Rabu, Juni 12, 2013

8. Metta (Cinta Kasih, Persahabatan)

8. METTA
Cinta Kasih, Persahabatan

Tidak ada faktor mental (cetasika) yang seperti Metta. Adosa cetasika, ketika memiliki pengertian mengharapkan kesejahteraan, kedamaian, dan kemajuan orang lain, hal ini disebut metta. Perlu dicatat bahwa metta adalah niat tulus untuk membantu orang lain agar menjadi baik dan sejahtera.

Bukan Metta
Ada suatu bentuk metta di antara sanak-saudara, pasangan muda-mudi, dan suami-istri. Metta sedemikian juga mengandung niat dan tindakan menolong satu sama lain. Mereka dikatakan “jatuh cinta” satu dengan yang lain. Mereka juga menggunakan istilah metta untuk kemelekatan jenis ini, namun ini sebenarnya adalah nafsu dan kemelekatan yang disebut gehasita-pema. Cinta tersebut bukanlah metta yang sejati.

Suatu ketika ada seorang awam mengunjungi bhikkhu yang dihormatinya, dia menanyakan bagaimana melatih metta-bhavana (meditasi metta). Bhikkhu itu mengatakan : “ Mulailah memancarkan metta kepada orang yang paling Anda cintai.” Dia pikir istrinya adalah orang yang paling dicintainya, kemudian dia mulai bermeditasi metta diluar biliknya. Setelah beberapa waktu bermeditasi, dia dikuasai oleh nafsu cinta dan bergegas masuk ke dalam bilik istrinya. Karena pintunya terkunci rapat, kepalanya terbentur ke pintu, dan memarlah dia jadinya. Cinta semacam ini dinamakan gehasita-pema.

Cinta Seekor Lembu Terhadap Anaknya
Kita tidak bisa mengatakan bahwa bentuk pema seperti itu tidak bisa berkembang menjadi metta sejati; bahkan cinta seekor lembu terhadap anaknya mampu membangkitkan munculnya pikiran baik (kusala citta). Pada suatu ketika, seekor lembu menyusui anaknya dengan penuh metta. Pada saat itu juga seorang pemburu melemparkan tombak ke arahnya, tetapi karena kekuatan metta sang lembu kepada anaknya, tombak tersebut menjadi lembek seperti sehelai daun aren dan tidak melukainya sama sekali. Ini adalah sebuah  bukti bahwa cinta di antara saudara, sahabat, suami-istri, orang tua dan anak, dapat berkembang menjadi metta sejati.

Metta Ratu Samavati
Di dalam kerajaan kuno Kosambi, Raja Utena memiliki tiga permaisuri, yaitu : Samavati, Magandi, dan Vasuladattadevi. Samavati sangat yakin kepada Tiratana (Tiga Permata); sementara Magandi, semenjak gadisnya, menyimpan dendam kepada Buddha. Magandi selalu mencari-cari kesalahan Samavati, yang selalu mempraktikkan metta-bhavana. Secara bergiliran Raja Utena mengunjungi ketiga permaisurinya; dia juga sangat mahir dalam memainkan kecapi.

Pada suatu hari, ketika tiba giliran raja mengunjungi Samavati, Magandi menaruh ular berbisa yang didapatkannya dari pamannya ke dalam lubang kecapi dan menaruh karangan bunga agar ular itu tidak keluar dari kecapi. Kemudian Magandi berkata kepada raja untuk tidak pergi ke tempat amavati dengan mengatakan bahwa dia telah bermimpi buruk yang ditafsirkan sebagai pertanda buruk. Namun raja mengabaikan perkataan Magandi dan tetap pergi ketempat amavati. Magandi mengikutinya seolah-olah dia sangat khawatir dengan keselamatan raja.

Seusai santap malam, raja berbaring di depan Samavati. Diam-diam Magandi menggeser karangan bunga yang dia letakkan di kecapi agar ular di dalamnya keluar. Ular itu mendesis marah dan mendekati raja. Magandi pura-pura terkejut, memarahi Samavati dan para pelayannya, dan menyalahkan raja karena tidak mendengarkan peringatannya.

Karena tidak mengetahui situasi sebenarnya, Raja Utena menjadi murka kepada Samavati dan pelayannya, dia mengambil busur dan anak panahnya lalu mengarahkan kepada Samavati dan pelayannya.

Menghadapi situasi itu, Samavati menasihati pelayannya untuk tidak marah dan benci kepada raja dan Magandi, malah meminta mereka untuk memancarkan metta seperti yang selalu mereka latih. Samavati berkata bahwa tiada yang bisa menyelamatkan mereka selain metta. Ia menganjurkan para pelayannya untuk semampu mereka memancarkan metta kepada raja Utena dan Magandi, dan menyingkirkan semua pikiran marah dan dendam.

Pelayannya sangat terlatih karena bimbingan dari Samavati, mengembangkan cinta kasih kepada Raja Utena dan Magandi. Raja tidak dapat mengendalikan kemarahannya dan meluncurkan sebuah anak panah kepada mereka. Karena kekuatan metta yang sangat besar, anak panah yang dilepaskan terpental ke arah Raja. Seketika itu juga Raja Utena menyadari kesalahannya dan langsung bersujud minta maaf di hadapan Ratu Samavati, Raja menyadari keteledorannya sendiri.

Pesan Moral
Rati Magandi merasa iri dan dengki kepada Rati Samavati yang lebih cantik dan terkenal. Karena dikuasai oleh issa dan dosa, dia melancarkan rencana jahat yang didasari oleh maya. Raja Utena, karena melihat ular berbisa itu, juga dikuasai oleh dosa. Ketika anak panah berbalik kearahnya, dia mengalami ketakutan luar biasa dibawah pengaruh dosa dan domanassa. Ratu Samavati beserta para pelayannya yang pada dasarnya bersifat baik, memancarkan metta sekalipun kepada orang yang menyerang mereka.

Pada masa kini, mereka yang ingin hidup dengan bajik dan murni harus meneladani sikap dan perilaku Ratu Samavati. Dalam menghadapi iri, dengki, dan niat buruk, kita harus memperbaiki pikiran dan memadamkan keinginan untuk balas dendam. Berilah kesempatan untuk melayani orang lain, sekalipun kepada mereka yang jahat kepada Anda. Angkatlah senjata yang tak ternilai yang dikenal sebagai metta. Metta itu seperti air ; dosa itu seperti api. Semakin banyak air, semakin mudah kita memadamkan api. Oleh karenanya, kita harus mencoba mengurangi kemarahan serta mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk.

Sumber :

Abhidhamma sehari-hari Bab III. hal 101-104 _ Oleh : Ashin Janakabhivamsa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar