Dahulu kala, hiduplah seorang pendeta yang sangat terkenal, dari suatu ajaran agama yang sangat kuno. Ia memutuskan bahwa hari ini adalah hari yang tepat untuk mengadakan persembahan ritual dengan menyembelih kambing. Dalam kebodohan, ia berpikir bahwa ini adalah persembahan yang diinginkan oleh dewanya.
Maka ia mencari kambing yang pantas untuk dipersembah kan . Ia meminta pembantunya untuk membawa kambing tersebut ke sungai suci dan memandikannya serta kemudian menghiasainya dengan kalungan bunga. Kemudian para pembantu itu sendiri diminta untuk membersihkan diri sebagai bagian dari latihan penyucian.
Di tepi sungai, kambing itu tiba-tiba menyadari bahwa hari itu ia pasti akan dibunuh, ia juga menyadari tentang kelahiran-kelahiran dan kematian-kematiannya yang lam pau dan juga kelahiran-kelahiran kembalinya yang lampau. Ia menyadari bahwa akibat dan perbuatan yang tidak benar di masa yang lampau akan segera selesai. Jadi ia mengeluarkan bunyi tawa yang nyaring, seperti suara simbal.
Ditengah tawa tersebut, ia menyadari suatu kebenaran yang lain - bahwa pendeta itu, dengan melakukan persembahan korban, ia akan mengalami penderitaan yang sama mengerikannya, akibat dari kebodohannya. Jadi ia mulai menangis sekeras tawanya!
Karena mereka sangat penasaran, mereka dengan segera membawa kambing persembahan itu kehadapan mereka. Mereka menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Pendeta itu sendiri menjadi sangat ingin tahu. Ia dengan hormat bertanya kepada kambing tersebut, "Tuan, mengapa anda tertawa begitu keras, dan menangis sama kerasnya?"
Kambing itu berkata: "Dahulu kala, aku adalah seorang pendeta juga, seperti anda yang terdidik dengan baik mengenai ucapan keagamaan. Saat itu aku juga mengira bahwa menpersembahkan seekor kambing bagi dewa juga diperlukan dan bermanfaat bagi orang lain, dan juga diriku sendiri di kelahiran yang akan datang. Akan tetapi akibat sesungguhnya dari tindakanku itu, selama 499 kehidupanku berikutnya aku harus dipancung!"
"Ketika dipersiapkan untuk dipersembahkan, aku menyadari bahwa hari ini aku pasti akan kehilangan kepalaku untuk yang ke 500 kalinya. Dan akhirnya aku akan terbebas dari semua akibat perbuatanku yang tidak benar dalam kehidupan masa laluku. Sukacita akan hal inilah yang membuatku tertawa tidak terkontrol".
"Kemudian tiba-tiba aku menyadari bahwa anda, pendeta, akan berbuat kesalahan yang sama seperti aku, dan akan terkutuk dengan akibat yang sama, terpancung kepalamu dalam 500 kali kehidupan yang akan datang! Jadi, karena kasihan dan simpati, tawaku berubah menjadi tangis".
Pendeta itu berkata, "Jangan takut, kambingku yang baik. Aku akan menyediakan perlindungan yan terbaik bagimu dan secara pribadi menjamin bahwa tidak akan ada celaka yang terjadi padamu". Tetapi kambing itu berkata. "Oh, pendeta, perlindungan anda sangat lemah dibandingkan dengan kekuatan karma/perbuatanku di masa lampau".
Jadi pendeta itu membatalkan persembahan yang akan dilakukannya, dan mulai mempunyai keraguan mengenai pembunuhan binatang yang tidak berdaya. Ia membebas kan kambing itu dan bersama para pembantunya mulai mengikuti kambing itu untuk memberikan perlindungan.
Kambing itu berjalan pergi, hingga tiba pada tempat yang berbatu karang. Ia melihat beberapa pucuk daun muda di suatu cabang dan menjulurkan lehernya untuk mencapai dedaunan tersebut. Tiba-tiba saja ada kilat. Satu sambaran kilat menyambar batu yang tajam, membelahnya dan runtuhan bebatuan yang tajam itu tepat memenggal leher kambing itu! Seketika itu juga kambing itu mati, dan kilat itu menghilang.
Mendengar kejadian yang sangat aneh itu, beratus-ratus orang datang menuju ke tempat itu. Tidak ada yang dapat mengerti mengapa semua itu dapat terjadi.
Disekitar itu hiduplah seorang peri pohon. Ia telah melihat semua yang terjadi. Ia menampakkan diri, dengan lembut melayang di udara. Ia mulai mengajarkan kepada orang-orang yang ingin tahu itu dengan berkata, "Lihatlah apa yang terjadi pada kambing yang malang ini. Inilah akibat dari membunuh hewan! Semua makhluk dilahirkan, dan menderita pada saat sakit, usia tua, dan kematian. Tetapi semuanya ingin hidup, bukan mati. Dengan tidak menyadari bahwa semua mempunyai persamaan seperti itu, beberapa diantaranya membunuh makhluk hidup lainnya. Ini menyebabkan penderitaan bagi si pembunuh, baik pada kehidupan sekarang maupun pada kehidupan-kehidupan yang akan datang.
"Dengan tidak mengetahui bahwa semua perbuatan akan membawa akibat bagi si pelaku, beberapa dari mereka terus saja membunuh dan menyebabkan lebih banyak lagi penderitaan pada diri mereka sendiri di masa datang. Setiap kali mereka membunuh sebagian dari mereka juga harus mati dalam kehidupan saat ini. Dan penderitaan yang ada berlanjut bahkan sampai dilahirkan di alam neraka!"
Mereka yang mendengarkan peri itu berbicara merasa sangat beruntung. Mereka berhenti membunuh karena kebodohan / ketidaktahuan mereka dan hidup dengan lebih baik, baik dalam kehidupan saat ini maupun dalam kelahiran-kelahiran berikutnya.
Pesan yang ada :
Bahkan agama dapat menjadi sumber kebodohan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar