Selasa, Desember 27, 2011

Hidup tanpa kemelekatan tetapi penuh kasih

HIDUP TANPA KEMELEKATAN TETAPI PENUH KASIH

Oleh: Ajahn Sumedho



Pertama sekali, Anda harus mengenali apa kemelekatan itu, kemudian tanggalkanlah kemelekatan tersebut. Pada saat itulah Anda mewujudkan ketidakmelekatan. Akan tetapi, jika Anda berpandangan bahwa Anda tidak boleh melekat pada sesuatu, maka Anda belumlah terbebas dari kemelekatan. Intinya adalah bukan menentang kemelekatan seakan-akan ada sebuah hukum tertentu yang melarangnya; intinya adalah mengamati. Kita lalu bertanya, "Apa sebenarnya kemelekatan itu ?"

"Apakah kemelekatan terhadap sesuatu membawa kebahagiaan atau malah penderitaan?" Barulah kita mulai memperoleh pemahaman. Kita mulai mengerti apa kemelekatan itu, dan akhirnya kita bisa melepaskan diri dari kemelekatan.

Jika Anda langsung melihat dengan sudut pandang bahwa Anda tidak boleh melekat pada apapun maka Anda akhirnya akan berpikiran demikian, "Saya tidak bisa menjadi umat Buddha karena saya mencintai istri saya, karena saya terikat padanya. Saya mencintainya, dan saya tidak bisa melepaskannya. Saya tidak mungkin menyuruhnya pergi begitu saja."

Pikiran-pikiran seperti itu berasal dari pandangan bahwa Anda tidak boleh melekat. Memahami kemelekatan bukan berarti Anda harus menjauh dari istri Anda. Hal ini sebenarnya berarti Anda membebaskan diri Anda dari pandangan salah tentang diri Anda dan istri Anda. Lalu Anda akan menemukan adanya kasih di sana, tetapi tidak ada kemelekatan. Kasih yang tidak tercemari, tidak melekat, dan tidak berusaha memiliki. Pikiran yang kosong benar-benar bisa mempedulikan orang lain dan mengasihi dengan makna kasih yang sejati. Tetapi, adanya kemelekatan akan selalu mencemarinya.

Jika Anda mengasihi seseorang dan mulai berusaha memiliki, keadaan akan menjadi rumit; selanjutnya, apa yang Anda kasihi menyebabkan Anda menderita. Sebagai contoh, Anda tentu saja mengasihi anak-anak Anda, tetapi jika Anda melekat pada mereka, maka Anda tidak lagi benar-benar mengasihi mereka karena Anda menjadi 'tidak menerima' mereka apa adanya. Anda mempunyai banyak impian tentang bagaimana seharusnya mereka bersikap dan tentang akan jadi apa mereka nantinya. Anda ingin mereka mematuhi Anda, dan Anda ingin mereka bersikap baik, dan Anda ingin mereka lulus ujian. Dengan sikap seperti ini, Anda tidak benar-benar mengasihi mereka, karena jika mereka tidak memenuhi keinginan Anda, Anda akan merasa marah, frustasi, dan kesal terhadap mereka.

Jadi, kemelekatan pada anak-anak menghalangi kita untuk mengasihi mereka. Tetapi begitu kita melepaskan kemelekatan tersebut, kita menemukan bahwa cara berhubungan yang sesungguhnya adalah dengan mengasihi. Kita menemukan bahwa kita mampu memberikan kebebasan kepada anak-anak kita untuk menjadi diri mereka apa adanya, daripada mengharapkan mereka menjadi seseorang yang kita inginkan. Ketika saya sedang berbincang-bincang dengan para orang tua, mereka mengatakan betapa susahnya mengasuh anak-anak karena banyak sekali yang mereka harapkan dari anak-anak mereka.

Ketika kita menginginkan anak-anak kita bersikap begini dan begitu, kita mulai membentuk sebuah beban mental dan penderitaan di dalam hati kita. Sebaliknya, semakin kita dapat melepaskan kemelekatan itu, semakin kita akan menemukan suatu kemampuan yang luar biasa untuk menjadi lebih peka, dan memahami, anak-anak dengan apa adanya. Selanjutnya, tentu saja, keterbukaan itu membuat mereka menanggapi daripada hanya sekadar bereaksi tidak setuju. Tahukah Anda, banyak anak-anak yang bereaksi tidak setuju terhadap kata-kata kita, "Saya menginginkan kamu menjadi begini." Pikiran yang kosong-pikiran yang murni- bukanlah suatu kehampaan dimana Anda tidak merasakan atau mempedulikan apapun. Pikiran seperti itu adalah suatu pikiran yang terang. Sebuah kecerahan yang benar-benar sensitif dan bisa menerima keadaan yang tidak sesuai harapan kita sekalipun.

Intinya adalah kemampuan menerima hidup ini apa adanya. Ketika kita menerima hidup ini apa adanya, kita bisa dengan tepat menanggapi apa yang sedang kita alami, bukannya sekadar bertindak berdasarkan rasa takut dan kekesalan.

Bertanggung-jawab atas Diri Sendiri

Dengan kesadaran penuh, apapun posisi orang lain, kita dapat bertindak tanpa adanya keterikatan. Kita bisa mandiri dan bersikap baik walau apapun yang dilakukan oleh orang lain. Saya bisa bersikap ramah, pemurah, dan pengasih terhadap Anda, dan itulah kegembiraan bagiku. Tetapi jika saya menggantungkan kebahagiaan saya pada perlakuan Anda yang baik kepada saya, maka keadaan bahagia saya akan senantiasa terancam, karena ketika Anda tidak bersikap seperti yang saya suka-seperti yang saya kehendaki-maka saya akan menjadi tidak bahagia. Akhirnya kebahagiaan saya akan selalu terancam karena segala hal di dunia ini bisa saja tidak seperti yang saya inginkan.

Jelaslah bahwa seluruh hidup saya akan dipenuhi kekecewaan andaikan saya berharap semuanya berubah-jika saya berharap semua orang berubah menjadi orang yang baik; peperangan berakhir; tidak ada penyalahgunaan keuangan; pemerintah penuh dengan belaskasih, rela berkorban, dan penuh kedermawaan-, semuanya berlangsung persis seperti yang saya inginkan! Sebenarnya, saya tidak bisa berharap banyak untuk melihat hal-hal tersebut terwujud dalam kehidupan saya ini, tetapi tidak ada alasan untuk kecewa karenanya; kebahagiaan yang didasarkan pada apa yang saya inginkan tidaklah penting.

Kegembiraan tidaklah tergantung pada perolehan sesuatu, atau pada dunia yang berjalan seperti yang Anda kehendaki, atau pada orang lain yang bertindak patut, atau pada keadaan dimana mereka memberi Anda semua hal yang Anda suka dan inginkan. Kegembiraan tidaklah bergantung kepada sesuatu apapun melainkan kemauan Anda menjadi dermawan, ramah, dan pengasih. Kegembiraan adalah suatu pengalaman yang penuh kedewasaan dalam memberi, berbagi, dan mengembangkan ilmu kebajikan. Kebajikan adalah suatu kegembiraan yang dapat kita rasakan di alam manusia ini. Jadi, meskipun apa yang dilakukan masyarakat dan orang lain itu di luar kendali saya-saya tidak mungkin berkelana kesana-kemari untuk membuat semuanya sesuai dengan kehendak saya-,tetap saja saya dapat menjadi menjadi seorang yang ramah, dermawan, dan sabar, dan berbuat baik, dan mengembangkan kebajikan. Itu yang saya dapat lakukan, patut dilaksanakan, sesuatu yang tidak dapat dihentikan oleh siapapun juga. 

Betapa busuk atau rusak pun suatu masyarakat, itu tidak akan mempengaruhi kemampuan kita untuk menjadi bajik dan berbuat kebaikan.


Sumber : How to Develop Happiness in Daily Living
Penerbit : Bodhi Buddhist Centre Indonesia, Medan


Semoga bermanfaat



]˜

Tidak ada komentar:

Posting Komentar