Kamis, Februari 23, 2012

Sudah cukupkah kita berbuat baik ?


SUDAH CUKUPKAH KITA BERBUAT BAIK ?
Oleh: Nina Susilo (FS 1998)

Banyak yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Pendapat itu tidak salah. Dalam Buddhisme, pendapat itu berarti lebih dalam dan manusia bukan hanya sekadar makhluk sempurna. Kelahiran dengan tubuh manusia merupakan kondisi yang sangat menguntungkan karena dengan kelahiran ini, kita dapat merasakan kesenangan dan kesedihan serta dapat berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Tentu bentuk kelahiran yang optimal ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Mengapa kelahiran sebagai manusia itu sangat berharga dan menguntungkan? Saat terlahir sebagai binatang, misalnya sebagai anjing, semut, atau makhluk lain, kita tidak akan sempat memikirkan bagaimana kita mencapai kehidupan yang lebih baik, bagaimana lepas dari samsara, atau bagaimana makhluk lain menderita. Mari amati kehidupan binatang di sekitar kita, misalnya anjing peliharaan kita, semut, atau yang lain. Amatilah bagaimana anjing kita tidur, makan, berhubungan dengan binatang sejenis atau yang lain. Demikian juga semut kecil yang ada di dinding atau di meja makan. Sebenarnya mereka hidup dalam ketakutan. Berbagai bahaya baik dari alam, manusia, atau bintang lain mengancam.

Demikian juga bila kita terlahir sebagai dewa dengan segala pemenuhan keinginan. Kondisi itu demikian menyenangkan dan membuat kita lengah. Kita tidak merasa bahwa kondisi itu tidak kekal. Kesenangan yang tersedia juga dapat menimbulkan nafsu yang tidak terkendali. Akhirnya saat buah karma baik habis, yang tersisa adalah karma buruk dan kita jatuh ke alam yang lebih rendah.

Dengan memikirkan hal-hal yang dapat terjadi pada kelahiran-kelahiran selain manusia, terlihat bahwa kelahiran sebagai manusia adalah yang paling sempurna. Apalagi kita telah mendapat kondisi yang sangat baik, mengenal Dharma yang berharga.

Kondisi yang demikian menguntungkan itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kesempatan yang sedemikian baik, bila tidak digunakan untuk tujuan akhir yang bajik, tentu merupakan kerugian yang besar sekali. Pelindung Shantideva mengatakan:

Tiada penipuan terhadap diri sendiri yang lebih buruk lagi,
Setelah mendapatkan kesempatan yang demikian,
Tidak menggunakannya untuk tujuan akhir yang bajik,
Tiada yang lebih buta lagi.

Selain itu kita semua pasti akan mengalami kematian dan kita tidak dapat memastikan kapan kematian itu datang. Kita juga tidak dapat memastikan apa yang akan terjadi setelah itu. Kita tidak tahu kapan kematian itu datang. Kita juga tidak tahu apakah kita akan terlahir sebagai setan kelaparan yang tidak dapat makan atau minum sedikitpun, atau sebagai hewan yang bertanduk, atau di neraka yang menyiksa.

Kemungkin tujuan kelahiran kembali hanya dua, ke alam-alam yang lebih tinggi atau ke alam-alam yang lebih rendah. Mungkin ini terasa sebagai sesuatu yang jauh. Namun perbedaan kita dengan alam-alam tersebut hanya fakta bahwa kita masih menarik nafas. Sementara kehidupan ini harus kita sadari seperti api lilin yang diterpa angin di halaman. Waktu terus berjalan dan kita masih saja membuang-buang waktu.

Yang sangat klasik adalah bahwa kita harus melakukan perbuatan bajik agar terlahir di alam-alam yang baik dan menghindari perbuatan buruk agar terhindar dari alam-alam rendah. Namun sudahkah kita melakukannya? Apakah perbuatan bajik kita cukup banyak dan cukup berkualitas untuk membawa kita lepas dari kelahiran di alam-alam menyedihkan? Atau apakah kita sudah melakukan perbuatan buruk sedemikian banyaknya?

Mari kita menimbang-nimbang seberapa banyak perbuatan baik kita dan seberapa yang buruk? Mana yang lebih dominan?

Kita memiliki campuran perbuatan baik dan buruk pada arus mental kita. Yang lebih dominan dari kedua hal tersebut akan terpicu oleh kemelekatan kita saat kita mati. Bila kita terlahir sebagai manusia pun karma tersebut akan mendorong kondisi yang akan kita terima dalam kelahiran tersebut.

Kualitas perbuatan kita ditentukan oleh motivasi, perbuatan itu sendiri, dan tahap akhirnya. Mungkin kita berpikir hanya melakukan sedikit perbuatan baik, namun sangat mungkin kekuatannya besar sekali.

Mari kita ambil sebuah contoh. Misalkan Anda memarahi murid-muridmu. Anda termotivasi oleh kebencian yang kuat dan mengenai perbuatannya. Anda menggunakan kata-kata terkasar yang akan benar-benar menyakiti mereka. Dan pada tahap akhir, Anda merasa bangga dan berpendapat bahwa Anda hebat. Ketiga bagian ini - motivasi, perbuatan, dan tahap akhirnya tidak dapat dilakukan dengan lebih baik lagi. Misalnya Anda membunuh serangga. Motivasimu adalah kebencian yang kuat. Anda melumat serangga tersebut di antara jari-jarimu, menahannya sebentar, dan akhirnya Anda membunuh serangga tersebut. Untuk tahap akhirnya, Anda menjadi sangat sombong dan Anda merasa sangat diuntungkan oleh perbuatan tersebut. Ketidakbajikan ini telah menjadi luar biasa kuatnya. Kita mungkin berpikir kebajikan kita sangat kuat, namun kenyataannya kebajikan kita sangat lemah. Motivasi, perbuatan (bagian utama dari perbuatan), dan tahap akhir (mendedikasikan kebajikan, dsb) harus dilakukan secara murni agar kebajikan itu menjadi sangat kuat. Motivasi yang terbaik adalah pikiran untuk mencapai keBuddhaan yang lengkap sempurna demi semua makhluk (bodhicitta). Dapat juga dengan motivasi melepaskan diri dari samsara atau menghilangkan kemelekatan. Biasanya kita berbuat sesuatu untuk mendapatkan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan ini.

Pada bagian utama, bila perbuatan tersebut kita lakukan hanya sebagai rutinitas, misalnya saat kita mengulangi mantra Om Mani Padme Hum tanpa berkonsentrasi secara penuh, dengan pikiran tertidur, atau terganggu, ini tidak menjadikannya perbuatan baik yang berkualitas. Dan pada tahap akhir, ketika kita membuat doa penutup atau dedikasi, mungkin saja kita terjatuh dan mengarahkan kebajikan kita kepada kehidupan ini saja. Atau kita tidak mendedikasikan perbuatan bajik yang dilakukan. Ini menjadikan kebajikan yang telah dilakukan menjadi lemah.

Dengan mengetahui sampai seberapa jauh praktek yang kita lakukan, kita dapat menghayati dan menyesuaikan dengan yang dibutuhkan batin kita. Selanjutnya kita memikirkan mengapa kita berpraktek Dharma, atau berlatih sebanyakbanyaknya, mengapa kita memupuk kebajikan. Dengan pikiran tersebut, kita berusaha untuk tidak lengah dan tidak membuang-buang waktu untuk memanfaatkan kelahiran yang sangat menguntungkan dan menggunakan berkah ini untuk mengumpulkan kebajikan dan menghimpun kebijaksanaan.

Semoga dengan jasa dan kebaikan membaca Dharma yang mulia ini semua makhluk bebas dari segala bentuk penderitaan dan mendapatkan kebahagiaan.

(Tulisan ini disadur dari terjemahan Indonesia buku Liberation in the Palm of Your Hand, A Concise Discourse on the Path to Enlightenment, hari pertama).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar