Kamis, September 10, 2009

METTA ( Cinta Kasih )

Disusun oleh : tanhadi






Cinta kasih yang diajarkan Sang Buddha adalah cinta kasih yang universal yaitu cinta kasih yang tidak berbatas hanya kepada orang-orang terdekat kita seperti; orang tua , saudara , sahabat, suami/isteri dan anak-anak kita saja, tidak pula hanya terbatas kepada manusia saja, tetapi kepada semua makhluk, baik terhadap hewan/binatang, para dewa, bahkan iblis / setan sekalipun.

Kata-kata cinta yang terucap dikala seseorang sedang dilanda asmara bukanlah kata-kata yang mengandung cinta kasih universal, karena kata cinta yang demikian itu masih diliputi oleh rasa pamrih dan emosi-emosi kepemilikan, bahkan terselimuti oleh kabut nafsu.

Dijelaskan dalam Mettā Sutta, Khuddakapāñha, Khuddaka Nikāya yaitu bahwa:

"Cinta kasih adalah bagaikan seorang ibu yang mempertaruhkan nyawanya, melindungi putra tunggalnya. Demikianlah terhadap semua makhluk, dikembangkannya pikiran cinta kasih tanpa batas, ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling, tanpa rintangan, tanpa benci dan permusuhan."

Mengembangkan Cinta kasih bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, sebagai contoh : kita ingin mengembangkan cinta kasih kepada musuh kita, apa yang yang terjadi bila saat itu kita malah diejek dan direndahkan dengan kata-kata.."pengecut, banci, nggak punya nyali, nggak ada harganya elu dimata gue.." , atau kita saat itu ingin mengembangkan cinta kasih kepada seekor anjing...eh..malah digonggongin dan digigit...

Pada kondisi-kondisi demikian, kita sering kali terjebak dalam emosi. Dan akhirnya niat kita yang pada awalnya baik berubah menjadi kemarahan, kebencian dan emosi negatif lainnya. Kita pun akhirnya lupa pada cinta kasih itu. Lalu, bagaimana cara kita mengembangkan cinta kasih?

Pada dasarnya semua makhluk ingin bahagia, seekor nyamukpun ingin bahagia seperti halnya diri kita....., Pada saat musuh mencaci-maki kita bahkan mungkin hendak melukai kita, cobalah untuk tidak terjebak dalam lingkaran emosi amarah dan kebencian , ingatlah bahwa dia melakukan itu semua semata-mata hanya agar dirinya ingin bahagia...

Dengan memahami hakekat bahwa semua makhluk ingin berbahagia...kita tidak akan terjebak dalam emosi amarah dan kebencian, sehingga kita bisa berpikir lebih jernih dan lebih tenang dalam menghadapi sesuatu. Justeru bertanyalah pada diri kita sendiri ; Kenapa orang tersebut membenci aku ? Apa yang harus aku lakukan agar dia tidak membenci aku lagi ?...dengan demikian sesungguhnya kita sudah mengembangkan dan memancarkan Cinta kasih yang luar biasa....Cinta kasih tanpa batas.

Disebutkan oleh Sang Buddha sendiri bahwa Beliau mendapatkan manfaat yang sangat besar dengan pengembangan cinta kasih. Perumpamaan yang digunakannya adalah Sang Buddha menggambarkan dirinya bahwa dengan melakukan hal tersebut, kebahagiaan seperti alam dewa (perasaan bahagia) dapat dirasakan dalam jangka waktu yang sangat lama (kalpa).

 " ....Selama tujuh tahun aku telah mengembangkan buah-buah pikir cinta kasih. Setelah mengembangkan hati yang penuh cinta kasih selama tujuh tahun, aku tidak kembali ke dunia ini selama tujuh kalpa dari pengerutan dunia dan pengembangan dunia.

Bilamana satu dunia hancur, aku memasuki (lewat kelahiran ulang) alam para dewa Cahaya Yang Mengalir, dan jika dunia berkembang lagi, aku terlahir ulang di istana Brahma yang kosong. Dan di sana dahulu aku adalah mahabrahma, pemenang yang tak terkalahkan, yang sangat berkuasa. Dan tiga puluh enam kali aku telah menjadi Sakka, penguasa para dewa, dan beratus-ratus kali aku telah menjadi penguasa alam semesta, raja yang adil dan luhur." (Angutara Nikaya : VIII, 58)

"Cinta kasih seharusnya dikembangkan melalui
 pikiran, ucapan, dan perbuatan"

Hanya memikirkan saja tentang Cinta kasih belumlah cukup untuk membahagiakan orang lain, Pikiran cinta kasih hanya untuk membentuk mental kita dan melatih pengembangan spiritual. Kita perlu mewujudkannya dalam tindakan melalui ucapan dan perbuatan nyata.

Cinta kasih universal (metta atau maitri) ini menembus batasan ruang dan waktu , yang mampu memberikan kebahagiaan bagi setiap makhluk di 31 alam kehidupan.

Bentuk ekspresi cinta kasih salah satunya terwujud melalui tindakan memberi. Cinta kasih terpancar melalui tindakan mengunjungi orang sakit, memberi materi (dana) dan berharap semoga bermanfaat bagi sipenerima, menawarkan tugas membantu teman, menyemangati teman serta mendengar keluh kesah orang lain dan berusaha membantunya.

Bentuk cinta kasih yang lain seperti cinta terhadap lingkungan seperti yang terdapat di dalam Samyutta Nikaya III, 45-6 dimana Sang Buddha menyarankan agar kita menanam pepohonan di pinggir jalan besar.

Saya cuplikkan kisah Sang Buddha ketika menaklukan gajah Nalagiri yang begitu buas dan liar karena diberi minuman keras sebanyak 16 guci oleh Devadatta..., dan Sang Buddha menaklukannya dengan jurus “ Cinta kasih-Nya”.

.....Gajah Nalagiri melihat Sang Buddha berjalan menghampirinya, penduduk yang ada di sana amat ngeri melihat gajah tersebut. Gajah yang amat kesakitan itu berlari dengan liarnya, ia menghancurkan pagar rumah-rumah dan mengangkat belalainya tinggi-tinggi, serta menginjak-injak kereta menjadi hancur berantakan. Dengan kuping dan ekornya yang terangkat, ia berlari dengan kencangnya seperti gunung yang tinggi menghampiri Sang Buddha.

Para bhikkhu yang melihat gajah Nalagiri berlari mendatangi Sang Buddha, memberitahu Sang Guru Agung : “Yang Mulia, gajah Nalagiri berlari di sepanjang jalan ini, ia adalah binatang yang amat galak dan liar, ia pembunuh manusia. Kami mohon Yang Mulia balik kembali.”

“O....Para Bhikkhu datanglah ke sini, jangan takut; tidak ada satu mahlukpun yang dapat menghancurkan Sang Tathagata dengan suatu serangan. Tathagata mencapai Parinibbana bukan karena suatu serangan.”

Para bhikkhu, tetap memperingatkan Sang Guru sampai tiga kali. Yang Mulia Sariputta lalu meminta Sang Buddha dengan berkata : “Yang Mulia, apabila ada satu persembahan yang harus diberikan kepada seorang ayah, maka beban itu terletak pada anak sulungnya. Saya akan mengalahkan binatang ini.

” Sang Buddha lalu berkata : “Sariputta, kekuatan seorang Buddha adalah satu hal dan pengikutnya adalah hal yang lain.” Beliau menolak tawaran itu, dan berkata :

“Sariputta, tetaplah tinggal di sini.”

Para bhikkhu lainnya juga meminta ijin untuk mengalahkan gajah liar itu, tetapi Sang Guru menolak permintaan mereka. Kemudian Yang Mulia Ananda, pembantu Sang Buddha yang mempunyai pengaruh besar terhadap Sang Buddha, tidak mampu bersikap diam dalam menghadapi masalah ini, ia lalu berteriak : “Biarkan gajah itu membunuh saya terlebih dahulu.” Yang Mulia Ananda berdiri di depan Sang Buddha, siap untuk mengorbankan hidupnya untuk Sang Tathagata. Tetapi Sang Buddha berkata kepadanya : “Bergeserlah Ananda, jangan berdiri di hadapanKu.”

Yang Mulia Ananda berkata : “Yang Mulia, gajah ini amat galak dan liar, ia dapat membunuh orang, seperti nyala api pada permulaan suatu lingkaran. Biarkanlah ia membunuh saya terlebih dahulu dan sesudah itu ia baru dapat menghampiri Yang Mulia.” Yang Mulia Ananda memohon tiga kali, dan Beliau tetap berdiri di depan Sang Tathagata, Beliau tidak mau mundur. Kemudian Sang Buddha dengan kekuatan kesaktian-Nya membuat Yang Mulia Ananda berada di belakang Beliau dan menempatkan-Nya di tengah-tengah para bhikkhu yang tengah berkerumun.

Pada waktu itu ada seorang ibu, terlihat oleh pandangan gajah Nalagiri, ibu itu amat ketakutan, ia ingin berlari karena ketakutan, tetapi anaknya terjatuh ketika ia ingin menggendong anak itu di pinggangnya. Posisinya berada di antara Sang Tathagata dan gajah Nalagiri, ibu itu berusaha berlari. Gajah itu mengejar ibu tersebut, ibu tersebut terpaku berdiri di tempatnya dengan amat ketakutan bersama anaknya yang menjerit sekeras-kerasnya.

Hati Sang Buddha bergetar, dengan penuh cinta kasih yang terpancar dengan kuatnya (odissakametta) dan dengan suara-Nya yang penuh kelembutan seperti suara Dewa Brahma, memanggil Nalagiri : “Ho..! Nalagiri...! Siapa yang membuatmu menjadi gila dengan enam belas guci minuman keras, kamu tidak diperintahkan untuk menyerang orang lain, tetapi diarahkan untuk menyerangKu. Jangan keluarkan kekuatanmu dengan merusak tanpa tujuan, datanglah kepadaku.”

Mendengar suara Sang Buddha, Nalagiri membuka matanya dan melihat tubuh Sang Buddha yang bersinar terang. Ia menjadi gelisah dan dengan kekuatan cinta kasih Sang Buddha yang amat besar, maka pengaruh minuman keras yang amat kuat itu hilang. Dengan menurunkan belalainya dan mengoyang-goyangkan kupingnya ia mendatangi dan berlutut di kaki Sang Tathagata.

Kemudian Sang Tathagata berkata : “Nalagiri, kamu adalah gajah jahat, Aku adalah Gajah Buddha, tidak jahat dan liar, tidak membunuh manusia, tetap mengembangkan cinta kasih.”  Sambil berkata demikian Sang Tathagata lalu mengulurkan tangan kanan-Nya dan mengelus-elus kepala gajah itu dan mengajarkan Dhamma kepadanya dengan bersabda :

“Jangan menyerang Sang Buddha, O, gajah..! Dengan pikiran akan melukai-Nya, akan membuatmu menderita. Pembunuh seorang Buddha tidak akan memperoleh alam kehidupan yang baik setelah kematiannya.”

“Bebaskanlah dirimu dari mabuk-mabukkan dan melakukan perbuatan bodoh. Karena orang yang bodoh tidak akan dapat pergi ke alam yang baik Kamu harus melakukan perbuatan baik sehingga kamu dapat menuju kealam bahagia.”

Seluruh badan gajah itu bergetar karena diliputi oleh kebahagiaan yang amat besar, dan ia sekarang bukan hanya binatang berkaki empat biasa lagi, tetapi ia telah mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna).

Penduduk yang melihat keajaiban ini berseru dengan gembira dan bertepuk tangan dengan riang. Dengan penuh kebahagiaan, mereka menutupi badan gajah itu dengan hiasan-hiasan. Kemudian Nalagiri terkenal dengan nama Dhanapalaka (pemilik kekayaan) dan ia menjadi amat jinak dan tidak menyakiti siapapun.


Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

1 komentar: