KISAH SUNDARI, PERTAPA
WANITA
Dhammapada XXI : 306
Pada saat jumlah orang-orang yang menghormat Sang
Buddha meningkat, pertapa-pertapa bukan Buddhis mendapatkan jumlah pengikut
mereka semakin berkurang. Oleh karena itu mereka menjadi sangat iri hati
terhadap Sang Buddha. Mereka juga takut bahwa keadaan akan semakin buruk jika
mereka tidak melakukan sesuatu untuk merusak nama baik Sang Buddha.
Kemudian mereka mengundang Sundari, dan berkata
kepadanya, "Sundari, kamu adalah seorang wanita muda yang cantik dan
pintar. Kami menginginkan kamu membuat malu Samana Gotama dengan mengatakan
kepada banyak orang bahwa kamu telah berhubungan kelamin dengannya. Dengan
melakukan hal ini citra baiknya akan rusak, pengikutnya akan berkurang sehingga
banyak orang yang akan datang kepada kita. Buatlah penampilan yang terbaik dan
pandai-pandailah".
Sundari mengerti apa yang diharapkan darinya. Kemudian
pada malam hari, dia pergi ke Vihara Jetavana.
Ketika dia ditanya kemana hendak pergi, dia menjawab,
"Saya pergi mengunjungi Samana Gotama, saya tinggal bersamanya di kamar
harum (Gandha Kuti) di Vihara Jetavana".
Setelah mengatakan hal ini, dia pergi ke tempat
pertapa-pertapa bukan Buddhis.
Pagi-pagi sekali keesokan harinya dia kembali ke
rumahnya. Jika orang-orang menanyakan dia dari mana, dia akan menjawab,
"Saya baru dari kamar harum (Gandha Kuti) setelah bermalam semalam dengan
Samana Gotama".
Wanita itu terus mengatakan hal ini selama dua hari.
Pada akhir hari ketiga, pertapa-pertapa menyuruh beberapa pemabuk untuk
membunuh Sundari dan meletakkan jenazahnya ditumpukan sampah dekat Vihara
Jetavana.
Hari
berikutnya, para pertapa menyebarkan berita mengenai hilangnya pertapa wanita
pengembara (Paribbajika) Sundari. Mereka pergi menghadap raja untuk melaporkan
kecurigaan mereka. Raja mengizinkan mereka untuk menyelidiki di tempat yang
mereka perkirakan. Ketika menemukan jenazah di dekat Vihara Jetavana, mereka
membawanya ke istana.
Kemudian mereka berkata kepada raja, "O raja.
Pengikut-pengikut Gotama telah membunuh Paribbajika Sundari dan membuang
jenazahnya di tumpukan sampah dekat Vihara Jetavana, untuk menutupi kesalahan
guru mereka".
Kepada mereka raja menjawab, "Dalam kasus ini
kalian boleh berkeliling kota dan mengumumkan bukti-bukti tersebut".
Mereka lalu mengelilingi kota membawa jenazah Sundari
dan berteriak, "Lihat! Apa yang telah dilakukan oleh pengikut-pengikut
Gotama! Lihat bagaimana mereka mencoba menutupi kesalahan Gotama!"
Arak-arakan tersebut kemudian kembali ke istana. Para
bhikkhu yang tinggal di Vihara Jetavana mengatakan kepada Sang Buddha apa yang
telah dilakukan oleh pertapa-pertapa untuk merusak nama baik dan merusak citra
Sang Buddha.
Tetapi Sang Buddha hanya berkata, "Anak-anakKu,
kalian harus memberitahukan mereka mengenai hal ini",
Kemudian Beliau membabarkan syair 306
berikut ini:
Orang yang selalu bicara tidak benar,
dan juga orang yang setelah berbuat kemudian berkata, "Aku tidak
melakukannya", akan masuk ke neraka. Dua macam orang yang mempunyai
kelakuan rendah ini, mempunyai nasib yang sama dalam dunia selanjutnya.
Sementara itu, raja memerintahkan anak buahnya untuk
menyelidiki lebih lanjut pembunuhan Sundari. Dari penyelidikan itu mereka
menemukan Sundari meninggal dunia di tangan pemabuk-pemabuk. Kemudian para
pemabuk dibawa menghadap raja. Ketika ditanya, para pemabuk mengakui bahwa
mereka disuruh oleh pertapa-pertapa untuk membunuh Sundari dan meletakkan
jenazahnya di dekat Vihara Jetavana. Raja memanggil pertapa-pertapa bukan
Buddhis dan akhirnya pertapa-pertapa itu mengakui rencana mereka dalam
pembunuhan Sundari.
Raja memerintahkan mereka untuk pergi berkeliling
kota, mengakui kesalahan mereka pada umum.
Mereka berkeliling kota dan berkata, "Kami adalah
orang-orang yang membunuh Sundari, kami telah bersalah menuduh pengikut Gotama
hanya untuk memalukan Gotama. Pengikut-pengikut Gotama tidak bersalah, kamilah
yang bersalah atas kejahatan ini".
Sebagai kesimpulan dari peristiwa ini, kekuatan,
keagungan dan keberuntungan Sang Buddha sangatlah tinggi.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar