KISAH BHIKKHU
BAHUBHANDIKA
Dhammapada X: 141
Seorang pria yang kaya di Savatthi setelah kematian
istrinya mengambil keputusan untuk menjadi seorang bhikkhu. Sebelum dia menjadi
bhikkhu, dia mendirikan sebuah vihara, termasuk dapur dan ruang penyimpanan.
Dia juga membawa perabotan, beras, minyak, mentega, dan berbagai kebutuhan
sehari-harinya. Apa pun yang dia kehendaki, pelayan-pelayan akan memenuhinya.
Jadi meskipun dia hidup sebagai bhikkhu, dia hidup dengan berlebihan dan
memiliki berbagai macam harta sehingga beliau dikenal dengan nama
"Bahubhandika".
Suatu hari bhikkhu-bhikkhu lain membawanya menghadap
Sang Buddha dan kemudian menceritakan kehidupan Bhikkhu Bahubhandika yang penuh
dengan kemewahan sebagaimana layaknya kehidupan orang kaya.
Sang Buddha mengatakan kepada Bahubhandika,
"Anak-Ku, Aku mengajarkan tentang kehidupan yang sederhana, mengapa engkau
membawa begitu banyak harta milikmu?"
Ketika mendapat teguran ini dia marah dan berkata,
"Bhante, aku akan hidup sebagaimana kehendak-Mu".
Kemudian dia melepas dan membuang jubah atasnya.
Melihat hal tersebut Sang Buddha mengatakan kepada
Bahubhandika, "Anak-Ku, pada kehidupan yang lampau engkau adalah raksana
meskipun sebagai raksasa tetapi engkau memiliki rasa takut dan malu berbuat
jahat. Akan tetapi sekarang engkau menjadi bhikkhu dalam ajaran-Ku, mengapa
engkau membuang semua rasa malu dan takut berbuat jahat itu?"
Mendengar kata-kata itu dia menjadi sadar akan
kesalahannya. Rasa malu dan takutnya muncul kembali. Ia memberi hormat kepada
Sang Buddha serta meminta maaf.
Kemudian Sang Buddha berkata, "Berdiri di situ
tanpa jubah atas adalah tidak pantas, membuang jubah tidak membuat engkau
menjadi bhikkhu yang sederhana; seorang bhikkhu juga harus menghilangkan
keragu-raguannya".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
141 berikut:
Bukan dengan cara telanjang, rambut
dijalin,
badan kotor berlumpur, berpuasa,
berbaring di tanah, melumuri tubuh
dengan debu,
ataupun berjongkok di atas tumit,
seseorang yang belum bebas dari
keragu-raguan dapat mensucikan diri.
Banyak orang pada waktu itu mencapai tingkat kesucian
sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar