KISAH RUPANANDA THERI
(Janapadakalyani)
Dhammapada XI: 150
Janapadakalyani adalah puteri dari Gotami, ibu tiri
Pangeran Siddhattha. Karena sangat cantik Puteri Janapadakalyani dikenal dengan
nama Rupananda. Dia menikah dengan Nanda, saudara sepupu Pangeran Siddhattha.
Pada suatu hari dia merenung, "Kakak saya yang
akan menjadi raja telah meninggalkan keduniawian menjadi bhikkhu dan telah
mencapai ke-Buddha-an. Rahula, anak dari kakak saya, suami saya, ibu saya,
mereka semua telah meninggalkan keduniawian untuk menjadi bhikkhu dan bhikkhuni,
sekarang tinggal saya sendiri di sini!"
Setelah merenung demikian dia pergi ke vihara untuk
ditahbiskan menjadi seorang bhikkhuni, bukan karena keyakinan tetapi hanya
meniru orang lain dan merasa kesepian tinggal seorang diri.
Setelah menjadi bhikkhuni, Rupananda sering mendengar
bahwa Sang Buddha mengajarkan tentang ketidak-kekalan, sehingga dia berpikir
kalau dia bertemu dengan Sang Buddha pasti Beliau akan mencela kecantikannya,
sehingga dia berusaha untuk menghindari perjumpaan dengan Sang Buddha. Akan
tetapi karena begitu banyak orang memuji Sang Buddha, akhirnya dia memutuskan
untuk bertemu dengan Sang Buddha bersama para bhikkhuni.
Ketika Sang Buddha bertemu dengan Rupananda, Beliau
berpikir, "Duri hanya dapat dikeluarkan dengan duri. Rupananda sangat
melekat terhadap tubuhnya dan sangat sombong akan kecantikannya, dia harus
meninggalkan kemelekatan dan kesombongan akan kecantikannya".
Kemudian Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa
menciptakan seorang anak gadis yang sangat cantik, berusia kira-kira 16 tahun
dan duduk di dekatnya. Anak gadis itu hanya dapat dilihat oleh Sang Buddha dan
Rupananda. Ketika Rupananda melihat anak gadis tersebut, Rupananda merasa
dirinya hanyalah seekor gagak yang tua dan jelek dibandingkan dengan anak gadis
itu, yang seperti seekor angsa putih. Rupananda begitu mengagumi wajah anak
gadis tersebut yang cantik jelita. Tetapi ketika Rupananda memperhatikan
sungguh-sungguh, dia terkejut karena anak gadis tersebut bertambah tua berusia
20, terus menerus ia memperhatikan anak gadis yang berada di samping Sang
Buddha itu bertambah tua dan menjadi sangat tua. Anak gadis itu berubah dari
anak gadis muda, menjadi setengah baya tua, dan sangat tua.
Rupananda menyadari bahwa dengan timbulnya bayangan
baru, bayangan lama lenyap, dan dia mulai menyadari dari proses perubahan yang
terus menerus dan kelapukan tubuh. Dengan kesadaran ini, kemelekatan terhadap
tubuhnya berkurang. Pada saat itu bayangan anak gadis yang ada di dekat Sang
Buddha telah berubah menjadi wanita jompo, yang tidak dapat mengatur gerak
tubuhnya lagi, terjatuh. Akhirnya bayangan wanita itu meninggal dunia. Dari
tubuhnya muncul belatung, cairan tubuh keluar dari sembilan lubang, burung
gagak dan pemakan bangkai mencabik-cabik bangkai itu.
Setelah melihat semua ini, Rupananda merenung,
"Gadis muda itu menjadi tua dan jompo kemudian meninggal dunia di sini di
hadapan mataku. Sama halnya dengan tubuhku akan menjadi tua dan rusak; akan
merupakan sarang penyakit dan juga akan meninggal dunia".
Kemudian Rupananda menyadari akan corak sebenarnya
kenyataan kelompok kehidupan. Pada saat itu Sang Buddha memberikan khotbah
tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan ketanpa-intian dari kelompok
kehidupan (khanda) dan Rupananda mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
150 berikut:
Kota (tubuh) ini terbuat dari tulang
belulang
yang dibungkus oleh daging dan darah.
Di sinilah terdapat kelapukan dan
kematian,
kesombongan dan iri hati.
Rupananda mencapai tingkat kesucian arahat setelah
khotbah Dhamma itu berakhir.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar