Sabtu, Desember 10, 2011

Keseimbangan Batin


KESEIMBANGAN BATIN


Keseimbangan batin penting sekali terutama bagi umat awam yang hidup dalam dunia yang kacau balau, di tengah gelombang keadaan yang naik turun, serta tidak menentu.

Dunia telah membentuk batin manusia yang lemah sedemikian rupa, sehingga kebaikan sering mendapat kritik dan serangan ngawur dan curang; bahkan tak jarang dihambat dan dihalang-halangi. Apabila seseorang dapat mempertahankan keseimbangan batinnya, maka dialah seorang pahlawan yang besar.

Untung-rugi, kemasyuran dan nama buruk, pujian dan celaan, kebahagiaan dan penderitaan adalah delapan kondisi duniawi yang tak dapat dielakkan dalam kehidupan umat manusia. Umumnya orang menjadi bingung dan kacau bila menghadapi keadaan serupa itu, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Orang merasa senang bila dipuji, sedih dan tertekan bila dicela atau dimaki. Dalam hal ini Sang Buddha pernah bersabda :

"Orang bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira ataupun kecewa di tengah-tengah pujian dan celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak tergoyangkan oleh badai."

Lembaran kehidupan sejarah perjuangan Sang Buddha telah menyajikan kepada kita suatu contoh yang tepat tentang keseimbangan batin itu.

Tidak ada guru agama yang begitu banyak dikritik, diserang, dihina dan dicaci maki seperti Sang Buddha, tetapi juga tidak ada orang yang begitu tinggi dipuji, dijunjung dan dihormati seperti beliau.

Sang Buddha memberi nasehat kepada para siswanya demikian :

"Orang yang dapat berdiam diri bagaikan gong pecah waktu ia diganggu, dihina dan dicela, maka dia sudah berada diambang pintu Nibbana, walaupun belum mencapai Nibbana."

Ini merupakan kata-kata emas yang amat bernilai, yang harus mendapat perhatian dunia yang kacau balau dan kurang disiplin seperti sekarang ini.

Seorang wanita harem bernama Magandiya merasa dendam sekali kepada Sang Buddha, karena Beliau tak menghiraukan kecantikan maupun keindahan tubuhnya sewaktu ayahnya, karena tidak tahu, ingin mengawinkan dirinya dengan Sang Buddha. Magandiya menyewa pemabuk-pemabuk untuk menghina Sang Buddha di muka umum. Tetapi dengan ketenangan sempurna Sang Buddha menerima hinaan tersebut.

Pada suatu ketika Sang Buddha telah dituduh membunuh seorang wanita dengan bantuan para siswaNya. Penduduk desa yang bukan umat Buddha begitu hebat mengecam Sang Buddha beserta para siswaNya, sehingga bhikkhu Ananda mohon kepada Sang Buddha untuk pindah ke desa lain.

"Ananda, bagaimana bila penduduk desa tersebut juga mengecam kita?"

"Bila demikian, Bhante, kita akan pindah ke desa lainnya lagi."

"Kalau Begitu, Ananda, maka di seluruh India ini (Jambudipa) tak akan ada tempat bagi kita. Bersabarlah, semua cercaan dan kecaman itu akan berakhir dengan sendirinya."

Gagal dengan semua usaha untuk menghancurkan kebesaran pribadi-Nya. Devadatta saudara sepupu dan juga sebagai murid Beliau sendiri, menjadi irihati dan mencoba membunuh-Nya dengan menggulingkan batu dari atas bukit, tetapi gagal. Beberapa murid-murid Beliau yang lain, telah melemparkan tuduhan-tuduhan kepada Beliau atas dasar irihati, kecewa, kurang puas dan sebagainya.

Namun di samping itu banyak sekali orang yang memuji keluhuran pribadi Sang Buddha. Para raja dan bangsawan berlutut memberi hormat Beliau.

Bagaikan sikap ibu pertiwi, Sang Buddha menerima segala sesuatu dengan diam, tenang dan batin yang seimbang.

Bagaikan singa yang tak gentar menghadapi suara gemuruh; demikian pula hendaknya seseorang jangan bingung menghadapi ujian makian yang panas seperti panas beracun.

Bagaikan angin yang bertiup melalui lubang-lubang jala, tak ada sedikit pun yang melekat pada jala itu; demikian pula hendaknya seseorang jangan terikat kesenangan-kesenangan palsu di dunia yang selalu berubah ini. Bagaikan bunga teratai yang tak ternoda oleh lumpur tempat tumbuhnya; demikian pula hendaknya seseorang jangan terseret godaan duniawi, tetapi harus selalu suci, tenang dan seimbang.

Upekkha mempunyai musuh langsung, yaitu kemelekatan, dan musuh tidak langsung, yaitu sikap acuh tak acuh yang timbul karena kebodohan.

Upekkha bebas dari rasa senang dan tidak senang. Sikap tidak berat sebelah adalah corak utama dari upekkha. Orang yang memiliki keseimbangan batin tidak tertarik oleh semua hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Terhadap penjahat dan orang suci ia bersikap sama. Upekkha mempunyai sasaran terhadap yang baik dan yang buruk, yang mencintai maupun yang membenci, dan yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan.


Bahan :
-      Narada. 1977. The Buddha and His Teachings. Buddhist Missionary Society, Malaysia, 713p.
-      Narada. 1983. Cermin Kehidupan (terjemahan). Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta, 79 hal.

DHAMMA STUDY GROUP, BOGOR

]˜

 Semoga bermanfaat




Tidak ada komentar:

Posting Komentar