Sabtu, Januari 21, 2012

Bab II : Hukum Kamma


BAB II

HUKUM KAMMA


25. Ajaran Sang Buddha tentang Hukum Kamma (Karma) berbeda dengan paham yang meyakini adanya Takdir Ilahi. Hukum Kamma berpusat pada suatu perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri dan hasilnya hanya untuk diri sendiri, tidak ada Si pemberi hukuman atas perbuatan buruk yang kita lakukan, tidak ada pula Si Pemberi pahala atas perbuatan baik yang kita lakukan, dengan demikian hukum Kamma adalah hukum yang sangat adil, sekaligus dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan sulit tentang adanya perbedaan-perbedaan jalan hidup serta fenomena kehidupan yang tampaknya jauh dari azas Keadilan ini ;

•  Mengapa seseorang kaya dan berkuasa, sedangkan yang lain miskin dan tertekan ?

•  Mengapa seseorang sepanjang hidupnya sehat, sementara yang lain sejak lahir telah sakit dan cenderung  sakit-sakitan ?

•  Mengapa ada yang terlahir dengan anggota tubuh lengkap, sementara ada yang terlahir dengan cacat, tanpa  lengan  atau kaki ?

•  Mengapa seseorang terberkahi rupa yang menawan dan kecerdasan, sedang yang lain buruk rupa dan dungu ?

•  Mengapa ada yang buta, tuli, bisu dan idiot, sedang yang lain tidak ?

•  Mengapa seorang anak terlahir diantara kemelaratan dan kemalangan,  namun ada yang terlahir ditengah kemakmuran dan kesenangan ?

•  Mengapa seorang anak terlahir dari seorang penjahat, sementara ada  yang terlahir dari orang tua yang mulia dan mengenyam pendidikan  moral yang baik ?

•  Mengapa seseorang seringkali tanpa bersusah payah, sukses dalam seluruh bidang usahanya, sedangkan yang lain walaupun telah bekerja keras, selalu gagal mewujudkan rencananya?   

•  Mengapa seseorang dapat hidup dalam kelimpahan, sedangkan yang lain harus hidup dalam kemelaratan ?

•  Mengapa ada yang menikmati panjang usia, namun ada yang meninggal pada awal kehidupannya, bahkan sebelum sempat dilahirkan ?

Mengapa Nuansa-nuansa tersebut terjadi didunia ini ?


Bila kita merenungkan dunia ini dan memikirkan berbagai macam nasib makhluk hidup yang hidup didalamnya, tampak bahwa seakan-akan segala sesuatu dialam ini Tidaklah adil !!

26. Begitu banyak kita menjumpai ketidakadilan dan diskriminasi diantara sesama manusia. Apakah ketidak-adilan yang menyolok ini terjadi secara kebetulan atau direncanakan oleh “ Sesuatu ? ”.

27. Bila Sesuatu itu Maha Pengasih, Maha Pemurah, Maha Adil dan Maha Sempurna, Mengapa Ia menciptakan keadaan yang tidak mengenakkan bagi makhluknya untuk tinggal didalamnya?. Suatu Sosok yang Maha Pemurah semestinya sanggup berbuat sesuatu untuk mengatasi ketidak adilan ini.

28. Atau mungkinkah segala perbedaan yang ada pada manusia ini disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan?, kita harus mengakui bahwa semua fenomena fisik-kimiawi yang diungkapkan oleh para ilmuwan, sebagian adalah sebagai faktor pembantu, tetapi tidak seluruhnya mutlak bertanggung jawab atas perbedaan-perbedaan besar yang terdapat di antara individu-individu. Lalu mengapa ada anak kembar yang memiliki tubuh serupa, mewarisi gen yang sejenis, menikmati kesempatan asuhan yang sama, seringkali
memiliki watak, moral dan kecerdasan yang sangat berbeda ?

Keturunan saja tidak dapat menyebabkan perbedaan-perbedaan yang besar ini. Sesungguhnya, faktor keturunan lebih masuk akal atas persamaan-persamaan mereka daripada atas perbedaan-perbedaan. Benih fisik-kimiawi dengan panjangnya kira-kira sepertiga puluh inci yang diwarisi dari orang tua, hanya menerangkan satu bagian dari manusia, yaitu dasar fisiknya. Mengenai perbedaan-perbedaan batin, intelektual dan moral yang jauh lebih kompleks dan halus itu diperlukan penerangan batin yang lebih dalam. Teori keturunan tidak dapat memberikan suatu jawaban yang memuaskan tentang lahirnya seorang kriminal dalam sebuah keluarga yang mempunyai leluhur terhormat atau kelahiran seorang suci atau mulia dalam sebuah keluarga yang memiliki reputasi jelek dan tentang lahirnya seorang ideot, manusia genius dan guru-guru besar spiritual.

29. Menurut agama Buddha, perbedaan-perbedaan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan, tetapi juga disebabkan oleh kamma kita sendiri, suatu perbuatan baik atau buruk memiliki akibatnya pada suatu saat, disuatu tempat.

30. Sejak dari jaman dahulu kala sampai dengan saat ini Hukum Kamma merupakan sebuah teka-teki bagi kebanyakan masyarakat non-Buddhis, karena mereka lebih mengenal paham Takdir atau Nasib ketimbang Hukum Kamma. Hal ini dapat dimaklumi, karena di –kitab-kitab suci mereka tidak ada satu katapun yang menyebutkan tentang Hukum Kamma.

31. Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa semuanya i tu adalah merupakan Nasib atau Takdir Illahi, semua yang terjadi adalah atas rencana dan kehendak Tuhan. Penjelasan-penjelasan seperti itu, pada awalnya memang bisa menghibur, memberikan ketabahan dan harapan bagi manusia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan pahit dalam hidupnya. Tetapi karena Tuhan dilibatkan dalam penjelasan tersebut dan di gambarkan sebagai “ Sosok Yang Maha Kuasa ” yang memiliki sifat-sifat seperti manusia; murka, cemburu, menghukum, berjanji, memberikan hadiah dan sebagainya, akhirnya justeru menimbulkan banyak kerancuan dan gambaran Tuhan jadi tidak sempurna bahkan membingungkan.

32. Agama Buddha menyangkal adanya nasib baik atau buruk yang disebabkan oleh takdir ataupun atas kehendak dan Rencana Tuhan. Agama Buddha mengajarkan sebab-musabab yang alami sepertihalnya ilmu pengetahuan tentang aksi-reaksi. Dalam ajaran Buddha, apa yang tampak tidak adil itu dijelaskan dengan dalil Kamma (Karma);

“Semua makhluk adalah pemilik kammanya sendiri,
pewaris kammanya, kammanya adalah kandungan yang melahirkannya,
dengan kammanya dia berhubungan,
kammanya adalah pelindungnya.
Apapun kammanya, baik atau buruk, mereka akan mewarisinya.”
(Majjhima Nikaya III : 135)

“Semua makhluk memiliki kammanya sendiri,
mewarisi kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri,
berhubungan dengan kammanya sendiri,
terlindung oleh kammanya sendiri.
Kammalah yang membuat semua makhluk menjadi berbeda,
hina atau mulia.”
(Majjhima Nikaya 55)

33. Dalil Kamma adalah dalil  Sebab dan Akibat,  Aksi dan Reaksi, merupakan Hukum Alam, yang tak ada hubungannya dengan gagasan mengenai Penghakiman, Ganjaran, Pahala atau Penjatuhan Hukuman.

34. Setiap perbuatan yang dilandasi oleh Kehendak yang dilakukan melalui Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani, akan membuahkan hasil atau akibat.  Perbuatan baik akan berbuah baik, perbuatan buruk akan berbuah buruk. Ini bukan penjatuhan hukuman ataupun pahala yang diberikan oleh siapapun atau kekuatan apapun yang menghakimi perbuatan kita, namun hal ini berdasar pada sifat itu sendiri, yaitu Hukum itu Sendiri.

Sang Buddha bersabda :

“Aku katakan, Kehendak adalah Kamma,
karena didahului oleh kehendak,
seseorang lalu bertindak dengan jasmani, ucapan dan pikiran “.
(Anguttara Nikaya III : 415)

35. Jadi, Kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).


Hukum Kamma atau sering hanya disebut sebagai Kamma, merupakan salah satu hukum universal atau hukum alam yang bekerja berdasarkan prinsip sebab-akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab, maka akan menimbulkan akibat atau hasil.


36. Sering kita mendengar bahwa suatu kejadian yang tidak diduga sebelumnya dikatakan sebagai suatu kebetulan saja. Didalam paham Buddhisme tidak mengenal adanya istilah Kebetulan saja, sebab didunia ini tidak ada sesuatupun yang muncul dari ketidak-adaan, tidak ada sesuatupun yang terjadi begitu saja tanpa ada sebab yang mendahuluinya, hal ini telah dijelaskan oleh Sang Buddha :

“Dengan adanya ini, terjadilah itu.
Dengan timbulnya ini, timbulah itu.
Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu.
Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu.”
(Khuddhaka Nikaya, Udana 40 )

Mungkin akan timbul suatu pertanyaan dalam diri  kita; kalau bukan suatu kebetulan, apa yang dapat kita jelaskan tentang hal tersebut ?

Menyatakan suatu kebetulan adalah boleh-boleh saja, seperti halnya seorang pria dan wanita yang saling berjumpa disuatu toko, mereka mengatakan; “wah....kebetulan sekali kita bertemu disini...emang kamu mau beli apa ?”..dan bermula dari pertemuan saat itu, kemudian berlanjut hingga terjalinnya suatu hubungan yang lebih serius dan dikemudian hari merekapun pada akhirnya memutuskan untuk menikah.


Kejadian tersebut sebenarnya samasekali bukan suatu kebetulan, karena baik si A maupun si B sejak keluar dari rumahnya masing-masing, sama-sama mempunyai alasan, rencana, niat maupun tujuan tertentu ke toko tersebut, .... disini “ada suatu proses  Sebab - akibat yang sedang terjadi”. Jalinan perasaan yang sangat kuat diantara mereka pada kehidupan lampaunya adalah salah satu penyebab terjadinya pertemuan kembali dalam kehidupan saat ini, begitu pula kehidupan kita saat ini menjadi seorang anak dari ayah dan ibu kita…, disini Hukum Kamma bekerja karena adanya keterikatan batin yang sangat kuat antara kita dengan orang tua kita.

37. Hukum kamma adalah  salah satu bagian dari ajaran Sang Buddha yang sangat penting dan cukup sulit untuk dipahami oleh kebanyakan orang, namun bagi yang mempercayai maupun yang tidak mempercayai adanya hukum kamma, ia tetap akan menerima hukum kamma yang sifatnya universal ini.

“ Tidak ada tempat sembunyi untuk melarikan diri dari hasil Kamma “
(Dhammapada 127)

“Sesuai dengan benih yang di tabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih
dan engkau pulalah yang akan merasakan buah dari padanya”.
{Samuddaka Sutta; Samyutta Nikaya 11.10 (S 1.227)}

38. Kamma bersifat Samvattanika, artinya “mengarah terjadinya”, Dengan demikian, Hukum Kamma adalah berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah dan mutlak tidak dapat dihindari. Perbuatan yang dikehendaki atau kamma yang diperbuat dalam kelahiran sebelumnya, merupakan benih atau akar yang mempengaruhi nasib baik atau malang dikehidupan saat ini, dan perbuatan baik atau buruk saat ini akan turut menyebabkan nasib baik atau malang pada kehidupan berikutnya. Jadi apapun kondisi yang terjadi saat ini, apakah bahagia atau menderita adalah merupakan hasil Akumulasi perbuatan yang dilakukan sebelumnya.

39. Kamma dapat berbuah jika hadir secara lengkap beberapa unsur/ kondisi yang mendukungnya. Jadi, tidak semua benih kamma menghasilkan buah kamma (vipaka). Bila unsur pendukung berupa kondisi tidak ada, maka benih kamma tidak bisa berbuah menjadi suatu efek/akibat. Kamma yang tidak menghasilkan buah kamma disebut sebagai Ahosi kamma (kamma yang sudah tidak efektif lagi).

40. Cara kerja Hukum Kamma terkadang tampak bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan orang yang dalam kehidupan sehari-harinya banyak melakukan kebajikan tetapi hidupnya banyak mengalami rintangan dan penderitaan, dan sebaliknya ada seseorang yang pekerjaannya sebagai perampok, lintah darat dan hal-hal yang berbau kejahatan, tetapi hidupnya makmur, serba mewah dan terpandang. Mengapa demikian? Apakah hukum kamma-nya keliru?

Tentu saja bukan hukum kammanya yang keliru....., bila hukum kamma diumpamakan sebagai sebuah lahan yang ditanami bibit pohon  pisang dan bibit pohon rambutan, maka sudah tentu pohon pisang akan tumbuh terlebih dahulu daripada pohon rambutan, karena keduanya mempunyai usia pertumbuhan yang berbeda. Demikian pula halnya dengan perbuatan baik dan buruk, Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai / dipanen. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu.

41. Menurut ajaran Buddha, matangnya buah kamma seseorang dipengaruhi oleh banyak sekali kondisi-kondisi dan sangat kompleks. Cara kerja hukum kamma sangat rumit, melibatkan banyak unsur sehingga setiap perbuatan tidak selalu menghasilkan akibat di kehidupan sekarang, namun berkaitan dengan kehidupan masa akan datang, seperti tertera dalam Dhammapadda 119-120 :

“Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik
selama buah perbuatan jahatnya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.
Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk
selama buah perbuatan bajiknya belum masak,
tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak,
ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik.”

42. Salah pengertian tentang Kamma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat, misalnya tindakan negatif, pasti tak terhindarkan / mutlak akan berbuah negatif. Walaupun Sang Buddha seringkali memberikan kesan seperti itu dalam sabdanya :

“Semua makhluk adalah pemilik kammanya sendiri,
pewaris kammanya,
kammanya adalah kandungan yang melahirkannya,
dengan kammanya dia berhubungan,
kammanya adalah pelindungnya.
Apapun kammanya, baik atau buruk,
mereka akan mewarisinya.”
(Majjhima Nikaya III : 135)

43. Namun Sang Buddha tidak menyatakan bahwa segala sesuatu hanya disebabkan oleh kamma saja. Di dalam Abhidhamma, Kamma hanyalah satu dari 24 kondisi-kondisi kausal/penyebab (paccaya). Dengan demikian, maka tidak semua pengalaman yang kita alami berasal dari kamma. Dalam Anguttara Nikaya dijelaskan bahwa seandainya semua pengalaman hidup kita hanya disebabkan oleh kamma lampau, maka seseorang yang menjadi pembunuh, pencuri, penjahat atau orang tidak bermoral tidak harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Untuk apa mereka berusaha menjauhi perbuatan jahat jika mereka sudah ditakdirkan menjadi penjahat oleh kammanya?.

Demikian pula dengan orang yang sakit tidak perlu memeriksakan dirinya ke dokter untuk disembuhkan penyakitnya, karena bila kammanya memang harus demikian ia pasti akan sembuh dengan sendirinya.

44. Di dalam kitab suci Tipitaka Anguttara  Nikaya  I : 248 , Sang Buddha lebih jauh juga menjelaskan bahwa akibat dari setiap perbuatan bukanlah tak terelakkan seperti itu sebagai berikut :

“ Bila seseorang mengatakan, bahwa hanya apa yang diperbuat itulah yang akan diperolehnya, jika hal itu benar, maka menuntut kehidupan suci tidaklah berarti (*1), sebab tak ada kesempatan untuk mengatasi penderitaan.

Tetapi bila seseorang berkata, bahwa bila seseorang berbuat demi apa yang hendak diperolehnya, lalu itulah yang diperolehnya, maka menuntut kehidupan suci adalah berarti, karena ada kesempatan untuk menghancurkan penderitaan.

Contohnya, suatu kejahatan kecil dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau samasekali tidak berbuah. Sekarang manusia yang bagaimana, yang walaupun dengan kejahatan kecil sekalipun tetap akan membawanya ke Neraka? (*2)

Seseorang yang tidak berhati-hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia tidak mengembangkan kebijaksanaannya, dia seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Perbuatan kecil saja dapat membawanya ke Neraka.

Lalu sekarang, seseorang yang dengan hati-hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya, dia mengembangkan kebijaksanaannya, dia seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan kecil bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak samasekali.

Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil, air tersebut tidak akan bisa diminum, mengapa?, karena cawan itu kecil. Nah, sekarang, seandainya seorang menaruh sejumput garam ke sungai Gangga, airnya akan tetap dapat diminum, karena banyaknya air di sungai tersebut “.


Hukum Kamma, dengan demikian, lebih berarti suatu kecenderungan, bukan sekadar suatu konsekuensi yang tak dapat diubah dan dielakkan.



Catatan :

(*1) Kehidupan suci adalah seseorang yang telah bertekad untuk melepaskan  kehidupan yang bersifat keduniawian dan ingin mencapai tingkat ke-Buddha-an dengan tujuan akhir adalah Nibbana, yaitu dengan pemahaman tentang Empat Kebenaran Mulia, melaksanakan Jalan Kebenaran Mulia Berunsur Delapan dan Menghindari Tiga Kejahatan yang dilakukan oleh Pikiran, Ucapan dan Tindakan jasmani dalam kehidupan sehari- harinya.

EMPAT KEBENARAN MULIA , yaitu :
1.  Penderitaan
2.  Asal-Mula penderitaan
3.  Lenyapnya penderitaan
4.  Jalan menuju Lenyapnya penderitaan

JALAN KEBENARAN MULIA BERUNSUR DELAPAN, yaitu :
1.  Pengertian benar
2.  Pikiran benar
3.  Ucapan benar
4.  Perbuatan benar
5.  Mata pencaharian benar
6.  Upaya benar
7.  Perhatian benar
8.  Konsentrasi benar

TIGA KEJAHATAN , yang dilakukan oleh ;
1. Pikiran : Keserakahan, kehendak/niat  buruk, kebencian, kepercayaan dan pengertian  yang salah.

2. Ucapan : Berdusta, memfitnah, penipuan, berbicara kasar dan menghina, berbicara tentang keburukan seseorang dan berbicara mengenai hal-hal  yang tidak perlu ( omong kosong).

3. Jasmani  :  Pembunuhan, pencurian, perzinahan,  mabuk- mabukan.

(*2) Neraka atau Surga, yang dimaksudkan oleh Sang Buddha adalah mengacu pada suatu keadaan perasaan-perasaan/batin yang penuh dengan penderitaan dan menyakitkan. Sang Buddha menolak paham adanya Neraka kekal dan Surga kekal yang dipandang sebagai suatu  ketidakadilan.


“ Apabila seorang dungu berkata bahwa Neraka ada dibawah laut,
maka sebenarnya mereka berkata palsu tak  berdasar,
istilah ‘Neraka’  menunjukkan perasaan-perasaan yang menyakitkan ”.
(Samyutta Nikaya  IV : 206)



45. Selama berabad-abad doktrin agama Buddha tentang Kamma telah sering disalah-artikan sebagai paham Deterministik/TAKDIR, bahkan rohaniawan Buddhispun sering mengatakan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak Kamma, karenanya banyak tafsiran tentang Kamma yang agak janggal bila dibandingkan dengan ajaran Sang Buddha sendiri.

Hal ini disebabkan karena pada umumnya doktrin Kamma yang diajarkan saat ini tidak berdasarkan ajaran Sang Buddha langsung, tapi berdasarkan kepustakaan komentar yang sebagian besar diantaranya ditulis ribuan tahun setelah era Sang Buddha.

Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham “Takdir” (Niyativada) juga tidak mengajarkan paham “ Bebas bertindak ” (Attakiriyavada),  tapi  suatu  “  Kehendak berprasyarat ” ( Inggris : Conditioned ).

46. Adalah Salah bila dikatakan bahwa keadaan kita saat ini adalah semata-mata adalah hasil dari perbuatan-perbuatan kita dikehidupan sebelumnya, dan keadaan di masa mendatang hanya ditentukan oleh perbuatan-perbuatan kita saat ini. Bila demikian adanya, berarti seluruh kehidupan kita Telah diputuskan dan Telah ditentukan sebelumnya, sehingga kita tidak dapat lagi berupaya dan merubah segalanya. Pengertian salah seperti inilah yang membuat seseorang bersikap Apatis/Pasrah dan tidak bersemangat untuk berupaya memperbaiki Kamma buruknya.

Hukum Kamma turut (menjadi prasyarat) dalam menentukan tiga hal : Apakah kita terlahir kembali atau tidak, di alam mana kita akan terlahir, dan pengalaman bagaimana yang akan di alami pada kehidupan yang akan datang tersebut.

47. Menurut Sang Buddha, Tindak-tanduk manusia biasa pada dasarnya  bercirikan Keserakahan (Lobha ), Kebencian (Dosa) dan Kegelapan batin (Moha). Tindakan baikpun bila diteliti kadang-kadang masih diwarnai oleh kekotoran batin tersebut. Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin mendasari tindakan kita sehari-hari, tapi tidak semua tindakan itu akan berbuah akibat pada kehidupan sekarang ini. Daya/Energi yang tidak berbuah pada kehidupan sekarang ini akan mendorong kita ke kehidupan baru sesudah kita mati.

“ Ada tiga sumber asal dari tindakan seseorang
Apa yang tiga itu ?.
Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin.
Setiap tindakan yang dilahirkan, berasal dan timbul dari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin akan berbuah,
dimanapun dia terlahir kembali,
dimanapun tindakan itu berbuah,
dia akan mengalami hasilnya,
pada kehidupan ini ataupun dikehidupan mendatang.”
(Angutta Nikaya I : 134)

Selama kita bertindak dengan didasari keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, selama itu pula kita membuat kamma, baik ataupun buruk dan oleh karenanya kita terlahir kembali.

48. Kamma yang telah kita timbun akan menjadi prasyarat di Alam mana kita akan terlahir. Apabila Kamma tertentu menonjol dalam perilaku kita sehari-hari, maka pada waktu mati, kita akan terkondisi oleh sifat-sifat dan perilaku-perilaku tersebut dan bila terlahir kembali akan terlahir di salahsatu dari Enam alam kehidupan.

“Dan apa beragam kamma itu ?
Adalah kamma yang akan berbuah di alam neraka,
di alam binatang, di alam Roh lapar, di alam manusia,
pula ada kamma yang berbuah di alam dewa.”
(Angutta Nikaya III : 414)

49. Salah pengertian lain yang paling umum tentang Hukum Kamma adalah kepercayaan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil Kamma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup telah ditentukan sebelumnya.

Sang Buddha bersabda :

“Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau.

Aku menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan sedemikian, mereka ternyata mengiyakan. Aku berkata : ‘Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzinah disebabkan kamma lampau.

Mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau.

Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau.

Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu’ ”.
(Angutta Nikaya I : 173)


50. Apakah hukum kamma hanya berlaku bagi mereka yang percaya ?.
Lepas dari kita mempercayai atau tidak, Hukum Sebab dan Akibat atau Hukum Kamma akan tetap bekerja sesuai dengan perbuatan-perbuatan kita yang dilandasi oleh kehendak, ucapan, pikiran dan tindakan jasmani. Seseorang yang tidak percaya pada kehidupan masa lampau dan hukum sebab-akibat, tetap bisa berbahagia sebagai hasil dari perbuatan baiknya dimasa lampau.

“Sesuai dengan benih yang ditanam,
itulah buah yang akan engkau peroleh.
Pelaku kebaikan akan mengumpulkan kebaikan.
Pelaku keburukan akan memperoleh keburukan.
Jika engkau menanamkan benih yang baik,
maka engkau menikmati buah yang baik.”
(Samyutta Nikaya I : 227)

51. Bagi orang yang menolak kehadiran hukum sebab-akibat / Hukum kamma, akan selalu terjerat dalam lingkaran ketidak-mengertian tentang Sebab Nasib buruk yang diterimanya, ia cenderung menjadi bingung dan putus asa, yang pada akhirnya ia menyandarkan jawaban atas segala keadaan yang terjadi, baik atau buruk kepada nasib, takdir, dan Tuhan. Bahwa semua yang terjadi adalah atas Kehendak dan Rencana Tuhan.

Seseorang  yang demikian hanya bisa bertanya : “Mengapa aku bernasib buruk dan malah sering dibenci orang lain ?, padahal aku selama ini tidak pernah berbuat jahat, bahkan aku sering menolong kesulitan orang lain”. Tak sedikit pula yang bertanya-tanya : “Orang itu kelakuannya sangat buruk, penipu ,berhati kejam, bahkan dengan segala cara tega untuk merugikan orang lain demi keuntungannya sendiri, tapi mengapa ia semakin jaya dan disegani?”. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak akan pernah terjawab oleh  seseorang  yang  menolak  adanya hukum kamma.



"Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri pula orang ternoda,
oleh diri sendiri kejahatan tak dilakukan,
oleh diri sendiri pula seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak sucinya seseorang tergantung pada diri sendiri;
tak ada seseorang pun yang dapat menyucikan orang lain."
(Dhammapada; 165)



Selanjutnya ---> PANCA-NIYAMA DHAMMA (Lima Hukum Alam)



8 komentar:

  1. saya sering melihat manusia memotong kepala mahluk lain, tapi saya tidak pernah melihat manusia terlahir tanpa kepala..???

    mohon pencerahannya.

    BalasHapus
  2. @ Yth. Sdr. Hasta arik

    Cara bekerjanya hukum kamma tidak seperti ungkapan “hutang nyawa dibayar nyawa atau hutang kepala dibayar kepala” -yang berarti apapun yang kita lakukan , misalnya: karena seseorang sering memotong kepala para makhluk hidup, maka terlahir kembali tanpa kepala, tentu tidaklah demikian ! :)

    Sebab telah dijelaskan tersebut diatas bahwa ‘Kamma bersifat Samvattanika, artinya “mengarah terjadinya”, Dengan demikian, HUKUM KAMMA ADALAH BERARTI SUATU KECENDERUNGAN. Jadi, pada prinsipnya yang dimaksud dengan hukum “Sebab-Akibat” adalah == > PERBUATAN BAIK AKAN BERBUAH KEBAIKAN, PERBUATAN BURUK AKAN BERBUAH KEBURUKAN.

    Mengenai “Bentuk” dari Hasil/Akibat yang kita lakukan bisa bermacam-macam bentuk, karena matangnya buah kamma seseorang dipengaruhi oleh banyak sekali kondisi-kondisi dan melibatkan banyak unsur yang sangat kompleks serta BEKERJA SECARA KUMULATIF dari perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan pada kehidupan masa lampau dan perbuatan kita saat ini, sehingga setiap perbuatan yang kita lakukan pada saat ini tidak selalu menghasilkan akibat di kehidupan sekarang, namun berkaitan dengan kehidupan masa akan datang.

    Demikian sedikit keterangan yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat lebih memperjelas tentang ajaran hukum kamma tersebut diatas.

    Terima kasih atas kunjungan Anda ke Blog ini dan Salam persahabatan dari saya.

    (Tanhadi)

    BalasHapus
  3. Maaf
    Jika hukum kamma terjadi seharusnya tdk terjadi ledakan penduduk, karena manusia yg dulu hidup hidup kembali tanpa menambah jumlah penduduk. Namun mengapa masih terjadi ledakan penduduk?

    BalasHapus
  4. Didalam agama ßŭddђά mengenal adanya 31 Alam kehidupan, a.l : Alam manusia, alam hewan, alam makhluk tak tampak/makhluk halus (setan, hantu), alam neraka, alam surga dll.

    Diantara semua makhluk tsb. memiliki karma baik dan karma buruknya masing-masing, dan bila mereka mati, ia dpt terlahir kembali sebagai salah satu makhluk yg terdapat di 31 alam kehidupan tsb. (31 alam kehidupan ini masih berkondisi dan tidak kekal adanya).

    Jumlah makhluk di alam yg menyedihkan [Alam peta (hantu), alam hewan dll] tak terhitung banyaknya, bahkan jauh lebih banyak daripada jumlah manusia. Bagi makhluk2 di alam menyedihkan yg telah menjalani hasil karma buruknya ,jika ia mati dari alam itu, ia dapat terlahir kembali sebagai manusia, demikian pula sebaliknya- tergantung karmanya masing-masing.

    Dengan demikian dpt kita mengerti mengapa jumlah manusia bertambah terus..?, ini tak lain adalah hasil penambahan dari kelahiran kembali makhluk2 yang tak tampak dan para makhluk hewan menjadi manusia serta manusia yg terlahir kembali menjadi manusia lagi.

    Penjelasan ini sekaligus menepis pernyataan dari kebanyakan kepercayaan yg meyakini bahwa alam surga dan neraka itu adalah kekal-abadi. Sebab jika kehidupan di alam neraka dan surga itu abadi, maka seharusnya manusia2 yg telah mati akan masuk ke neraka abadi atau surga abadi tsb., dan akibatnya jumlah manusia di bumi ini makin lama makin berkurang dan suatu saat akan musnah. Akan tetapi pada kenyataannya, manusia di bumi ini semakin bertambah banyak. :D

    BalasHapus
  5. Maaf
    Jika hukum kamma benar, berarti tak satupun makhluk yang murni dilahirkan (dlm pengertian bahwa ia dilahirkan bukan karena adanya hukum kamma)
    Mohon dijelaskan

    BalasHapus
  6. Demikianlah menurut Ajaran Buddha, bahwa "Semua mahluk hidup mempunyai kamma sebagai milik mereka, mewarisi kammanya sendiri, lahir dari kammanya sendiri, berhubungan dengan kammanya sendiri, dilindungi oleh kammanya sendiri. Kamma itulah yang membedakan makhluk hidup dalam keadaan rendah atau tinggi."(Cullakammavibhanga Sutta; Majjhima Nikaya 135)

    Catatan : Karma/Kamma (Bhs. Sanskrit/Pali)artinya adalah PERBUATAN YANG BERKEHENDAK. Jadi selama semua makhluk belum mencapai kesucian dan menjadi orang suci (arahat),maka setiap perbuatannya (baik atau buruk)merupakan "sebab" dari timbulnya "Akibat".

    Jadi tidak ada satu makhluk pun yang terlahir kembali tanpa disebabkan oleh adanya hukum karma.

    BalasHapus
  7. Mohon maaf sy mau bertanya bgm mengenai asal mula nenek moyang manusia yang pertama menghuni bumi yang kita tempati skrg ini (adam dan hawa), apakah berarti mereka tidak tercipta melalui karma dan tidak memiliki karma sebelumnya. Mohon pencerahan. trm Ksh

    BalasHapus
  8. Mohon maaf saya mau bertanya, bgm mengenai manusia pertama yg tercipta di dunia ini, apakah mereka terlahir dari karma? Karma siapa? dan apakah mereka memiliki sejarah karma sebelumnya? mohon pencerahan, trm ksh

    BalasHapus