Kamis, September 15, 2011

Dhamma Vibagha II (Penggolongan Dhamma) Kelompok Empat


DHAMMA VIBHAGA II
(PENGGOLONGAN DHAMMA)
Kelompok Empat




Sumber : Dhamma Vibhaga - Penggolongan Dhamma;
oleh: H.R.H. The Late Patriarch Prince Vajirananavarorasa;
alih bahasa : Bhikkhu Jeto, Editor : Bhikkhu Abhipanno;
Penerbit : Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta; Cetakan Pertama 2002)



KELOMPOK EMPAT


1.  ALAM-ALAM SENGSARA (APAYA)
a.    Makhluk neraka (niraya)
b.    Binatang-binatang (tiracchanayoni)
c.    Hantu-hantu kelaparan (pittivisaya)
d.    Setan-setan, iblis (asurakaya)

Khu. Iti. 25/301

·       KETERANGAN
Dunia atau alam-alam yang tidak terdapat perkembangan atau kemajuan disebut alam-alam sengsara (apaya).

Niraya: menunjukkan alam-alam neraka yang mana hukuman diberikan kepada para pembuat kejahatan setelah meninggalnya mereka dari dunia. Hukuman tersebut mengambil bermacam-macam bentuk perwujudan, seperti dibakar dan disiksa atas perintah kepala neraka. Ini mencerminkan kepercayaan Brahminisme pada masa veda, yang menyatakan bahwa para pembuat kejahatan akan diadili oleh Yama atau kepala neraka dan para penghukum arwah, yang menghukum arwah-arwah jahat dengan hukuman-hukuman yang mengerikan. Akan tetapi, di dalam kitab-kitab belakangan, walaupun ada bermacam-macam bentuk penderitaan yang mengerikan, masih disebutkan sebagai corak dari alam-alam neraka, adanya kepala neraka telah dihilangkan, dengan mengemukakan kenyataan bahwa semua hukuman-hukuman demikian adalah manifestasi dari perbuatan jahat mereka sendiri.

Tiracchanayoni: alam binatang nampaknya tidak mempunyai tempat tersendiri, dengan demikian tergantung pada dunia manusia sebagai tempat hidup mereka. Tetapi kitab suci juga menyebutkan bahwa alam-alam binatang dalam dunia-dunia yang tidak terlihat dinamakan sebagai naga, ular-ular, garuda atau burung-burung yang sifatnya bermusuhan dengan ular-ular atau naga. Berbagai jenis binatang mistik ini dikatakan memiliki alam kehidupan mereka sendiri, dengan para raja mereka sendiri dan juga memiliki kekayaan yang menakjubkan serta kekuatan dan kekuasaan yang besar. Akan tetapi, mereka masih dianggap setengah manusia dan alam-alam mereka masih disebut alam sengsara atas dasar bahwa mereka tidak seperti manusia, mereka tidak pernah dapat mencapai keadaan Penerangan ke dalam Sang Jalan.

Pittivisaya: menunjukkan makhluk-makhluk yang disebut sebagai hantu-hantu tidak berbahagia, kelaparan atau pitti. Hal ini biasanya menunjukkan para pembuat kejahatan yang tidak begitu berat untuk menjerumuskan mereka ke dalam alam neraka. Tetapi, mereka dianggap amat jelek dan cacat bentuknya dan juga amat lapar serta menyedihkan. Jenis makhluk yang tidak terlihat ini terkadang juga bergantung pada dunia manusia. Ini dapat dilihat dalam khotbah yang disebut Tirokudda Sutta. Diceritakan bahwa sanak keluarga Raja Bimbisara sedang menantikan persembahan-persembahan dari dunia ini untuk menghilangkan rasa lapar dan haus mereka. Dari komentar khotbah ini, nampaknya hantu-hantu kelaparan itu mempunyai alam-alam tertentu mereka sendiri. Jenis yang disebutkan dalam khotbah yang disebut Janusasoni, adalah salah satu contoh dari kenyataan ini. Dan juga, di sana disebutkan macam-macam hantu lain yang amat dekat hubungannya dengan dunia manusia. Ini benar-benar aneh bahwa mereka harus mengalami banyak sekali kebahagiaan dan penderitaan secara bergantian. Jadi, mereka dikatakan menikmati kebahagiaan ke-dewa-an di dalam istana-istana mereka pada siang hari dan kemudian menderita hukuman seperti neraka pada malam hari sampai fajar menyingsing; yang mana mereka kembali lagi untuk menikmati kebahagiaan di alam ke-dewa-an mereka.

Asurakaya: terjemahan setan-setan agak kabur artinya, karena tidak pernah disebutkan dalam Pali Canon. Sekalipun demikian, komentar telah menyebutkannya secara sepintas lalu saja. Menurut kamus Sanskrit, setan adalah sejenis makhluk jahat tidak kelihatan yang menakuti manusia. Nampaknya ini menunjukkan suatu perbedaan antara hantu kelaparan dengan setan; yang pertama tidak mempunyai kehendak untuk menakuti manusia, sedangkan yang terakhir berbuat demikian dengan sengaja. Bahwasannya hantu kelaparan kadang-kadang terlihat oleh manusia adalah karena faktor-faktor lain, bukan atas kehendak mereka sendiri.

Mengenai makanan atau sesuatu yang mempertahankan makhluk-makhluk ini, dikatakan bahwa makhluk alam neraka dipertahankan dengan perbuatan-perbuatan jahat mereka sendiri. Mereka harus menderita sampai berakhirnya perbuatan jahat yang telah mengirim mereka kesana. Berkenaan dengan binatang (dalam dunia manusia), beberapa di antaranya, hidup dengan tumbuh-tumbuhan dan yang lainnya memangsa binatang lain. Dikatakan bahwa hantu-hantu kelaparan dipertahankan sebagian oleh sebab-sebab (kamma) yang mengirim mereka ke dalam kondisi itu dan sebagian dengan persembahan oleh manusia. Apa yang menjadi makanan untuk setan tidak jelas diketahui. Untuk kelompok yang lebih rendah di antara mereka, kemungkinan mereka memakan bagian-bagian tubuh binatang, apakah dalam kondisi yang baik atau yang sudah membusuk.

Akhimya, suatu persamaan dari empat golongan atau alam sengsara ini dapat dilihat dalam kehidupan kita sehari-hari. Makhluk-makhluk neraka dapat dibandingkan dengan mereka yang dipenjarakan. Mereka menderita hukuman karena perbuatan jahat mereka sendiri, tetapi pada saat yang sama mereka diberi makanan dan tempat tinggal yang cukup memungkinkan untuk dapat menahan penderitaan mereka. Hantu-hantu kelaparan dapat dilihat seperti orang-orang malang, yang bebas tetapi mereka harus memperoleh nafkah dengan mengemis, jadi tergantung pada kemurahan hati orang lain. Setan-setan dalam persamaan ini adalah seperti perampok atau penjahat yang memperoleh nafkah dengan jalan merampok dan melakukan kejahatan serta kekerasan.

·       CATATAN :

1.  Makhluk-makhluk di alam sengsara seperti yang telah disebutkan di atas adalah makhluk-makhluk tidak terlihat yang dilahirkan secara spontan. Kelahiran yang langsung menjadi individu dewasa tanpa harus mulai dari masa kanak-kanak serta dilahirkan tanpa orang tua. Mereka disebut tidak terlihat hanya bagi mata biasa atau yang belum terlatih dan belum dikembangkan. Bagi mereka yang telah mengembangkan kemampuan bathin, memiliki mata bathin, mereka dapat dilihat dengan jelas dan nyata seperti manusia.
2.  Untuk jenis-jenis makhluk tidak terlihat lainnya dengan kelahiran spontan, lihat Kelompok Empat, No. 21 (alam-alam kehidupan) dan Kelompok Enam, No. 6, (alam-alam ke-dewa-an).
3.   Makhluk-makhluk yang tidak terlihat ini, baik mereka yang berada dalam alam-alam berbahagia (alam ke-dewa-an) maupun mereka yang berada di alam-alam sengsara, dimasukkan dalam jenis kelahiran ke-empat, yang disebut opapatika (lihat Kelompok Empat, No. 24: Kelahiran).


2.  PERENUNGAN YANG MEMBANTU (APASSENADHAMMA)
a.    Perenungan sebelum mempergunakan atau berhubungan.
b.    Perenungan sebelum menahan penderitaan yang ada.
c.    Perenungan sebelum menahan diri.
d.    Perenungan sebelum mengurangi.

Di. Pati. 11/236

·       KETERANGAN

1.   Sebelum mempergunakan kebutuhan-kebutuhan hidup (pakaian, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan) atau berhubungan dengan siapapun atau mempergunakan suatu metode praktek apapun, bagi mereka pencari kebenaran dianjurkan untuk berhenti dan merenungkan faedah-faedah dan kerugian yang timbul dari hal itu, pertimbangan dengan hati-hati akan timbul dan perkembangan kebaikan dan kejelekan dapat diharapkan dengan berbuat demikian. Ini adalah pembantu pertama; perenungan sebelum mempergunakan atau berhubungan.
2.  Di hadapan pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti rasa panas, dingin, lapar, haus, kesakitan, atau hinaan, dianjurkan untuk mengadakan perenungan pada sifat berubah. Mengalami kelahiran dan kematian, kemudian pada keburukan-keburukan dengan diseret atau dipengaruhi oleh sifat fenomena demikian, dirangkaikan dengan faedah apabila tidak terseret tetapi mampu menahan secara bijaksana dihadapan pengaruh-pengaruh mereka. Ini adalah perenungan sebelum menahan penderitaan yang ada.
3.  Dalam menghadapi godaan-godaan, seorang pencari kebenaran dianjurkan berhenti untuk merenungkan kejahatan-kejahatan yang timbul. Ia sebaiknya merenungkan bagaimana mereka akan membawa perkembangan kejahatan yang telah ada, menimbulkan kejahatan-kejahatan baru yang belum ada, juga keruntuhan dari kesucian-kesucian yang telah ada dan mencegah timbulnya kesucian baru. Kemudian ia berusaha untuk menghindari mereka atau menahan diri untuk tidak menjadi mangsa pengaruh mereka yang menggoda. Ini adalah perenungan sebelum menahan diri.
4.  Apabila diganggu oleh pikiran-pikiran tidak baik (pikiran yang dipengaruhi oleh keserakahan, kebencian, dan kemauan jahat), yang menjadikan pikiran gelisah dan kalut, seorang pencari kebenaran dianjurkan untuk merenungkan keburukan-keburukan yang dapat diharapkan dari mereka dan kemudian mencoba untuk menguranginya sampai sekecil mungkin, sehingga mereka hilang dari pikiran. Ini adalah perenungan sebelum mengurangi atau menghilangkan.

Empat praktek ini membantu seorang pencari kebenaran pada Jalannya. Ia menjaganya dari kesukaran dan penderitaan yang tidak perlu dan memperkuatnya dengan perkembangan kekuatan serta kesucian yang perlu. Karena itulah maka mereka disebut 'pembantu-pembantu'.

·       CATATAN :

Praktek-praktek diatas memerlukan gabungan fungsi dari kesadaran dan kebijaksanaan (sati dan pañña). Pada saat yang sama, seorang yang menjalankan praktek ini dapat dikatakan telah mengikuti meditasi untuk mencapai ketenangan dan meditasi untuk memperoleh Pandangan Terang (samatha dan vipassana). Lihat Kelompok Dua, No. 2.


3.  TIDAK TERBATAS ATAU TIDAK TERUKUR (APPAMAÑÑA)
a.    Cinta kasih (metta)
b.    Kasih sayang (karuna)
c.    Simpatik (mudita)
d.    Keseimbangan (upekkha)

Di. Si. 9/310

·       KETERANGAN

Pemancaran empat kesucian ini kepada semua makhluk tanpa batas atau pembedaan disebut 'tidak terbatas atau tidak terukur'. Itu harus dibedakan dari kelompok empat kesucian yang sama, yang dipancarkan kepada seseorang atau kelompok orang-orang tertentu. Praktek ini disebut 'keadaan-keadaan pikiran mulia' (brahma vihara) seperti yang telah diterangkan dalam Jilid I.

1.    Cinta kasih ditandai dengan kemauan baik yang bebas dari nafsu.
2.  Kasih sayang adalah suatu perasaan kasihan atas penderitaan mahluk-mahluk lain. Itu juga menyatakan atau menyelamatkan makhluk-makhluk lain dari suatu kondisi sedemikian.
3.  Simpatik, sesuai dengan namanya, menyatakan suatu perasaan simpatik atas kegembiraan atau kesedihan orang lain. Secara negatif, itu menunjukkan pikiran yang bebas dari iri hati atau kemauan jahat.
4.   Keseimbangan adalah perasaan netral, bebas dari perasaan simpatik di mana perasaan simpatik adalah tidak mungkin atau tidak dapat dilaksanakan, seperti membantu (mereka yang membutuhkan atau mereka yang berada dalam bahaya) tidak mungkin dapat dilaksanakan dan juga di mana suatu perasaan simpatik terhadap satu pihak akan menimbulkan prasangka dan karena itu merugikan pada pihak lain. Kesucian ini berdasarkan atas pengertian terhadap hukum Kamma; akibat mengikuti sebab atau memetik apapun yang telah ditanam. Sikap bathin ini dianjurkan apabila, seperti telah disebutkan sebelumnya, bantuan atau simpatik adalah tidak mungkin atau tidak dapat dilaksanakan.

Praktek-praktek ini juga disebut sikap kediaman dewa brahma apabila mereka dipancarkan dalam suatu batas tertentu seperti telah diterangkan sebelumnya. Alasan ini adalah bahwasanya brahma, apakah diartikan sebagai para makhluk agung atau sebagai manusia yang berkedudukan tinggi dengan bawahan atau pembantu yang berada dibawah tanggung jawab mereka, adalah diharuskan untuk selalu memiliki Empat Kesucian ini untuk menunjukkan nama dan kedudukan mereka.

Sebagai kesucian-kesucian yang tidak terbatas atau tidak terukur, mereka dimaksudkan untuk menjadi kesucian dasar para bhikkhu. Setelah meninggalkan kehidupan duniawi, seharusnya tidak terikat pada seorang atau kelompok tertentu.

·       CATATAN :

1.    Istilah Pali: upekkha diterjemahkan sebagai keseimbangan (baik sebagai keadaan pikiran mulia maupun sebagai keadaan tidak terbatas) juga dapat mempunyai arti lain. Haruslah diketahui agar tidak membingungkan bahwa upekkha sebagai salah satu dari tiga macam perasaan yang diterjemahkan dengan 'ke-netral-an' (bukan menyenangkan dan bukan tidak menyenangkan). Upekkha juga sebagai salah satu dari tujuh faktor Penerangan Sejati yang juga diterjemahkan dengan keseimbangan, tetapi memiliki suatu arti yang lebih luas dan lebih dalam, karena sebagai salah satu dan yang terakhir dari tujuh faktor Penerangan Sejati. Keseimbangan (upekkha) adalah puncak dari enam kesucian yang terdahulu dan menunjukkan tingkat Pandangan Terang yang tertinggi. Dalam hal ini, seorang peninjau yang bebas dihadapan semua manifestasi fenomena kelompok kehidupan.
2.    Di mana upekkha telah disebutkan:
  1. Sebagai salah satu dari tiga atau lima macam perasaan (vedana). Lihat Jilid I, Kelompok Lima: perasaan-perasaan; atau Jilid I, Kelompok Lima: Kelompok-kelompok Kehidupan. Upekkha diterjemahkan dengan: 'kenetralan', suatu perasaan yang bukan menyenangkan dan bukan tidak menyenangkan.
  2. Sebagai salah satu dari empat keadaan pikiran mulia (brahma vihara), diterjemahkan dengan 'keseimbangan' (lihat Jilid I).
  3. Sebagai salah satu dari empat keadaan yang tidak terbatas (appamañña), juga diterjemahkan dengan 'keseimbangan'.
  4. Sebagai salah satu dari dua sisa faktor jhana ke-empat kesadaran dan keseimbangan (Kelompok Empat, No. 13).
  5. Sebagai salah satu dari tujuh faktor Penerangan Sejati (bojjhanga), juga diterjemahkan dengan 'keseimbangan' (lihat Jilid I).
  6. Sebagai tingkat kedelapan dari sembilan tingkat Pandangan Terang (vipassana-ñana). Disini disebut keseimbangan Pandangan Terang yang merenungkan pada ciptaan-ciptaan (sankharupekkhañana).

3.     Pembagian upekkha -dalam satu arti, dapat dibagi sebagai berikut:
            i.       Perasaan (vedana) yang disebut upekkha terdiri atas dua macam:
a.    Kenetralan tidak berhubungan dengan Pandangan Terang atau aññanupekkha.
b.    Kenetralan yang berhubungan dengan Pandangan Terang atau ñanupekkha.

Dari kedua macam ini, yang pertama menunjuk pada upekkha milik orang duniawi biasa adalah merupakan yang terendah, karena tidak berhubungan dengan kebijaksanaan atau Pandangan Terang.

     ii.    Keseimbangan sebagai salah satu keadaan pikiran Mulia, berhubungan dengan  suatu tingkat kebijaksanaan.

    iii.      Keseimbangan sebagai salah satu dari keadaan tidak terbatas, berhubungan dengan suatu tingkat kebijaksanaan yang lebih luas.

       iv.      Keseimbangan dalam jhana keempat, merupakan suatu bentuk perasaan yang telah meninggalkan kegiuran dan mengatasi perasaan bahagia. Mereka yang dari permulaan merangkaikan praktek ini dengan meditasi untuk memperoleh Pandangan Terang yang tinggi, sedangkan mereka yang mengembangkannya semata-mata untuk memperoleh ketenangan atau samatha, (Kelompok Dua, No. 2) keseimbangan akan memiliki sedikit kebijaksanaan atau tanpa disertai dengan kebijaksanaan sebagai faktor bagiannya.
         v.       Terakhir, keseimbangan sebagai suatu faktor Penerangan Sejati dan keseimbangan terhadap ciptaan-ciptaan, yaitu tingkat kesembilan dari Pandangan Terang. Keduanya ini dapat dianggap berada pada tingkat perkembangan yang sama, yang telah berada pada ambang pintu Penerangan Sejati.
       vi.          No. 1.b., kenetralan yang berhubungan dengan Pandangan Terang, dapat memiliki suatu jangkauan arti yang bermacam-macam, tergantung pada latar belakang orang yang mengembangkannya dan kesempatan atau tujuan dari perkembangannya. Sebenarnya, istilah 'keseimbangan akan lebih sesuai, karena artinya lebih dekat dengan kebijaksanaan atau Pandangan Terang daripada semata-mata suatu perasaan (vedana). Dan sesungguhnya istilah Pali nya adalah sama, yaitu upekkha.


4.  PARA ARAHAT (ARAHANTA)
1.    Para arahat yang memiliki pandangan terang saja (sukkhavissako)
2.    Para arahat yang memiliki tiga rangkaian pengetahuan (tevijjo)
3.    Para arahat yang memiliki enam rangkaian kekuatan bathin (chalabhiñño)
4.    Para arahat yang memiliki empat rangkaian pengalaman (patisambhidappatto)

·       KETERANGAN

Istilah arahanta menunjukkan tingkatan siswa mulia yang tertinggi, berarti seorang yang telah sempurna, telah menyucikan bathin dengan sempurna, telah mencapai tingkat perkembangan bathin yang tertinggi dan telah menyelesaikan pekerjaannya sejauh berkenaan dengan perkembangan bathin. Jadi, ia telah mencapai Penerangan Sempurna, tidak dilahirkan kembali lagi. Ini adalah corak umum dari semua arahanta, tetapi mengenai individu arahanta terdapat beberapa perbedaan berkenaan dengan hasil-hasil tambahan sebagai berikut:

Yang pertama, mereka telah mencapai Penerangan Sempurna tanpa memiliki hasil tambahan lain apa pun. Jadi, mereka telah menyucikan bathin secara sempurna, telah menyempurnakan kehidupan suci dan telah menyelesaikan tugas mereka berkenaan dengan perkembangan bathin. Mereka tidak memiliki kelahiran kembali lagi. Dengan kata lain, mereka telah memenuhi syarat minimum bagi pencapaian Penerangan Sempurna dan tidak memiliki kecakapan-kecakapan tambahan lainnya. Jenis ini merupakan golongan mayoritas dari arahanta pada masa kehidupan Sang Buddha.

Untuk keterangan mengenai yang kedua, ketiga, dan keempat, lihat Kelompok Tiga, Kelompok Enam, dan Kelompok Empat secara berturut-turut.


5.  MAHLUK-MAHLUK SUCI (ARIYAPUGGALA)
1.    Pemasuk arus (Sotapanna)
2.    Seorang yang hanya kembali sekali (sakadagami)
3.    Seorang yang tidak kembali lagi (anagami)
4.    Seorang yang telah mencapai Penerangan Sempurna (arahanta)

Di. Si. 9/199

·       KETERANGAN

Makhluk-makhluk suci (ariyapuggala) adalah mereka yang telah menghancurkan sekurang-kurangnya beberapa dari sepuluh rintangan bathin (lihat Kelompok Tiga). Di sini tekanan harus diletakkan pada 'penghancuran', yang menyatakan penghilangan secara mutlak, dan dapat disamakan dengan sebatang pohon yang telah dicabut sehingga tidak dapat tumbuh kembali.

Pemenang arus (sotapanna) berarti seseorang yang telah memasuki arus nibbana. Ia pasti maju dengan teguh sepanjang 'Sang Jalan' tanpa adanya kemungkinan kemunduran atau berhenti dalam perkembangan bathinnya. Ia ditandai dengan penghancuran tiga dari sepuluh rintangan bathin. Bagi seorang siswa mulia demikian, tidak akan ada kelahiran kembali lebih dari tujuh kali sebelum pencapaian Penerangan Sempurna.

Ia yang kembali sekali (sakadagami) adalah setingkat lebih tinggi dari pemasuk arus. Ia juga dikatakan telah menghancurkan tiga dari sepuluh rintangan bathin, tetapi pada saat yang sama juga telah memperkecil sisanya dalam jumlah yang lebih besar dari pemasuk arus. Seperti namanya menyatakan, ia akan dilahirkan kembali kedunia manusia sekali lagi (setelah kelahirannya di alam ke-dewa-an) dan kemudian mencapai Penerangan Sempurna disini.

Ia yang tidak kembali lagi (anagami) telah menghancurkan lima dari sepuluh rintangan bathin. Ia tidak akan kembali lagi kedunia ini. Itulah sebabnya, mengapa ia disebut demikian, tetapi ia akan berdiam di suatu alam ke-dewa-an tertentu dan akan mencapai Penerangan Sempurna di sana.

Arahanta adalah kelompok siswa mulia yang tertinggi. Ia telah menghancurkan kesepuluh rintangan bathin. Kehidupannya yang sekarang adalah kelahirannya yang terakhir, karena setelah kehancuran badan jasmani tidak ada kelahiran lagi baginya dalam suatu alam kehidupan apapun.

·       CATATAN :

1.  Seringkali terdapat suatu pertanyaan berkenaan dengan di manakah arahanta atau menjadi apakah ia setelah kematiannya. Jawaban yang paling baik untuk pertanyaan ini adalah kata-kata Sang Buddha sendiri sebagai jawaban-Nya kepada enam belas pemuda yang dinamakan Upasiya, yang mengajukan pertanyaan sama kepada Beliau, di mana Beliau menjawab dengan berkata: "Tidak ada keterangan mengenai kelahiran seorang suci yang telah terbebas dari nama dan rupa, mencapai pemadaman mutlak (dari kekotoran dan bentuk), seperti juga halnya tidak ada yang tahu ke mana perginya api yang ditiup padam oleh kekuatan angin."
2.  Disebutkan di dalam kitab-kitab suci bahwa para Sotapanna dan Sakadagami masih dapat menikah, berumah tangga dan kadang-kadang menjadi marah, sedih dan bergembira. Tetapi, mereka tidak mempunyai kemauan jahat, tidak melakukan perbuatan seks yang melanggar atau melakukan kejahatan. Dengan kata lain, mereka telah sempurna di dalam kemoralan (sila) tetapi masih lunak di dalam meditasi (samadhi) dan kebijaksanaan (pañña).
3.  Para anagami telah menghancurkan kenafsuan dan rangsangan, dikatakan telah bebas dari rangsangan nafsu seks apapun juga. Akan tetapi, pada masa kehidupan Sang Buddha, ada beberapa Anagami yang hidup sebagai kepala rumah tangga. Merekapun merawat pembantu-pembantu, hidup bersama dengan suami atau istri mereka dan mencari nafkah mereka seperti orang lain. Tetapi ada perbedaan penting dan pokok di bawah persamaan yang samar-samar itu. Walaupun mereka tinggal dengan suami atau istri mereka masing-masing, tidak ada pergaulan seks atau perasaan seks di antara mereka. Hubungan mereka hanya bersifat hubungan sebagai teman atau sahabat, bukan antara suami dan istri. Ini disebut Gehasitapema atau kekariban dan persahabatan yang ada antara mereka yang lama telah hidup sebagai suami istri dalam kehidupan. Dan juga, dalam mencari nafkah, mereka agak menyerupai orang-orang lain, tetapi cara mereka berbuat demikian adalah lebih terbatas, terbatas dalam lingkungan macam-macam pekerjaan yang dapat dibenarkan. Mereka tidak pernah mencari nafkah dengan cara-cara yang terlarang (lihat lima macam perdagangan yang terlarang bagi umat awam menurut hukum kemoralan, Jilid I). Seorang upasaka bernama Ghatikara yang pekerjaannya adalah seorang pembuat pot adalah satu gambaran dari kenyataan ini. Dengan kata lain, para anagami dikatakan telah sempurna dalam kemoralan (sila) dan meditasi (samadhi) tetapi masih lunak dalam kebijaksanaan (pañña).
4.    Arahanta yang dikatakan telah sempurna dalam kemoralan, meditasi, dan kebijaksanaan.


6. PRAKTEK-PRAKTEK MULIA (ARIYAVAMSA)
1.    Puas dengan jubah apapun yang telah diperoleh.
2.    Puas dengan makanan apapun yang dapat diperoleh.
3.    Puas dengan tempat tinggal apapun yang dapat diketemukan.
4. Selalu bergembira (bukan puas) dalam mengembangkan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.

An. Ca. 20/35

·       KETERANGAN

Praktek-praktek mulia ini adalah dimaksudkan bagi seorang bhikkhu yang menempuh kehidupan tanpa rumah dan kebutuhan hidupnya tergantung pada orang lain. Jadi ia harus merasa puas, dan untuk itu tidak seharusnya meminta sesuatu yang tertentu atau memilih apa yang dipersembahkan oleh para umat awam kepadanya. Jubah, makanan atau tempat tinggal apapun (yang sudah tentu bukan bentuk yang dilarang oleh peraturan kedisiplinan) adalah cukup baginya. Merasa puas, berarti disamping tidak rewel juga tidak mencarinya dalam cara yang dilarang oleh vinaya atau peraturan kedisiplinan ke-vihara-an. Dan juga, apabila ia tidak dapat memperoleh apa yang diinginkannya, seharusnya tidak ada kesukaran dan kekhawatiran baginya. Seandainya ia dapat memperolehnya, ia tidak akan terlalu bergembira atau terpengaruh oleh hal itu, tetapi tetap seimbang dan mempergunakannya dengan kebijaksanaan serta dengan sikap pikiran yang tidak melekat.

Akan tetapi, praktek yang keempat, secara perbandingan adalah lebih bersifat positif, karena itu menganjurkan suatu semangat yang sungguh-sungguh (bukan kepuasan) dalam berbuat kebajikan dan menghilangkan atau mengurangi kejahatan.

Empat praktek mulia ini harus selalu dirangkaikan dengan suatu perasaan rendah hati, bebas dari keinginan untuk menyakiti perasaan orang lain dengan jalan menonjolkan diri dan juga harus disertai dengan usaha terus-menerus serta selalu mengoreksi diri sendiri dengan hati-hati.


7.    MEDITASI TANPA BENTUK (ARUPA)
1.    Meditasi berdasarkan perenungan terhadap udara (akasanañcayatana)
2.    Meditasi berdasarkan perenungan terhadap kesadaran (viññanañcayatana)
3.    Meditasi berdasarkan perenungan terhadap kekosongan (akiñcaññanayatana)
4. Meditasi yang menghasilkan suatu kondisi bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan (nevasaññanasaññayatana).

Sam. Sala. 326

·       KETERANGAN

Istilah 'tanpa bentuk', secara harafiah, diterjemahkan dari arupa, menunjukkan bentuk meditasi lebih tinggi yang berdasarkan pada suatu obyek abstrak, yang berlawanan dengan meditasi 'bentuk' atau rupa, yang berdasarkan pada obyek nyata. Istilah ini (tidak berbentuk atau arupa) dapat dipergunakan sebagai nama alam kehidupan juga sebagai obyek meditasi (demikian pula, meditasi 'bentuk' atau rupa, dapat dipergunakan untuk menyatakan obyek meditasi dan alam kehidupan).

Meditasi tanpa bentuk adalah dianggap sebagai kelanjutan dari meditasi 'bentuk' (yang terdiri dari empat tingkat). Seorang siswa meditasi atau yogi, setelah mencapai tingkat ke-empat dari meditasi bentuk, mengalihkan pikirannya dari obyek bentuk yang dibayangkan dan kemudian menempatkan pikiran dengan teguh pada kekosongan udara (ruang). Ini dikatakan masuk ke dalam meditasi tidak berbentuk (arupa) yang pertama.

Kemudian apabila ia memusatkan pikirannya pada ketidak-terbatasan dari kesadaran, yang mengatasi kekosongan ruang, ia dikatakan telah memasuki tingkat kedua. Demikian pula tingkat ketiga dicapai apabila tingkat kedua telah diatasi dengan pikiran terpusatkan pada perenungan terhadap kekosongan mutlak. Apabila tingkat inipun telah dilalui, sang yogi dikatakan telah mencapai tingkat meditasi yang sukar diterangkan dengan kata-kata, sehingga secara samar-samar dan kabur diterangkan sebagai "bukan pencerapan maupun bukan tidak pencerapan".

Keempatnya ini, disamping sebagai nama dari tingkat-tingkat meditasi yang berbeda juga dipergunakan untuk menunjukkan tingkat-tingkat alam kehidupan ke-dewa-an yang tinggi, secara kolektif disebut alam-alam Brahma. Alasan untuk ini adalah bahwa seorang yogi yang telah mencapai salah satu dari empat meditasi tidak berbentuk akan masuk ke alam kehidupan tidak berbentuk masing-masing sesuai dengan tingkat meditasi yang telah dicapainya.


8.  KETIDAK-TAHUAN (AVIJJA)
1.    Ketidaktahuan mengenai kebenaran mulia tentang penderitaan.
2.    Ketidaktahuan mengenai kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan.
3.    Ketidaktahuan mengenai kebenaran mulia tentang akhir penderitaan.
4. Ketidaktahuan mengenai kebenaran mulia mengenai jalan yang membawa menuju lenyapnya penderitaan.

Sam. Sala. 18/315

·       KETERANGAN

Adalah jelas bahwa istilah ketidaktahuan di sini dipergunakan untuk menyatakan ketidaktahuan terhadap Empat Kebenaran Mulia, untuk keterangan lebih lanjut, lihat Kelompok Empat, Jilid I.

·       CATATAN :

1. Ada juga pengertian lain dari ketidaktahuan yang dibagi menjadi delapan macam (lihat Kelompok Delapan, No. 2).
2.    Sinonim dari ketidaktahuan yang sering dipergunakan adalah kebodohan (moha).
3.    Dimana ketidaktahuan telah disebutkan? Ketidaktahuan juga dianggap sebagai salah satu dari asava (lihat Kelompok Tiga), sebagai salah satu dari 'banjir' (Kelompok Empat), sebagai salah satu dari 'kekotoran-kekotoran laten' (Kelompok Tujuh), sebagai salah satu dari 'rintangan-rintangan bathin' (Kelompok Sepuluh), dan mungkin yang paling penting dari semuanya adalah sebagai salah satu dari rantai-rantai di dalam Hukum Sebab Akibat yang saling bergantungan (Paticca-samuppada; lihat Kelompok Sebelas).


9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPERTAHANKAN (AHARA)
  1. Makanan (kabalinkarahara)
  2. Kontak (phassa)
  3. Kehendak (manosañcetana)
  4. Kesadaran (viññana)

Ma. Mu. 12/18

·       KETERANGAN

Secara harafiah, istilah ahara menyatakan apa saja yang menghasilkan suatu akibat (terjemahan diatas lebih disenangi karena memberikan suatu pengertian yang lebih jelas dan tepat. Dari daftar diatas, terlihat bahwa istilah itu menyatakan apa saja yang mempertahankan proses-proses kehidupan).

Makanan sudah jelas sebagai faktor mempertahankan yang mutlak bagi kelangsungan kehidupan badan jasmani.

Kontak harus dimengerti sebagai memiliki suatu pengertian khusus, seperti sesuatu kumpulan kata benda yang menunjukkan berkumpulnya bersama-sama, yaitu mata, obyek yang dapat dilihat dan kesadaran mata timbulnya dari itu. Ini dapat dituliskan didalam bentuk suatu persamaan sebagai berikut:

Kesadaran mata + mata + obyek yang dapat dilihat = kontak

Seluruh persamaan itu adalah disebut kontak mata. Demikian juga kontak dapat timbul melalui lima indria lainnya; telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran. 'Kontak' yang demikian juga merupakan faktor yang mempertahankan kehidupan lainnya.

Kehendak yang terjadi pada satu saat setelah kontak adalah suatu sebab dari pikiran, dan kemudian ucapan serta perbuatan sebagai ekspresi atau manifestasi kehidupan.

Viññana adalah dasar yang terpenting dan merupakan inti kehidupan yang sesungguhnya. Dalam suatu arti ada dua kategori; kesadaran ke-indria-an (vithi viññana) (lihat Kelompok Enam, Jilid I) dianggap sebagai salah satu dari istilah-istilah yang telah disebutkan pada persamaan di atas, dan kesadaran kelahiran kembali (patisandhi viññana) merupakan arti yang dimaksudkan di sini. Macam kesadaran yang kedua ini adalah yang meletakkan dasar bagi kehidupan berikut. Itu adalah sebab mula dari apa yang disebut nama dan rupa atau dalam istilah yang kurang teknis, badan atau embrio, yang berkembang dalam kandungan ibu. Ini sesuai dengan salah satu dari rumusan-rumusan Hukum Sebab Akibat yang saling bergantungan (paticca-samuppada); 'karena adanya kesadaran, maka timbullah nama dan rupa', (lihat Kelompok Sebelas).


10. KEMELEKATAN (UPADANA)
  1. Kemelekatan pada kenafsuan (kamupadana).
  2. Kemelekatan pada pandangan (ditthupadana).
  3. Kemelekatan pada upacara-upacara (silabattupadana)
  4. Kemelekatan pada sang ego (attavadupadana).

Ma. Mu. 11/152

·       KETERANGAN

Kemelekatan pada kenafsuan adalah berdasarkan pada keinginan terhadap nafsu-nafsu ke-indri-an. Kemelekatan ini membawa pada pemuasan diri secara berlebih-lebihan, iri hati, dan kemauan jahat.

Kemelekatan pada pandangan adalah berdasarkan pada sikap kepala batu dan tidak toleran. Kemelekatan ini membawa pada pertentangan-pertentangan yang tidak perlu.

Kemelekatan pada upacara-upacara dan sembahyang-sembahyang berarti menganggap hal-hal demikian penting atau terikat pada mereka dalam hal yang bersifat tahayul. Termasuk di dalam kategori ini adalah kemelekatan pada tradisi, kebiasaan, mitos, dan magis (menganggap mereka sebagai kekuatan yang menguasai kehidupan seseorang).

Kemelekatan pada sang ego adalah disebabkan oleh kebanggaan-kebanggaan dan sifat menonjolkan diri yang menimbulkan suatu perasaan curiga yang kuat terhadap orang atau golongan lain.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar