menempatkan dirinya dengan teguh dalam peraturan kedisiplinan dan kelakuan untuk menempuh kehidupan tanpa rumah, selalu menghindari suatu perbuatan jahat yang dianggap mempunyai akibat-akibat kecil sekalipun.

Meditasi yang lebih tinggi berarti mempunyai jhana (lihat No. 14, Kelompok Empat). Kebijaksanaan yang lebih tinggi berarti kebijaksanaan yang memungkinkan seorang pencari untuk menyadari tiga corak umum (Kelompok Tiga, Jilid I) dan Empat Kebenaran Mulia (Kelompok Empat, Jilid I).


37. PEMASUK ARUS (SOTAPANNA)

  1. Satu-kelahiran (ekabiji)
  2. Dua atau tiga kelahiran (kolamkola)
  3. Tujuh kelahiran (sattakkhattuparama)

An. Da. 24/129

·           KETERANGAN

Para siswa mulia yang menikmati sang hasil pertama (lihat No. 23, Kelompok Empat) adalah disebut 'pemasuk-arus.' Ia yang masuk ke dalam arus atau aliran Penerangan Sejati, pasti akan mencapai Penerangan dan tidak akan mengalami suatu kemunduran apapun. Ada tiga macam siswa mulia dari golongan ini:

Yang lebih tinggi adalah mereka yang hanya memiliki satu-kelahiran lagi sebelum mencapai Penerangan tertinggi (arahatta). Jika mereka itu manusia, mereka pasti akan lahir pada suatu alam ke-dewa-an dan, mencapai Penerangan Sempurna di sana. Jika mereka itu sudah sebagai seorang dewa, mereka akan lahir sekali lagi di alam manusia dan mencapai Penerangan Sempurna di sini. Pemasuk-arus golongan ini nampaknya lebih baik dari siswa mulia yang kembali sekali (sakadagami), lihat No.5, Kelompok Empat, yang dalam hal apapun harus kembali kedunia ini sekali lagi.

Golongan kedua adalah mereka yang harus lahir dua atau tiga kali sebelum mencapai Penerangan Sempurna.

Golongan ketiga, golongan tujuh-kelahiran berarti mereka yang harus lahir tujuh kali paling banyak tetapi dalam beberapa hal dapat tidak harus lahir tujuh kali lagi (mungkin empat, lima atau enam kali sudah cukup). Arti yang dimaksudkan di sini adalah 'lebih dari tiga kali tetapi tidak melampaui tujuh kali'.

·           CATATAN :

Kalimat di atas 'jika mereka (para pemasuk-arus) itu sudah sebagai dewa' menunjukkan pada kenyataannya bahwa mereka adalah para dewa yang datang, seperti disebutkan dalam kitab-kitab suci untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha, yang biasanya dilakukan pada malam hari. Ini adalah bukti lain yang memperkuat sebutan bagi Sang Buddha yang beberapa para sarjana ragu-ragu: "Guru dari para dewa dan manusia" (satthadevamanussa-nam).



Bersambung ke ===> Dhamma Vibagha - Penggolongan Dhamma (Kelompok Emp...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar