Rabu, Maret 14, 2012

Dimendi Alam Kehidupan Yang Berbeda


DIMENSI ALAM KEHIDUPAN YANG BERBEDA
Oleh : Bhante Tiradhammo


“Bila kita  memanfaatkan analisis batiniah kita secara saksama, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa dimensi dunia lain itu benar-benar ada”

“MISTERI……” Itulah kata yang selalu membangkitkan selera orang untuk menemukan klarifikasi dan realitas. Agak aneh kedengarannya upaya mengungkap dan mencari keabsahan misteri. Dan sepertinya mustahil untuk mendapat jawaban realitasnya. Namanya saja sudah misteri. Misteri merupakan fenomena yang tak kunjung usai untuk diburu dengan berbagai cara, baik dengan membaca fenomena-fenomena alam dengan ketajaman insting sebagai pengalaman pribadi, menghayati ungkapan pengalaman spiritual dari tatanan tradisional, maupun menggunakan terapan teknologi. Pendeknya, semua dilakukan untuk mengungkap fenomena misteri itu.

Dalam dunia hiburan di Indonesia, menarik untuk disimak bahwa fenomena misteri menjadi komoditas unggulan yang sangat sensasional sebagai menu tayangan di televisi belakangan ini, mulai dari “Hoka-Hoka”, “Gentayangan”, sampai “Memburu Hantu”. Beragam sudut pandang dan versi yang sangat variatif disajikan; entah sebagai hiburan semata, entah untuk meyakinkan pemirsa akan adanya sisi kehidupan di luar realitas konvensional dunia nyata, yakni apa yang sebagai kesepakatan umum disebut dengan “Dunia Maya” atau “Dunia Lain”.

Dunia maya yang dimaksud di sini tak lain dan tak bukan adalah suatu dunia dengan karakter dan muatan tatakehidupan yang berbeda dengan realitas duniawi. Keyakinan apapun, termasuk agama-agama, memiliki klarifikasi dan referensi tersendiri sebagai konfirmasi bahwa dunia maya atau dunia lain benarbenar ada, bukan hanya isapan jempol belaka.

Bila kita memanfaatkan analisis batiniah kita secara saksama, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa dimensi dunia lain itu benar-benar ada.

Berbagai agama telah membenarkannya meskipun dengan versi yang berbeda-beda. Bagi agamaagama yang menganut paham teologisme dengan irama dogma yang kaku dan padat, Tuhan memang telah menskenariokan segala sesuatu sedemikian rupa sebagai bukti bahwa Tuhan itu Mahakuasa. Termasuk dalam kekuasaan-Nya adalah diciptakannya oleh-Nya dimensi dunia yang berbeda dari kehidupan manusia. Bahkan penghuni kehidupan dunia lain adalah makhluk-makhluk ciptaan-Nya yang tidak dikehendaki. Kalaupun dikehendaki, mereka berfungsi sebagai sarana penguji dan pengganggu manusia agar manusia benar-benar tahan uji untuk bisa menghadap ke sisi Sang Pencipta. Jadi manusia memang menjadi objek dan subjek atau pelaku sebuah skenario yang melibatkan makhluk-makhluk rendah, seperti iblis, hantu, raksasa-raksasi, binatang dan lain-lain. Mereka semua adalah alat peraga ujian bagi manusia. Bila manusia mampu melewati hadangan alat-alat peraga tersebut, maka baginya jalan menuju sisi Sang Pencipta akan mudah.

Jadi, pelaku skenario dituntut untuk selalu patuh dan taat. Ia tidak berkesempatan memilih peran dalam lakon yang telah diskenariokan. Bila sudah demikian tentu tidak sulit dijalani, yang penting menerima saja; yang penting taat dan patuh sepenuhnya. Sang pelakon tidak perlu mengeluarkan dan mengembangkan energi dan potensi spiritualnya. Sang pelakon tidak perlu menggunakan instrumen analisis dalam ruang laboratorium intelektual dan realita—dengan memanfaatkan alat-alat kelengkapan berupa formulasi hukum karma—untuk menguji kesahihan sebab-akibat fenomena dimensi kehidupan lain (ataupun hal-hal lain).

Dalam paham teologisme, yang diperlukan adalah ketaatan untuk menerima apa adanya. Kalaupun orang berusaha untuk tahu lebih jauh tentang proses dan adanya sebab-akibat, usaha demikian tidak bisa keluar dari jalur yang sudah ditulis dalam skenario. Jadi tambahan pengetahuan itu hanya berfungsi sebagai suplemen agar ia lebih taat lagi. Kalaupun ia menemukan bahwa penjelasan sebab-akibat tersebut ternyata bukan jalur dan cabang dari paham teologisme, di sana ia sudah terhalang oleh rintangan “dosa”. Dan orang umumnya gemetar bila berhadapan dengan si dosa itu, sehingga rasa penasaran tentang eksistensi sang pembuat skenario berikut karyanya cukup sampai pada “Itu sudah rahasia”. Ingin tahu lebih jauh lagi tentang asal muasal dan lainlain? Stop!
Inilah yang barangkali menjadi formula utama paham teologisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar