Rabu, April 06, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (T 3)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi

KELOMPOK : (T3)

Tiloka/(Skt. Triloka ) : Tiga Kelompok Alam, yang terdiri dari 31 Alam Kehidupan makhluk.

Triloka terdiri dari : Kamaloka, Rupaloka dan Arupaloka

A). Kamaloka
Adalah alam kehidupan dari makhluk-makhluk yang masih menyenangi dan dikuasai atau dipengaruhi oleh pemuasan nafsu indera. Nafsu indera muncul melalui enam indera yaitu : mata, telinga, hidung, lidah, permukaan jasmani (kulit) dan pikiran. Kamaloka terdiri atas 11 Alam Kehidupan yaitu 4 Alam Apaya dan 7 Alam Kamasugati.

Empat Alam  Apaya terdiri dari :

1.  Niraya -bhûmi: Alam Neraka
Suatu keadaan yang menyedihkan , tempat para makhluk semata-mata mengalami rasa sakit, kesakitan yang mereka alami bukan  jasmaniah, tapi adalah rasa takut, khawatir, tertekan dan penyesalan mendalam.

Seseorang dapat terlahir di alam ini, karena melakukan pembunuhan Ibu, ayah, arahat, melukai Sang Buddha, memecah belah Sangha, membunuh orang atau makhluk lain. Ringkasnya karena melakukan banyak perbuatan berdasarkan para dosa, termasuk  lobha dan Moha.

Niraya terkenal juga sebagai Neraka, tetapi bukan neraka yang kekal di mana para  makhluk menderita tanpa akhir. Setelah habisnya Kamma buruk ada suatu kemungkinan bagi makhluk-makhluk yang lahir dalam keadaan semacam ini untuk dilahirkan kembali dalam keadaan yang penuh kebahagiaan sebagai hasil dari perbuatan-perbuatan baik mereka yang lampau.

2.  Tiracchãna-bhûmi : Alam Binatang
Termasuk semua hewan menyusui, burung-burung, ikan, binatang melata dan serangga. Pada alam binatang; perasaan setia, mengasihi, berkorban dan sebagainya hampir tidak ada lagi, unsur pendorong utama dalam kehidupan mereka adalah sekadar naluri makan, seks dan mempertahankan hidup. Karenanya, binatang saling memangsa tanpa cinta-kasih atau welas asih, tanpa mengharapkan bantuan atau simpati dari yang lainnya.

Seseorang yang terlahir di alam ini karena melakukan perbuatan yang didasarkan pada Moha. namun kelahiran di alam ini dapat juga disebabkan oleh perbuatan yang disebabkan oleh dosa dan Moha.

Umat Buddha percaya bahwa makhluk-makhluk dilahirkan sebagai binatang karena Kamma buruk. Bagaimanapun, ada kemungkinan bagi binatang-binatang dilahirkan sebagai manusia akibat Kamma baik yang ditimbun dimasa lampau. namun kadang-kadang binatang tertentu seperti anjing dan kucing, hidup dalam kehidupan yang lebih menyenangkan jika dibandingkan dengan beberapa manusia dikarenakan Kamma baik mereka di masa lampau. Kamma seseoranglah yang menentukan sifat dari bentuk wujud seseorang yang berbeda-beda menurut kebajikan atau ketidakbajikan tindakan seseorang.

3.  Peta-bhûmi : Alam Setan
Makhluk-makhluk yang telah meninggal dan tanpa kebahagiaan samasekali, setan atau hantu.

Adalah alam makhluk yang batinnya senantiasa tersiksa oleh kerinduan dan perasaan frustrasi karena tidak mendapatkan yang diinginkan, mereka senantiasa mengembara mencoba memuaskan lapar. Mereka bukanlah arwah atau setan yang tidak berwujud. Mereka memiliki bentuk tubuh yang cacat yang besarnya bermacam-macam, pada umumnya tidak terlihat dengan mata telanjang. Mereka tidak memiliki alam sendiri, tetapi tinggal di hutan-hutan, lingkungan yang kotor dan lain-lain.

Seseorang dapat terlahir di alam ini karena melakukan banyak perbuatan yang didasarkan pada Lobha. tetapi perbuatan yang didasarkan pada Moha dan Dosa dapat pula menyebabkan kelahiran di Alam Peta.

Ada empat macam Peta ( didalam  Kitab Petavatthu-Aţţhakathã), yaitu;
1.  Kãlakañcika : Setan yang sejenis Asura
2.  Khupapipãsika : Yangselalu  kelaparan dan kehausan
3.  Nijjhãmatanhikã : yang selalu kepanasan.
4.  Paradattûpajivika : Yang hidup dari memakan makanan yang disuguhkan orang dalam upacara sembahyang.

Seperti dinyatakan dalam Tirokudda Sutta, Peta Paradattûpajivika ini adalah Peta yang bila “ ia ikut berbahagia (mudita) terhadap perbuatan baik yang dilakukan oleh keluarganya (manusia) atas namanya”, maka ia dapat terlahir di alam yang lebih baik atau menyenangkan. Karena ia ikut berbahagia (mudita), maka ia telah melakukan perbuatan baik (kusala kamma), walaupun karma ini kecil namun sangat membanti peta ini untuk terbebas dai kehidupannya sebagai peta, untuk terlahir kembali di alam yang lebih baik. Jadi Peta ini tertolong oleh karmanya sendiri yang dibuatnya pada pikirannya dengan memunculkan mudita.

4.  Asura-bhûmi : AlamRaksasa Asura
Raksasa, Yaksa, Naga, Siluman, Gandharva, Jin dan sebagainya (termasuk kelompok iblis dan Mara).

Secara harafiah, berarti mereka yang tidak bercahaya. Mereka juga termasuk kelompok makhluk yang tidak berbahagia yang mirip dengan para Peta. Mereka harus dibedakan dari Asura yang menentang para Dewa.

Seseorang dapat terlahir di alam ini karena melakukan banyak perbuatan yang didasarkan pada Lobha. tetapi perbuatan yang didasarkan pada moha dan Dossa dapat pula menyebabkan kelahiran di alam Asura .

Kata "asura" diterjemahkan sebagai roh-roh halus yang melakukan pelatihan bhavana dan masih belum memperoleh hasil yang tepat di dalam latihannya tetapi telah memiliki unsur-unsur kekuatan metafisika / gaib yang telah dicapai saat melakukan latihan bhavananya tersebut. Bahkan beberapa asura memiliki kekuatan yang melebihi dewa maupun manusia, tetapi ada juga yang kekuatannya bahkan lebih rendah dari manusia.

Alam asura sendiri memiliki tingkatannya masing-masing, secara garis besar, yaitu :
1. Deva asura : Makhluk dewa.
2. Peta asura : Makhluk setan.
3. Niraya asura : Makhluk neraka

Keberadaan alam asura sangat beragam, ada yang baik dan ada yang jahat, ada yang sesat dan ada yang benar. Demikian pula kekuatannya masing-masing berbeda. Penyebab munculnya alam asura dapat disebabkan oleh empat sebab, yaitu :

4.a. Bila ada seorang insan yang selama hidupnya belum pernah mendengarkan ajaran-ajaran yang benar dan layak untuk diyakininya (Islam, Nasrani, Hindu, Buddha / Tao), atau, meskipun mendengarkan tetapi tidak mempercayainya (atheisme), tetapi malah bersikap menantang dan mencoba-coba melakukan latihan yang sebaliknya / sesat. Akan tetapi, meskipun melakukan latihan yang sesat tersebut dan berhasil, insan yang bersangkutan tidak berniat melakukan kejahatan, hatinya penuh dengan amal kebaikan yang dilakukan dengan tulus. Sehingga jalan mencapai ke-Buddha-an terputus karena melatih latihan yang sesat serta memiliki sifat yang buruk, tetapi juga tidak terlahir di alam dewa, manusia, hantu maupun alam neraka karena telah berbuat amal kebaikan yang tulus. Oleh karena itu, pada saat kelahirannya kembali setelah insan tersebut meninggal dunia, maka dia akan dilahirkan di alam asura ini.

4.b. Jika ada seorang insan, meskipun telah melatih dan berbuat banyak kebajikan, tetapi kebiasaan-kebiasaan buruknya seperti kebencian, iri hati, pandangan yang sempit masih belum mampu diatasi secara maksimal, maka setelah meninggal dunia tidak bisa dilahirkan di alam dewa, alam samsara maupun alam manusia. Sehingga pada saat kelahirannya kembali setelah insan tersebut meninggal dunia, maka dia akan dilahirkan di alam asura ini. Karena dia menjadi roh yang baik dalam dimensi tersendiri, dan juga karena keadaan bumi yang mendukung, maka roh halus tersebut pada umumnya juga dapat ikut melakukan kebajikan besar juga mungkin kejahatan skala kecil. Sehingga keadaan roh halus tersebut masih sering tampil / muncul di alam manusia dan senang menerima persembahan dari manusia.

4.c. Bila terdapat seorang insan, khususnya Bhiksu atau Bhiksuni yang didalam proses latihan bhavananya masih memiliki iri hati terhadap orang lain, atau, meskipun memiliki amal kebaikan dan tidak melakukan kesalahan tetapi karena pandangannya yang sempit sering menimbulkan kemarahan, kebencian, konflik, pernah memfitnah ataupun menyerang orang lain sehingga tidak mencapai tingkat ke-Buddha-an tetapi juga tidak mencapai tingkat kesucian atau dewa, dan tidak masuk dalam kategori penghuni neraka karena selama hidupnya melatih diri dalam kebajikan. Oleh karena itu, pada saat kelahirannya kembali setelah insan tersebut meninggal dunia, maka dia akan dilahirkan di alam asura ini.

4.d. Bila seorang sadhaka bersifat asura yang secara khusus mempelajari sebuah Dharma yang bertujuan untuk menolong orang lain, meskipun mempunyai jasa tetapi lebih mengutamakan pada ilmu yang berbentuk (melekat pada kekuatan batin / kesaktian) dan tidak mau mempelajari Dharma yang murni secara mendalam, juga, pelaksanaan kesaktiannya ada yang benar dan ada yang salah, keduanya berimbang serta memiliki kekuatan batin yang memadai. Sehingga pada saat kelahirannya kembali setelah insan tersebut meninggal dunia, maka dia akan dilahirkan di alam asura ini.

Bila seseorang yang tidak pernah melatih batinnya sedikitpun tetapi memiliki rasa iri hati, pandangan yang sempit, kebencian, kebodohan, kesombongan, memfitnah dan menyerang orang lain, maka dia tidak akan masuk ke dalam alam asura, tetapi ke dalam alam hantu kelaparan atau neraka. Alam asura hanya diperuntukkan bagi insan yang pernah melatih dirinya sendiri secara spiritual hingga mencapai tingkat kebatinan tertentu.

Tujuh Alam Sugati ( menyenangkan ) yaitu :

a.     Manussa-bhûmi :  Alam Manusia
Alam manusia Adalah terbaik diantara alam-alam kehidupan, sebab hanya di alam inilah kita mendapat kesempatan terbesar untuk mengembangkan kebijaksanaan dan mencapai pencerahan. Alam manusia adalah suatu campuran kesengsaraan dan kebahagiaan dalam bagian yang sama dan  terlahir sebagai manusia adalah kesempatan yang sangat jarang, oleh karenanya kita seharusnya menggunakan sebaik mungkin kesempatan tersebut. Para Bodhisattva lebih memilih alam manusia karena alam ini adalah tempat terbaik untuk mengabdi pada dunia dan memenuhi persyaratan kebuddhaan. Para Buddha selalu dilahirkan sebagai manusia.

manusia yang terlahir di alam ini karena melakukan sila yang bervariasi, maka kehidupan mereka bervariasi pula.

b.     Catummahãrãjika-bhûmi : Alam Empat Dewa Maharaja
Alam ini merupakan alam para dewa (surga) yang lebih menyenangkan daripada alam manusia. Di alam ini empat Maharaja Dewa hidup bersama pengikut mereka.

Empat Dewa maharaja itu adalah :
1)    Raja Dhataratta penguasa penjuru timur, pemimpin para Dandabba.
2)    Raja Virulha penguasa penjuru selatan, pemimpin para Kumbhanda.
3)    Raja Virupakha penguasa penjuru Barat, pemimpin para Naga.
4)    Raja Kuvera, penguasa penjuru utara, pemimpin para Yakkha.

Selain para Maharaja Dewa bersama pengikut mereka, masih banyak lagi dewa lain. Seperti dewa (yang tinggal di pohon, sungai, danau, bumi, angkasa dan lain-lain ).

c). Tãvatimsa-bhûmi : Alam surga dari tiga puluh tiga Dewa dengan dewa Sakka sebagai rajanya.
Asal-usul dari nama tersebut dihubungkan dengan sebuah cerita yang menyatakan bahwa tiga puluh relawan yang tidak mementingkan diri sendiri yang dipimpin oleh Magha (nama lain dari Sakka), karena telah menunjukkan perbuatan-perbuatan yang baik, dilahirkan di alam Surgawi ini. Di dalam surga inilah Sang Buddha mengajarkan Abhidhamma kepada para Dewa selama tiga bulan.

d).  Yãmã-bhûmi : Alam Surga dari para Dewa Yama.

e). Tusitã-bhûmi: Alam Kesenangan
Para Bodhisattva yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan Kebudhaan bertempat tinggal di alam ini sampai saat yang tepat datang bagi mereka untuk muncul di alam manusia untuk mencapai kebudhaan. Bodhisattva Meteyya, Buddha yang akan datang, sekarang ini sedang berdiam di alam ini sambil menunggu kesempatan yang tepat untuk dilahirkan sebagai seorang manusia dan menjadi seorang Buddha.

Ibunda Bodhisattva Ratu Mayadevi, setelah kematiannya, dilahirkan di alam ini sebagai seorang Dewa. dari sini ia pergi ke Surga Tavatimsa untuk mendengarkan Abhidhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha.

f). Nimmãnarati-bhûmi : Alam Surga para Dewa yang menikmati kesenangan istana-istana yang diciptakan mereka.

g). Paranimmita-vasavatti-bhûmi :Alam Surga Para Dewa yang menikmati ciptaan-ciptaan para dewa lain. Kehidupan para Dewa di alam ini bagaikan orang yang selalu diunsang ke pesta besar, meriah dan mewah.
Alam-alam, yaitu alam catummaharajika, Tavatimsa, yama, Tusita, Nimmanarati dan paranimmitavasavatti merupakan alam surga dari para dewa yang tubuh fisik mereka adalah lebih halus dan lebih bersih daripada tubuh manusia. Tubuh para dewa tak dapat dilihat oleh mata manusia biasa. Makhluk di alam-alam surga ini pada suatu saat akan meninggal atau lenyap dari alamnya masing-masing ketika karma baik mereka untuk tinggal di alam-alam ini habis. Walaupun kehidupan para dewa di alam Surga lebih panjang usia rata-ratanya, menyenangkan atau melebihi alam manusia, namun kesucian dan kebijaksanaannya belum tentu melampaui kesucian dan kebijaksanaan manusia. Alam para dewa atau surga bukan alam kehidupan yang kekal bagi para makhluk penghuninya, karena kehidupan di alam surga adalah tidak kekal (anicca).

Empat alam tak menyenangkan ( Duggati) dan tujuh alam menyenangkan ( Suggati) diklasifikasikan sebagai alam nafsu (kamaloka) karena dalam sebelas alam ini, nafsu keinginan sangat kuat atau sangat mempengaruhi kehidupan makhluk-makhluk. Nafsu keinginan ( Kama-Tanha) merupakan salah satu faktor penyebab makhluk terlahir berulang-ulang kali.

B). Rupaloka
Rupaloka lebih tinggi dari kammaloka ( alam nafsu), adalah alam-alam brahma atau Rupa-Loka ( alam bentuk ) dimana makhluk-makhluk menikmati kesenangan, Jhana yang dihasilkan oleh meditasi. makhluk-makhluk di alam ini tak memiliki nafsu indera dan merekapun tidak memiliki kelamin. Rupaloka terdiri dari 16 alam dibagi sesuai dengan tingkat jhana yang dicapai. Alam-alam ini adalah :

a. Alam Jhana I
1)     Brahma Parisajja – Alam pengikut Brahma
2)     Brahma Purohito – Alam para menteri Brahma
3)     Maha Brahma – Alam Maha Brahma

Alam-alam ini dicapai oleh seseorang apabila ia meninggal pada saat ia berada dalam meditasi dengan mencapai jhana I. Jika jhana  I kuat sekali, maka ia terlahir di alam maha Brahma. Bila jhana I sedang, amak ia terlahir dialam Brahma Purohito, dan agak lemah terlahir di alam Brahma Parisajja dari ketiga alam jhana I ini. Maha Brahma melebihi kedua alam-alam lain dalam hal : Kebahagiaan, keindahan dan batas usia. Brahma Sahampati yang menemui Sang Buddha dan memohon kepada beliau untuk membeberkan Dhamma demi kebahagiaan semua makhluk adalah sosok dewa yang berasal dari alam maha Brahma.

b. Alam Jhana II
4)     Parittabha – Alam Brahma Cahaya Kecil.
5)     Appamanabha – Alam Brahma cahaya Tanpa Batas.
6)     Abhasara – Alam Brahma Gemerlapan.

Perbedaaan kelahiran dari seorang yang telah mencapai Jhana II tergantung pada kekuatan Jhana II. Seseorang yang meninggal ketika telah mencapai dan berada dalam Jhana II akan terlahir kembali pada salah satu alam ini. Bila Jhana II lemah, maka ia terlahir di alam Appamanabha. Sedangkan bila kekuatan Jhana II kuat sekali, maka ia terlahir kembali di alam Abhassara. Disebutkan dalam Agganna Sutta, Digha Nikaya, bahwa manusia yang mula-mula muncul dibumi ini, adalah berasal dari krlompok alam abhassara. Makhluk-makhluk itu meninggal di alam Abhassara, karena kekuatan karma baiknya untuk hidup di alam-alam ini habis.

c. Alam Jhana III
7)     Parittasubha – Alam Brahma Aura Kecil
8)     Appamanasubha – Alam Brahma Aura Tanpa Batas
9)     Subhakina – Alam Brahma Aura Tetap

d. Alam Jhana IV
10)  Vehaphala – Alam Brahma Pahala Besar
11)  Asannasatta – Alam BrahmaTanpa Penyerapan (pikiran). Dikatakan bahwa bila pada makhluk Asannasatta muncul pikiran, maka ia lenyap dari alam ini dan terlahir di alam ini. Lima alam berikut ini disebut alam Suddavasa atau Alam Kediaman Suci, yaitu :
12)   Aviha
13)   Atappa
14)   Sudassa
15)   Sudassi
16)   Akanitha

Makhluk yang dapat terlahir di lima alam Suddavasa ini hanya para Anagami, yaitu para Anagami yang tak melaksanakan meditasi atau yang tak meninggal pada saat berada dalam Jhana I, II, III atau IV. jika Anagami berada dalam Jhana maka ia akan terlahir di alam sesuai dengan Jhana yang dicapainya.Orang biasa, Sotapanna maupun Sakadagami yang telah mencapai Jhana IV tidak dapat terlahir kembali disalah satu alam Suddhasava ini, kecuali di alam Vehapphala dan Asannasatta. Anagami yang mencapai Jhana IV dan meninggal pada saat berada dalam Jhana IV akan terlahir kembali Asannasatta, karena terlahir di alam ini merupakan keputusan tidak bijaksana dan hanya membuang-buang waktu saja.

C). Arupaloka
Adalah alam kehidupan para Dewa Arupa Brahma. Secara harafiah, Arupa artinya adalah Tanpa Bentuk atau Tanpa Jasmani. Arupaloka diklasifikasikan sebagai alam tanpa bentuk, karena tubuh makhluk di alam ini terlalu sangat halus dan mereka tidak mempunyai kelamin.  Alam ini dicapai setelah orang sukses dengan meditasi dan mencapai Arupa Jhana.

Arupaloka terdiri dari empat alam yaitu :
1.     Akãsãnancãyatana - Alam Ruang Tanpa Batas
2.     Viñññnancãyatana -  Alam Kesadaran Tanpa Batas
3.     Akincaññayãtana – Alam Kekosongan
4.     Nevasaññanasaññayatana – Alam ‘bukan Pencerapan’ maupun ‘tidak bukan pencerapan’.

Alara Kalama, bekas guru dari pertapa Gotama, telah mencapai Rupa Jhana III, setelah ia meninggal dunia, ia terlahir kembali di Alam Akincannayatana. Pencapaian Arupa Jhana III, telah dicapai pula oleh pertapa Gotama, ketika belajar pada Beliau.

Uddaka Ramaputta, merupakan guru kedua dari pertapa Gotama, telah mencapai Arupa Jhana IV, setelah ia meninggal dunia, ia terlahir kembali di alam Nevasanna N’asannayatana. Pertapa Gotama telah mencapai Arupa jhana IV, ketika ia belajar pada pertapa Uddaka ramaputta. Pertapa Gotama menyadari bahwa Arupa Jhana IV bukan berarti pencapaian tertinggi, maka ia meninggalkan gurunya ini.

Tiratana/ (Skt. Triratna)  : Tiga Permata ( Buddha, Dhamma dan Sangha )
Tiratana hanya merupakan sarana perlindungan yang pada intinya adalah Dhamma itu sendiri.Kita akan mengetahui Sang Buddha bila kita melaksanakan Dhamma, dalam hal ini Sang Buddha pernah megatakan bahwa :” Barang siapa yang melihat Dhamma, berarti melihat Sang Bhagava .”, demikian pula kita belajar Dhamma dari Sangha. jadi dengan melaksanakan Dhamma itu sendiri, kita melihat Buddha, Dhamma dan Sangha. Sedangkan sehubungan dengan Dhamma itu sendiri, ketika kita melaksanakan Dhamma, secara langsung kita melakukan Karma baru. Karma inilah yang akan membentuk dan menjadikan kita seperti apa dan bagaimana, karma pula yang akan melahirkan kita, yang menjadi kerabat kita, juga karma inilah yang melindungi kita.

Umat Buddhas diseluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dengan kata-kata yang sederhana, namun menyentuh hati, yang dikenal dengan Tisarana ( tiga perlindungan ) yang diucapkan tiga kali.

kata-kata itu berbunyi sebagai berikut :
- Buddham saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Buddha )
- Dhammam saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Dhamma )
- Sangham saranam gacchami ( Aku berlindung kepada Sangha )

Kata-kata itu disabdakan oleh Sang Buddha Gotama sendiri, bukan oleh para siswanya atau makhluk lain, pada suatu ketika di Taman Rusa Isipatana dekat Benares.Sabda ini disampaikan oleh Sang Buddha kepada 60 orang Arahat siswa Beliau, ketika mereka akan berangkat menyebarkan Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia.

Pada waktu itu Sang Buddha Gotama bersabda sebagai berikut :
“ Para bhikkhu, ia ( yang akan ditahbiskan menjadi samanera atau bhikkhu) hendaklah : setelah mencukur rambut mengenakan jubah kuning bernamaskara didepan para bhikkhu, lalu duduk bertumpu lutut dan merangkapkan kedua belah tangan di depan dada (anjali) dan berkata :”  Aku berlindung kepada Buddha; aku berlindung kepada Dhamma; aku berlindung kepada Sangha .” (Vinaya Pitaka 1; 22 )

Sang Buddha Gotama menetapkan rumusan bukan hanya berlaku bagi mereka yang akan ditahbiskan menjadi samanera atau bhikkhu, tetapi juga berlaku bagi umat awam. Setiap orang yang memeluk agama Buddha baik  ia seorang awam ataupun bhikkhu akan menyatakan keyakinannya dengan Tisarana yang merupakan ungkapan Keyakinan ( saddha/Sradha ) bagi umat Buddha.

Tisarana : Tiga Perlindungan
Yaitu : Setiap orang yang menyatakan dirinya berlindung kepada Sang Buddha, Dhamma dan  Sangha .

Catatan : Umat Buddha terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok bhikkhu (/bhikkhuni) dan kelompok yang hidup dalam keluarga di masyarakat yaitu upasaka/upasika. Secara moral semua umat Buddha berkeluarga adalah upasaka/upasika. Di Indonesia sebagai pengukuhan seseorang sebagai umat Buddha, dilakukan upacara Wisuda Upasaka/Upasika di hadapan seorang bhikkhu. Kepada mereka kemudian diberikan Kartu Wisuda Upasaka/Upasika sebagai tanda bahwa ia telah menyatakan diri sebagai umat Buddha secara resmi.

Tusita : Alam Kesenangan (lihat huruf “T” pada “ Tiloka”)
Dewa di alam Tusita memiliki usia rata-rata 4.000 T.S. sehari semalam di alam Tusita sama dengan 400 tahun di alam manusia.

 Kelompok Huruf T selesai 


Lanjutkan ke Kelompok huruf U ===> Buku Pintar Agama Buddha ( U )


8 komentar:

  1. Saya masih bingung dengan konsep alam arupa dhatu , yaitu alam ruang tanpa batas, alam kesadaran tanpa batas, alam kekosongan tanpa batas dan alam bukan pencerapan dan tidak bukan pencerapan. Mohon petunjuk dari Bp Tanhadi, sebelumnya terima kasih.

    BalasHapus
  2. Saya sedang mencari informasi tentang alam peta dan alam asura, penjelasan Romo dalam tulisan ini sangat membantu pemahaman saya, terima kasih banyak

    BalasHapus
  3. menyebut mantra agung buddha NAMMYOHORENGEKYO mencakup semuanya

    BalasHapus
  4. Alam diatas manusia sgt sulit dimengerti krn manusia mmg blom sanggup/sulit kesana walau meditasi... seperti ruangan VVIP..umumnya manusia berinteraksi dgn alam bawah manusia, macam2 film2 horor..haha

    BalasHapus
  5. Jadi tempat tinggalnya nafsu putri dan putra itu masuk ke dalam alam kamaloka ya, lalu saat kita bisa masuk ke alam kamaloka apakah tugas dari nafsu kita (lawan jenis) cuma seperti itu? Yang nunggu kita masuk kemudian pergi melebur diri saat setelah mengembalikan surat perjanjian?
    Dan satu lagi apakah penyebab penyimpangan seksual ada pengaruhnya dengan alam kamaloka terutama kedua nafsu kita yaitu nafsu putra dan nafsu putri?

    BalasHapus
  6. Meditasi adalah satu2 nya cara utk memcapai pencerahan dan tentu saja harus berguru pada seoranng guru yg sudah tercerahkan bisa jg disebut Budha hidup,kekuatan guru akan banyak menunjang latihan meditasi utk mencapai tingkatan dialam yg lbh tinggi,meditasi tanpa guru ibarat orang pergi tdk mengetahui jalan tentu bisa saja kesasar kemana2 dan




    BalasHapus