KISAH CULASUBHADDA
Dhammapada XXI : 304
Anathapindika dan Ugga, orang kaya dari Ugga, belajar
di bawah bimbingan guru yang sama ketika mereka berdua masih muda. Ugga
mempunyai seorang anak laki-laki dan Anathapindika mempunyai seorang anak
perempuan. Ketika anak-anak mereka telah cukup dewasa, Ugga meminta persetujuan
Anathapindika untuk menikahkan kedua anak mereka. Dengan demikian pernikahan
diadakan, dan Culasubhadda —anak perempuan Anathapindika, harus tinggal di
rumah mertuanya.
Ugga dan keluarganya adalah pengikut petapa bukan
murid Sang Buddha. Suatu saat mereka mengundang petapa tersebut ke rumahnya.
Pada kesempatan itu, Ugga meminta Culasubhadda untuk memberi penghormatan
kepada para petapa telanjang bukan murid Sang Buddha tersebut, tetapi ia selalu
menolak untuk memenuhinya. Sebaliknya, ia bercerita kepada ibu mertuanya
tentang Sang Buddha dan sifat-sifat mulia Beliau.
Ibu mertua Culasubhadda sangat ingin bertemu dengan
Sang Buddha, setelah ia diberitahu tentang Sang Buddha oleh menantu
perempuannya. Ia bahkan menyetujui permintaan Culasubhadda mengundang Sang
Buddha untuk menerima dana makanan di rumahnya.
Culasubhadda menyiapkan makanan dan mengumpulkan
persembahan lainnya untuk Sang Buddha beserta murid-murid Beliau. Kemudian ia
naik ke tempat yang paling tinggi di rumahnya dan melihat ke arah Vihara
Jetavana. Ia membuat persembahan bunga serta dupa dan merenungkan sifat-sifat
dan kebajikan mulia Sang Buddha.
Ia kemudian mengucapkan keinginannya, "Bhante!
Semoga hal ini membuat Bhante berkenan datang, bersama dengan murid-murid
Bhante ke rumah kami esok hari. Saya, umat awam yang berbakti, dengan penuh
hormat mengundang Bhante. Semoga permohonanku diketahui oleh Bhante melalui
lambang dan sikap seperti ini".
Kemudian ia mengambil delapan genggam bunga melati dan
menebarkannya ke langit. Bunga-bunga itu mengambang di udara menuju Vihara
Jetavana dan terletak menggantung pada langit-langit ruang pertemuan dimana
Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma. Pada akhir khotbah Beliau, Anathapindika
—ayah Culasubhadda, mendekati Sang Buddha untuk mengundang menerima dana
makanan di rumahnya pada esok hari.
Sang Buddha menjawab bahwa ia telah menerima undangan
Culasubhadda untuk esok hari.
Anathapindika bingung dengan jawaban Sang Buddha dan
berkata, "Tetapi, Bhante! Culasubhadda tidak tinggal di Savatthi sini, ia
tinggal di Ugga yang berjarak seratus dua puluh yojana dari sini".
Kepadanya Sang Buddha berkata, "Benar, perumah
tangga, tetapi kebaikannya jelas terlihat nyata seakan-akan hadir meskipun hal
itu mungkin berada pada jarak jauh".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
304 berikut:
Meskipun dari jauh,
orang baik akan terlihat bersinar
bagaikan puncak pegunungan Himalaya. Tetapi, meskipun dekat,
orang jahat tidak akan terlihat,
bagaikan anak panah yang dilepaskan pada
malam hari.
Hari berikutnya, Sang Buddha datang ke rumah Ugga
—ayah mertua Culasubhadda. Sang Buddha diiringi dengan lima ratus bhikkhu dalam
perjalanan ini, mereka semua datang melalui udara dalam perahu penuh dekorasi
yang diciptakan atas perintah Sakka —raja para dewa. Melihat Sang Buddha dalam
kemegahan dan keagungannya, ayah mertua Culasubhadda sangat terkesan dan mereka
memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Untuk tujuh hari berikutnya, Ugga dan
keluarganya memberi dana makanan dan membuat persembahan kepada Sang Buddha
beserta murid-murid Beliau.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
lor:#Fe 0 m @�H X H anguage:EN-US'>Para siswa Gotama telah bangun dengan
baik dan selalu sadar,
sepanjang siang dan malam mereka selalu
merenungkan
sifat-sifat badan jasmani dengan penuh
kesadaran.
(299)
Para siswa Gotama telah bangun dengan
baik dan selalu sadar,
sepanjang siang dan malam mereka
bergembira
dalam keadaan bebas dari kekejaman.
(300)
Para siswa Gotama telah bangun dengan
baik dan selalu sadar,
sepanjang siang dan malam mereka
bergembira
dalam ketenteraman samadhi.
(301)
Pada saat khotbah Dhamma berakhir, anak itu beserta
kedua orang tuanya mencapai tingkat kesucian sotapatti. Kemudian mereka
bergabung dalam Pasamuan Bhikkhu (Sangha) dan akhirnya mencapai tingkat
kesucian arahat.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar