7. AMOHA =PANNA
Tidak
Bodoh, Kebijaksanaan
Amoha berarti kecerdasan, pengetahuan,
kebijaksanaan. Faktor mental ini membuat seseorang mampu menghilangkan gelapnya
ketidaktahuan dan khayalan yang menutupi kebenaran. Moha (ketidaktahuan) dan amoha
(pengetahuan) adalah dua hal yang berlawanan.
Kebijaksanaan (Panna)
Kebijaksanaan
ada dua kelompok : sejati dan semu. Kebijaksanaan sejati adalah mengetahui dan
memahami hukum perbuatan (kamma) dan
akibatnya (vipaka) Mengetahui dan
mengerti naskah Dhamma, pengetahuan
melalui pandangan terang (vipassana-nana),
pengetahuan Jalan (magga-nana),
pengetahuan hasil (phala-nana) dan
pengetahuan Buddha yang tiada bandingnya. Semua contoh pengetahuan mulia juga
disebut kebijaksanaan (panna).
Kebijaksanaan Semu
Beberapa
orang yang disebut “orang pintar” ahli dalam berbicara, membujuk, berbohong,
mengelabui, dan berpura-pura. Kepintaran semacam ini bukanlah kebijaksanaan
sejati, melainkan kebijaksanaan palsu atau semu (vancana-panna), yang berarti pengetahuan menipu orang lain.
Pengetahuan semacam ini sungguh merupakan keadaan batin yang buruk, yang
dikuasai oleh kemelekatan (tanha).
Sebagian orang mungkin pintar dalam peperangan atau terampil dalam membuat dan
menggunakan senjata canggih. Pengetahuan sedemikian tidak lain adalah pemikiran
hebat yang tidak sehat.
Perlu
dicatat bahwa kebijaksanaan semu tidak dapat ditemukan pada orang yang bodoh.
dungu. dan ber-IQ rendah; tetapi hanya dapat ditemukan pada orang dengan
kecerdasan tinggi atau orang terpelajar. Bisa dikatakan bahwa kepintaran juga
bisa menjadi sebuah kondisi bagi kebijaksanaan semu dengan mekanisme Kondisi
Alami Pendukung Penting (Pakatupanissaya
Paccayo) seperti yang diajarkan dalam Patthana,
Hukum Kondisi yang Berhubungan. Oleh karena itu orang pintar bisa mengikuti
jalan yang benar dan mencapai tataran tertinggi dalam melakukan kusala, kebajikan, demikian pula mereka
bisa sangat lihai dalam berbuat kejahatan dan luar biasa membahayakan.
Kebijasanaan Bawaan dan Kebijaksanaan
Bentukan
Kebijaksanaan
juga dapat dibedakan menjadi dua : jati-panna
dan pavatti-panna. Mereka yang
terlahir dengan alobha, adosa , dan amoha disebut Tihetuka-puggala (pribadi tiga akar). Sejak lahir mereka terberkahi
dengan tiga akar kebaikan. Karena sejak lahir mereka sudah amoha, maka mereka belajar dan paham dengan cepat dan mampu
berpikir mendalam meskipun umur mereka masih muda. Kebijaksanaan seperti itu
disebut jati-panna.
Pavatti-panna berarti
kepintaran dan kebijaksanaan yang diperoleh dalam hidup melalui pelatihan dan
pembelajaran. Dengan bertanya, mengikuti perkuliahan, dan berusaha semampu
mereka untuk mengumpulkan pengetahuan. Kebijaksanaan perolehan hasil belajar
seperti ini disebut pavatti-panna.
Mereka yang kurang dalam jati-panna
dapat mengembangkan pavatti-panna
dengan giat belajar, tentunya dibawah bimbingan guru yang ahli. Mereka yang
terberkahi dengan jati-panna sejak
lahir dan juga berusaha mendapatkan pavatti-panna
akan meraih kesuksesan hidup yang gilang-gemilang.
Bagaimana Mengembangkan Jati-Panna
Kebijaksanaan
yang didapatkan sejak lahir tidak hanya membawa kesuksesan dan manfaat duniawi,
tetapi juga membawa akibat baik untuk meditasi atau dalam praktik Dhamma. Hanya orang dengan jati-panna yang dapat mencapai
pencerahan atau magga-nana dan phala-nana. Oleh karena itu, setiap
orang harus mengembangkan jati-panna sekarang juga untuk kehidupan-kehidupan
mendatang. Untuk itu, pertama seseorang harus mengembangkan tekad kuat untuk
mendapatkan kebijaksanaan pada kehidupan sekarang. Tekadkan pikiran Anda untuk
memperoleh kecerdasan dan pengetahuan. Setelah membulatkan cita-cita mulia ini,
Anda harus membaca berbagai buku yang bermanfaat dan berdiskusi dengan para
Guru besar dan orang bijaksana. Dapatkan nasihat mereka. Usaha tersebut akan
melipatgandakan pavatti-panna dan
membuat Anda berpikiran rasional dan luas, serta menanam benih kebijaksanaan
bagi kehidupan mendatang dalam rangkaian samsara.
Bagaimanapun juga, dalam hal ini Anda jangan cepat merasa puas dengan
pencapaian Anda saat ini.
Untuk
mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan Anda harus berkebiasaan rapi dan
bersih dalam berbusana dan bersikap. Kapanpun Anda ingin memberikan dana atau
perbuatan baik lainnya, Anda harus mengembangkan pengharapan mulia dan berucap
:” Semoga saya mendapatkan pengetahuan dan kebijaksanaan atas perbuatan baik yang
saya lakukan.” Ketika Anda memberikan dana kepada bhikkhu, Anda juga harus mengembangkan niat baik :” Semoga bhikkhu belajar dan bisa mengajarkan Dhamma setiap hari dan selalu terberkai
dengan kebijaksanaan.” Jika memungkinkan, Anda bisa menghormati dan mendirikan
vihara tempat bhikkhu bisa belajar Dhamma serta menghormati dan mendukung para
orang tua yang akan menyebarkan ajaran Buddha.
Jika
memungkinkan, Anda harus memberikan bantuan kepada sekolah, kursus, dan lembaga
pendidikan lainnya, dengan maksud untuk membantu pendidikan negara. Anda juga
harus selalu siap membagikan apa yang sudah Anda pelajari. Terdorong oleh usaha
semacam itu, Anda akan terlahir sebagai orang bijaksana selama mengarungi samsara, siklus kehidupan. Ini adalah
panduan ringkas agar Anda terberkahi dengan jati-panna
pada kehidupan yang akan datang.
Perbedaan Saddha (Keyakinan) dan Panna
(Kebijaksanaan)
Sifat dari
keyakinan (saddha) adalah kesungguhan
dalam memberi dan mempraktikkan kedermawanan dengan suatu pandangan agar
dirinya berbahagia di dalam samsara.
Pencurahan keyakinan semacam itu jarang mengandung pemikiran untuk memajukan
negara, bangsa dan agama.
Panna (kebijaksanaan) mengembangkan
perbuatan baik dengan pemikiran serius untuk perkembangan negara, bangsa, dan
agama serta tidak berupaya untuk mengedepankan tujuan pribadinya untuk masa
depan karena dia tahu betul bahwa perbuatan baik akan menghasilkan akibat yang
baik. Demikian perbedaan dasar antara Saddha
dan Panna.
Negara
Myanmar ini dapat dipandang melalui kacamata saddha atau panna,
ataupun keduanya. Jika keyakinan dan kebijaksanaan berjalan secara berlebihan,
pandangan dan penilaian seseorang akan rancu. Sangat penting sekali bahwa
seseorang harus memiliki suatu keseimbangan sikap yang memadukan antara
keyakinan dan kebijaksanaan agar menuju hasil terbaik. Ada sebuah pepatah
mengatakan :” Keyakinan berlebihan akan menjadi Tanha (nafsu), sedangkan kebijaksanaan berlebihan berakhir pada maya (kepalsuan).”
Sebuah anjuran
Terlepas
dari apakah pengetahuan itu nyata atau semu, yang terpenting terletak pada
pikiran kita sendiri. Seperti halnya hati sangat penting bagi kelangsungan
suatu makhluk, niat baik selalu menjadi yang paling penting, sekarang dan
seterusnya. Kebijaksanaan menentukan kesejahteraan pada kehidupan saat ini
maupun masa depan. Hanya orang bijaksana yang sepenuhnya memahami manfaat dari dana, sila, dan parami (kesempurnaan) lainnya. Hanya dengan kebijaksanaanlah
seseorang dapat memenuhi parami.
Dalam hal
keduniawian, kebahagiaan kehidupan rumah tangga semata-mata bergantung pada
kebijaksanaan suami dan istri. Dalam
pengelolaan keluarga dan juga kemakmuran, kebijaksanaan membawa
ketekunan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam khalayak ramai, hanya mereka yang
bijaksana yang mendapatkan penghargaan tertinggi. Mereka yang kurang bijaksana
dan tak berpendidikan, tidak akan menempati kedudukan puncak dalam masyarakat
sekalipun memiliki kekayaan berlimpah.
Pengetahuan
adalah kekuatan dominan dalam dunia saat ini. Orang kaya mengumpulkan kekayaan
dan pakar teknologi yang bekerja sama dengan mereka. Dari pertikaian kecil
sampai perang dunia, kemenangan hampir selalu berada di sisi yang pintar, yang
unggul secara teknis. Dalam Catudhamma
Jataka, Bodhisatta-yang telahir
sebagai seekor kera-mengalahkan buaya besar di sarangnya- di Sungai- dengan
taktik cerdik. Meskipun taktik tersebut tidak bisa dikatakan sebagai
kebijaksanaan sejati, tetapi membuktikan bahwa kebijaksanaan dapat membawa
kemenangan dalam urusan duniawi; inilah pesan moral dari Jataka tersebut.
Dalam Mahosadha Jataka, kerajaan Bodhisatta diserang oleh pasukan besar
yang dipimpin oleh Raja Culani dan Menteri Kevatta. Dengan kepintaran dan
taktiknya, Mahosadha mampu membuat musuh-musuhnya kabur tunggang-langgang.
Dahulu
Myanmar tertinggal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Myanmar jatuh dalam
kekuasaan penjajah selama lebih dari seratus tahun. Myanmar yang kaya dengan
sumber daya alam merupakan incaran menggiurkan bagi orang-orang asing yang
menggunakan keunggulan teknologi untuk mengeksploitasi kekayaan negara, seperti
minyak, mineral, dan hasil hutan.
Bahkan
sampai kini beberapa pedagang asing, dengan kerajinan dan ketekunan, berhasil
dalam usahanya di Myanmar. Kita kalah dari orang asing karena kita tidak mampu
menjawab tuntutan zaman. Kita kalah dalam keterampilan dan kepandaian.
Kenyataannya kita masih “tidur mendengkur bagaikan seorang pesuruh di bawah
pohon beringin.”
Sebuah
bangsa dengan teknologi dan keterampilan rendah akan dipandang rendah dalam
perkumpulan bangsa-bangsa dunia. Para guru dan pendidik yang patriotik harus
membimbing masyarakat menuju jalan yang benar. Para pelajar harus mengejar ilmu
dengan kesungguhan. Para dermawan dan bhikkhu
harus berperan serta dalam peningkatan pendidikan dan kecerdasan. Usaha
tersebut di skala nasional akan mampu memulihkan (menumbuhkan generasi baru
dengan kecerdasan tinggi) dalam kehidupan ini dan menjadi pembimbing bijaksana
(pewaris jati-panna) dalam kehidupan
berikutnya.
Sumber
:
Abhidhamma
sehari-hari Bab III. hal 94-101 _ Oleh : Ashin Janakabhivamsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar