Minggu, Januari 23, 2011

BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA

BAKTI ANAK KEPADA ORANG TUA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Kala itu, Sang Bhagavā tengah berdiam di dekat Rājagaha di Vihāra Veḷuvana, di cagar alam tempat memberi makan tupai hitam (Kalandakanivāpa). Setelah Sang Bhagavā bangun pada fajar hari, Ia membawa mangkuk dana dan jubah luar-Nya, lalu menuju ke Rājagaha untuk menerima dana. Dalam perjalanan tampak oleh-Nya Siṅgālaka tengah memberi sembah hormat ke pelbagai arah. Beliau bertanya, ”Perumah Tangga Muda, mengapa setelah bangun pagi-pagi dan keluar dari kota Rājagaha dengan pakaian dan rambut basah, engkau menyembah ke enam penjuru?”

”Bhante, sebelum meninggal, ayah menasehati saya untuk melakukan hal ini. Bhante, karena rasa hormat saya terhadap kata-kata ayah, yang sungguh saya puja, saya hormati, dan saya anggap sakral, saya bangun pagi-pagi untuk menyembah ke enam penjuru.”

Sang Bhagavā berkata, ”Perumah Tangga Muda, siswa suci meninggalkan keempat perbuatan kotor; ia menjauhkan diri terhadap keempat penyebab perbuatan buruk dan tidak menjalani keenam penyebab lenyapnya kekayaan. Demikianlah, dengan menghindari keempat belas hal buruk ini, siswa suci melingkupi enam penjuru; dengan latihan seperti ini, ia menjadi penakluk kedua dunia dan ia akan hidup dengan baik dalam dunia ini dan dunia berikutnya. Dan saat tubuhnya terurai setelah mati, ia akan pergi ke tempat yang baik, dunia surgawi.”

Lebih lanjut dijelaskan tentang sahabat sejati yang patut diajak bergaul, sahabat palsu yang harus diwaspadai, dan makna yang terkandung dalam pemujaan enam penjuru. Dimulai dari makna memuja arah timur sebagai lambang penghormatan terhadap orangtua. (Sigalovāda Sutta).

Setiap anak pasti lahir dari orangtuanya dan tidak akan pernah terbalik anak melahirkan orangtua. Jadi, setiap anak mempunyai kewajiban untuk menghormati orangtua. Dalam sutta yang sama, Sang Bhagavā bersabda bagaimana hendaknya orangtua membimbing anak-anaknya dan bagaimana seorang anak menghormati orangtuanya. 

Dalam Aṅguttara Nikāya, Buddha menegaskan, ”Para bhikkhu, keluarga berdiam dengan brahma, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan guru-guru awal, bila di rumah mereka, orangtua dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan dewa-dewa awal, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya. Keluarga itu berdiam dengan mereka yang pantas dipuja, bila di rumah mereka orangtua, dihormati oleh anak-anaknya.

Para bhikkhu, ”brahmā” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Guru-guru awal” adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Dewa-dewa awal adalah istilah untuk ayah dan ibu. ”Mereka yang pantas dipuja” adalah istilah untuk ayah dan ibu. Mengapa? Orangtua amat banyak membantu anak-anaknya, mereka membesarkan anak-anaknya, memberi makan dan menunjukkan dunia kepada anak-anaknya. (Petikan Aṅguttara Nikāya, kelompok IV)

Mungkinkah budi jasa ayah bunda dapat dibalas? Sang Buddha bersabda, ”Kunyatakan O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Siapakah yang dua itu? Ibu dan Ayah. Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun, mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta membersihkan kotoran mereka di sana -bahkan perbuatan itu pun belum cukup, dia belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orangtua berbuat banyak untuk anaknya: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia ini.

Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan di dalam moralitas; yang mendorong orangtuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orangtuanya yang tadinya bodoh batinnya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam kebijaksanaan -orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan ayahnya: dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan.” (Petikan Aṅguttara Nikāya, kelompok II)


oooOOooo

1 komentar:

  1. Namo Buddhaya,,,
    Marilah kita mengembangkan Buddha Dhamma,,,

    Semoga semua makhluk berbahagia...

    BalasHapus