Kamis, Mei 05, 2011

Ringkasan Ajaran Buddha (1)


RINGKASAN AJARAN BUDDHA (1)

Disusun oleh : Tanhadi


KONSEP KETUHANAN

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke sorga ciptaan Tuhan yang kekal.

Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para Bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.

Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha.

Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah "Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang" yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak".

Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Selanjutnya ada sebuah pokok uraian dalam ajaran agama Buddha yang telah menyesatkan banyak penulis *), sehingga agama Buddha dianggap oleh mereka sebagai agama non-theis. Pandangan yang salah ini didasarkan pada pernyataan Sang Buddha sendiri dalam Brahmajala Sutta, di mana Sang Buddha menolak Maha Brahma sebagai Tuhan, Pencipta, Maha Kuasa dan seterusnya. Bilamana kita mengkaji secara cermat apa yang dinyatakan oleh Sang Buddha itu, maka kita akan mengerti apa yang dimaksudkan oleh Beliau, sebab Maha Brahma yang dimaksud dalam Brahmajala Sutta adalah dewa brahma yang salah mengerti tentang dirinya sendiri. Pernyataan Sang Buddha tersebut adalah sebagai berikut :

Para bhikkhu, pada suatu masa yang lampau, setelah berlangsungnya suatu masa yang lama sekali, 'bumi ini belum ada'. Ketika itu umumnya mahluk-mahluk hidup di alam dewa Abhassara, di situ mereka hidup ditunjang oleh kekuatan pikiran, diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya dan melayang-layang di angkasa hidup diliputi kemegahan, mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Demikianlah pada suatu waktu yang lampau ketika berakhirnya suatu masa yang lama sekali, bumi ini mulai ber-evolusi dalam pembentukan, ketika hal ini terjadi alam Brahma kelihatan dan masih kosong. Ada mahluk dari alam dewa Abhassara yang 'masa hidupnya' atau 'pahala kamma baiknya' untuk hidup di alam itu telah habis, ia meninggal dari alam Abhassara itu dan terlahir kembali di alam brahma Di sini, ia hidup ditunjang pula oleh kekuatan pikirannya diliputi kegiuran, dengan tubuh yang bercahaya-cahaya dan melayang-layang di angkasa, hidup diliputi kemegahan, ia hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Karena terlalu lama ia hidup sendirian disitu, maka dalam dirinya muncullah rasa ketidakpuasan, juga muncul suatu keinginan, 'O semoga ada mahluk lain yang datang dan hidup bersama saya di sini!'. Pada saat itu ada mahluk lain yang disebabkan oleh masa usianya atau pahala kamma baiknya telah habis, mereka meninggal di alam Abhassara dan terlahir kembali di alam Brahma sebagai pengikutnya, tetapi dalam banyak hal sama dengan dia. Para bhikkhu, berdasarkan itu, maka mahluk pertama yang terlahir di alam Brahma berpendapat :

"Saya Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan Dari Semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua mahluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Semua mahluk ini adalah ciptaanku".

Mengapa demikian? Baru saja terpikir, semoga mereka datang', dan berdasarkan pada keinginanku itu maka mahluk-mahluk ini muncul. Mahluk-mahluk itu pun berpikir,'dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Tahu, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua mahluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang telah ada dan yang akan ada. Kita semua adalah ciptaannya. mengapa? Sebab, kita muncul sesudahnya. Para bhikkhu, dalam hal ini mahluk pertama yang berada di situ memiliki usia yang lebih panjang, lebih mulia, lebih berkuasa daripada mahluk-mahluk yang datang sesudahnya.

Para bhikkhu, selanjutnya ada beberapa mahluk yang meninggal di alam tersebut dan terlahir kembali di bumi. Setelah berada di bumi ia meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan menjadi pertapa. Karena hidup sebagai pertapa, maka dengan bersemangat, tekad, waspada dan kesungguhan bermeditasi, pikirannya terpusat, batinnya menjadi tenang dan memiliki kemampuan untuk mengingat kembali satu kehidupannya yang lampau, tetapi tidak lebih dari itu. Mereka berkata:

"Dia Brahma, Maha Brahma, Maha Agung, Maha Kuasa, Penguasa, Tuan dari semua, Pembuat, Pencipta, Maha Tinggi, Penentu tempat bagi semua mahluk, asal mula kehidupan, Bapa dari yang ada dan yang akan ada. Dialah yang menciptakan kami, ia tetap kekal keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang ke sini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas." **)

Dengan mengikuti uraian tentang Maha Brahma dengan segala sifat yang dimilikinya, kita mengerti bahwa wajar dan tepatlah tindakan Sang Buddha menolak paham Maha Brahma ini sebagai Tuhan Pencipta. Paham Maha Brahma sebagai pencipta ini dengan segala sifatnya diklasifikasikan sebagai salah sebuah pandangan sesat dari 62 pandangan sesat yang diuraikan dalam Brahmajala Sutta.

Setelah mengikuti uraian tentang konsep-konsep ajaran agama Buddha yang berbeda dengan konsepkonsep dari agama lain, maka nampak bahwa dasar-dasar pemikiran Buddhis adalah unik dan spesifik Buddhis. Berdasarkan pada dasar-dasar pemikiran itulah maka konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Buddha pun berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dari agama-agama lain.


Catatan
*)  Mereka antara lain :
1. Helmut von Glasenapp, Buddhism, A Non-Theistic Religion, lihat Bab II.
2. Douglas M. Burns, M.D., Buddhism, Science and Atheism.
Kedua penulis ini menitikberatkan pengertian atau konsep Ketuhanan seperti konsep Ketuhanan yang ada pada agama lain di luar agama Buddha. Mereka menanggapi dengan serius tentang Maha Brahma sebagai pencipta yang ditolak oleh Sang Buddha. Bila Maha Brahma dilegitimasikan sebagai atau sama dengan Ketuhanan dalam agama tersebut, ini berarti bahwa Ketuhanan dalam agama tersebut pun turun derajatnya menjadi dewa atau manusia! Jelas pandangan seperti ini adalah keliru. Menurut pandangan Buddhis, Maha Brahma yang disebutkan dalam Brahmajala Sutta adalah mahluk yang belum mencapi tingkat kesucian, dan pada suatu waktu kelak bila karma baik Maha Brahma tersebut untuk hidup di alam Maha Brahma itu telah habis, maka Maha Brahma itu akan terlahir di alam yang lebih rendah yaitu di alam para dewa (devaloka) atau terlahir sebagai manusia. Banyak penulis yang berpandangan seperti di atas, tapi karena terbatasnya waktu maka cukup dua penulis itu yang disinggung di sini.

**) Sutta Pitaka, Digha Nikaya I, Proyek Pengadaan Kitab Suci Buddha hal 22-24

Kecuali alam suddhavasa (Aviha, Atappa, Sudassa, Sudassi dan Akahittha) dari 31 alam ini yaitu 26 alam pernah menjadi tempat kelahiran dari mahluk yang telah menjadi manusia sekarang. Dengan kata lain kita dapat terlahir di 26 alam tersebut, tapi selama kita belum mencapai kesucian atau kebebasan mutlak maka alam kehidupan kita berubah terus. Terlahir kembali menurut pandangan Buddhis yaitu kelahiran seseorang di antara 31 alam kehidupan tersebut. Dalam ungkapan "Bila seorang meninggal dunia maka ia akan langsung terlahir kembali" ini berarti orang tersebut langsung terlahir kembali di salah satu alam dari 31 alam, dan kelahiran ini tergantung dari amal perbuatan selama hidup juga sampai di mana kematangan batinnya. Lima alam Suddhavasa adalah khusus tempat kelahiran para anagami dan dari alam-akam Suddhavasa ini mereka akan parinibbana yang berarti tidak akan terlahir lagi sebagai mahluk di alam mana pun. Nibbana (nirvana) bukan alam tetapi sesuatu keadaan batin yang bebas dari belenggu.


Satu hari di alam Catummaharajika sama dengan 25 tahun di alam manusia. Kappa atau kalpa sama dengan satu mil kubik berisi biji sesawi dikali 100 tahun untuk setiap biji sesawi tersebut. Karena hidup di alam surga (dewa) maupun di alam rüpa lama sekali maka banyak mahluk di alamalam itu salah mengerti dan berpendapat bahwa mereka itu kekal. padahal kehidupan di alam-alam itu tidak kekal.

Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahirUntuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.


TUMIMBAL LAHIR

Adalah kelahiran kembali suatu mahluk hidup dalam alam kehidupan yang sama atau berbeda serta tidak membawa kesadaran akan kehidupan dari alam sebelumnya. Konsep ini berbeda dengan konsep reinkarnasi di mana reinkarnasi masih membawa kesadaran akan alam kehidupan dari alam sebelumnya.

Yang dimaksud dengan Tumimbal lahir adalah suatu proses kelahiran kembali jasmani dan batin yang lama mengalami pelapukan, kehancuran, dan kemudian muncul jasmani dan batin baru yang timbul akibat adanya kekuatan kamma (perbuatan). Jadi disini jasmani dan batin/”jiwa” tidak kekal. Konsep ini dianut oleh penganut Buddhisme sesuai dengan 3 prinsip dasar hidup dan kehidupan yaitu : Anatta, segala sesuatu adalah tanpa adanya “roh”/”jiwa”/batin yang kekal. Anicca, segala sesuatu yang terbentuk dari gabungan beberapa unsur adalah tidak kekal. Dukkha, segala sesuatu yang tidak kekal membawa penderitaan. Sedangkan pada Reinkarnasi yaitu Jasmani mengalami kehancuran, tetapi “jiwa”/batin tidak mengalami kehancuran/perubahan. Kemudian “jiwa” “mencari” dan menempatkan jasmani yang baru.

Reinkarnasi adalah suatu proses kelahiran kembali dimana batin/”jiwa” yang lama meninggalkan jasmani yang sudah lapuk dan mencari jasmani baru. Jika diumpamakan seperti kita mengganti baju, dimana tubuh kita adalah “jiwa/batin kita, dan baju sebagai jasmani kita. Setelah baju (jasmani) usang, maka diganti dengan yang baru. Jadi disini hanya batin/”jiwa” yang dikatakan kekal. Konsep Reinkarnasi ini di anut oleh agama Hindu seperti yang dijelaskan dalam salah satu kitab suci agama Hindu yaitu Bhagavad Gita. Dan Buddhisme menolak adanya batin/”jiwa” yang kekal.


ALAM SEMESTA

Menurut pandangan Buddhis, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Hal ini diterangkan oleh Sang Buddha sebagai jawaban atas pertanyaan bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya sebagai berikut :

Ananda apakah kau pernah mendengar tentang seribu Culanika loka dhatu (tata surya kecil) ? .......

Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itulah luas seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana .......
Inilah, Ananda, yang dinamakan seribu tata surya kecil (sahassi culanika lokadhatu).

Ananda, seribu kali sahassi culanika lokadhatu dinamakan "Dvisahassi majjhimanika lokadhatu".

Ananda, seribu kali Dvisahassi majjhimanika lokadhatu dinamakan "Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu".

Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suara-Nya sampai terdengar di Tisahassi mahasahassi lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi.

Sesuai dengan kutipan di atas dalam sebuah Dvisahassi Majjhimanika lokadhatu terdapat 1.000 x 1.000= 1.000.000 tata surya. Sedangkan dalam Tisahassi Mahasahassi lokadhatu terdapat 1.000.000 x 1.000 =1.000.000.000 tata surya. Alam semesta bukan hanya terbatas pada satu milyard tata surya saja, tetapi masih melampauinya lagi.

Catatan :
-        Buku Peringatan WAISAK 2528/1984 Yayasan Maha Bodhi Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 53. Dikutip dari Anguttara Nikaya, Ananda Vagga.

Jambudipa adalah belahan bumi bagian selatan.
Aparayojana adalah belahan bumi bagian barat.
Uttarakuru adalah belahan bumi bagian utara.
Pubbavideha adalah belahan bumi bagian timur.


KEJADIAN BUMI DAN MANUSIA

Terjadinya bumi dan manusia merupakan konsep yang unik pula dalam agama Buddha, khususnya tentang manusia pertama yang muncul di bumi kita ini bukanlah hanya seorang atau dua orang, tetapi banyak. Kejadian bumi dan manusia pertama di bumi ini diuraikan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya, Agganna Sutta dan Brahmajala Sutta. Tetapi di bawah ini hanya uraian dari Agganna Sutta yang akan diterangkan:

Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Pada waktu itu (bumi kita ini) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada, ..... laki-laki maupun wanita belum ada. Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai mahluk-mahluk saja.

Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu.

Kemudian Vasettha, di antara mahluk-mahluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata : 'O apakah ini? Dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya Mahluk-mahluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari .....mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mahluk-mahluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak ..... siang dan malam ..... terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.

Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk memiliki tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ..... maka sari tanah itupun lenyap ..... ketika sari tanah lenyap .....muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko).

Cara tumbuhnya seperti cendawan ..... Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali ..... (seperti di atas). Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap.

Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul ..... warnanya seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni .....Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu ..... maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk.
Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk ..... Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap.

Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap ..... muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, pada keesokkan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul.

Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga).

Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indriya yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indriya tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin.

Vasettha, ketika mahluk-mahluk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin .........

Catatan:
Sutta Pitaka, Digha Nikaya. Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha. Proyek Pengadaan Kitab Suci Buddha, 1983, hal. 19 - 22. Kata-kata yang bergaris bawah adalah dari saya (Corneles Wowor, M.A.). Abhassara adalah sebuah alam dari 31 alam kehidupan menurut agama Buddha. Untuk ini lihat TABEL Alam-alam kehidupan di bagian akhir dari penulisan ini. Kehidupan di alam Abhassara dapat dicapai oleh mereka yang melaksanakan meditasi ketenangan batin (samatha) hingga mencapai tingkat samadhi yang disebut Jhãna II. Bila orang yang telah mencapai tingkat Jhãna II ini meninggal dunia pada waktu ia berada dalam keadaan samadhi pada tingkat Jhãna II, maka ia otomatis akan terlahir kembali sebagai dewa brahma di alam Abhassara.


KEHIDUPAN MANUSIA DI ALAM SEMESTA

Di dalam agama Buddha, Kehidupan bukan hanya satukali saja, Digha Nikaya, Brahmajala Sutta, Sang Buddha menerangkan tentang kehidupan manusia yang telah hidup berulang-ulang kali yang diingat berdasarkan pada kemampuan batin yang dihasilkan oleh meditasi. Sang Buddha mengatakan bahwa :

..... ada beberapa pertapa dan brahmana yang disebabkan oleh semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan bermeditasi, ia dapat memusatkan pikirannya, batinnya, menjadi tenang, ia dapat mengingat alam-alam kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 1000, beberapa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang lampau ..... 1, 2, 3, 4, 5, 10, kali masa bumi berevolusi (bumi terjadi dan bumi hancur, bumi terjadi kembali dan hancur kembali ..... dst.). ..... 20, 30, sampai 40 kali masa bumi berevolusi ..... (tetapi) Tathagata telah menyadari dan mengetahui hal-hal lain yang lebih jauh daripada jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut .....

Menurut pandangan Buddhis, kehidupan atau kelahiran manusia bukan baru sekali saja tetapi telah berulang-ulang kali hidup di bumi ini dan juga hidup di bumi-bumi yang lain. Manusia atau mahluk hidup berpindah-pindah dari sebuah bumi ke bumi yang lain. Perpindahan kehidupan manusia dari sebuah bumi ke bumi yang lain disebabkan karena bumi yang dihuninya telah hancur lebur atau kiamat, maka setelah kematiannya di bumi tersebut ia terlahir di alam Abhassara (alam cahaya). Kelahiran di alam Abhassara ini dapat dicapai oleh orang yang melakukan meditasi ketenangan batin (samatha bhãvana). Alam Abhassara adalah sebuah alam dari 31 alam kehidupan menurut kosmologi alam kehidupan Buddhis. Tentang 31 alam ini lihatlah TABEL ALAM-ALAM KEHIDUPAN. Bila seseorang bermeditasi samatha bhãvana hingga mencapai tingkat Jhãna II, dan kalau orang tersebut meninggal dunia dalam kondisi meditasi pada Jhãna II tersebut maka ia akan terlahir sebagai Brahma di alam Abhassara dan hidup dengan masa usia yang lama sekali. Dari ke 31 alam, kecuali lima alam Suddhavasa yaitu alam Aviha, Atappa, Sudassa, Sudassi dan Akanittha, adalah alam lokuttara (transenden) tempat kelahiran para anagami salah satu dari mahluk suci (ariya pugala).
[lihat alam kehidupan di paling bawah]

Manusia pada umumnya telah berulang-ulang kali masuk keluar hidup di di 26 alam kehidupan. Kelahiran manusia di salah sebuah alam tergantung pada amal perbuatannya semasa hidupnya di sebuah alam.
  

Bersambung ke ....Ringkasan Ajaran Buddha (2)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar