Rabu, Maret 21, 2012

Gnostikisme


GNOSTIKISME
Disusun oleh: Tanhadi

"Gnostic" berasal dari akar kata Yunani "gnosis", artinya "mengetahui" (to know) dan merujuk pada pengetahuan mistis atau rahasia dari Tuha dan penyatuan diri dengan Tuhan.,  yaitu Suatu Paham yang berpandangan bahwa pengetahuan tentang Tuhan dapat diketahui oleh manusia melalui akalnya.

Orang-orang gnostik meyakini bahwa manusia dapat mengetahui eksistensi, sifat-sifat, dan dzat Tuhan. Dengan pandangan seperti itu, maka tak heran apabila paham ini memungkinkan adanya penyatuan Tuhan dengan manusia. Pertanyaannya adalah bagaimana proses penyatuan Tuhan dengan manusia itu terjadi? Dan apakah itu mungkin terjadi?

Penyatuan manusia dengan Tuhan dalam pandangan gnostik itu sangat mungkin. Bagi mereka, ada beberapa langkah atau cara untuk sampai pada penyatuan tersebut. Berikut ringkasan filosofi gnostik.

Pertama, gnostik mengajar pengetahuan rahasia tentang dualisme yaitu dunia adalah jahat dan alam roh adalah baik.  

Kedua, Tuhan tidak berbeda dari manusia, namun manusia memiliki sifat ke-ilahi-an. Tuhan adalah semangat dan cahaya dalam setiap individu. Bila seseorang mengerti dirinya, dia akan mengerti semuanya.  

Ketiga, masalah fundamental dalam gnostik bukanlah dosa tetapi ketidakmengertian. Cara untuk menyatukan diri dengan Tuhan adalah dengan mencapai pengetahuan mistis terlebih dahulu.

Keempat, keselamatan dicapai dengan memperoleh pengetahuan atau gnosis dari alam semesta dan dari diri sendiri.  

Kelima, tujuan gnostik adalah unity dengan Tuhan. Ini dicapai dengan membebaskan manusia dari tubuh yang tidak suci supaya jiwa dapat pergi melewati udara dan menghindar dari yang jahat dan menyatukan diri dengan Tuhan.

Dengan melalui lima tahapan tersebut, maka manusia dapat menyatukan diri dengan Tuhan. Dalam sejarah perkembangan agama-agama, ajaran gnostik tentang penyatuan manusia dengan Tuhan ini banyak ditentang oleh kaum agama-agama dunia seperti Kristen, yahudi, maupun islam. Sebab, ajaran tersebut tidak sesuai dengan ajaran yang datang dari Tuhan melalui wahyu.

Seperti dalam Kristen, menurut ajaran gnostik, yesus tidak berbeda dari para pengikutnya. Para pengikut yesus yang telah mencapai gnostik (pengetahuan tentang Tuhan) akan menjadi seorang kristus seperti yesus. Professor agama dari Ubiversitas Princeton, Dr. Elaine Pagels menulis, “siapa yang mencapai gnosis bukan lagi seorang Kristen tetapi kristus.” Jadi yesus bukanlah anak Allah dan penyelamat yang mati untuk menebus dosa dunia tetapi hanyalah seorang guru yang memberikan pengetahuan rahasia kepada para pengikutnya.

Akan tetapi, filosofi gnostik tersebut bertentangan dengan pengajaran perjanjian lama dan baru. Alkitab menentang ajaran gnotik tentang sifat Allah, Kristus, materi dunia,dosa, keselamatan, dan kehidupan akhir. Agama yahudi dan Kristen menentang ajaran gnostik dan menganggapnya ajaran sesat, beitu juga sebaliknya, gnostik menentang ajaran Kristen. Filosifi gnostik yang dikisahkan pada keseluruhan injil Yudas, seperti literature gnostik yang lain, hanya terdapat sedikit sekali persamaan dengan perjanjian baru. Injil Yudas bahkan bertentangan dengan perjanjian baru.

Dalam islam, hal serupa juga terjadi pada beberapa tokoh tasawuf yang,menurut saya, tergolong gnostik. Seperti tokoh sufi al-Hallaj. Beliau adalah sosok histories, benar-benar hidup, yang dihukum mati pada tahun 922 M karena ajarannya tentang penyatuan manusia dengan Tuhannya dianggap membahayakan iman orang awam. Sufi kelahiran iran itu mendapat hukuman mati setelah pengadilan politis menyatakan bahwa dia bersalah karena telah menyebarkan ajaran sesat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa ajaran-ajaran sufi al-Hallaj yang paling ekstrem adalah tentang penyatuan dirinya dengan Allah, sebagaimana yang tersirat dalam ucapannya ana al-Haq. Konsep tersebut hampir sama dengan seorang sufi yang pernah hidup sezaman dengan wali songo di Indonesia, yakni Syekh Siti Jenar atau Syekh Lemah Abang atau San Ali. Beliau juga dihukum mati oleh kerajaan demak dengan dimototi para wali songo karena ajarannya dianggap menyesatkan.

Kedua contoh tersebut mengindikasikan bahwa tiga agama besar tidak sependapat atau menolak ajaran kaum gnostik tentang kemungkinan terjadinya penyatuan antara manusia dengan Tuhan.


Sumber :
1 Wikipedia, Ensiklopedi bebas berbahasa Indonesia,
2. Rizem Aizid/ Mahasiswa Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar