Selasa, Mei 31, 2011

Pentingnya Mempelajari Sutta


PENTINGNYA MEMPELAJARI SUTTA
Oleh : Tanhadi

Sekarang ini, beberapa umat awam melatih meditasi tanpa mempelajari Sutta dan menjadi sombong dengan pencapaian mereka. Kebanggaan mereka bertambah sementara keterikatan tidak berkurang.

Jika mereka berlatih sesuai dengan Dhamma, kekotoran-kekotoran bathin dan kualitas-kualitas yang tidak baik, termasuk kebanggaan itu, seharusnya tidak bertambah.

Mungkin sering kita baca juga komentar-komentar di beberapa forum diskusi Buddhis, yang mengatakan :”Ahhh..kamu bisanya cuman ber-Teori melulu secara pemahaman Intelektual.., percuma saja ! yang penting adalah ‘praktek’ !”

Apa yang dikatakan oleh orang tsb. memang ada benarnya, namun tidak seluruhnya benar, bahkan ada kecenderungan bahwa ia merasa “Iri” karena tidak dapat mengimbangi pengetahuan yang dimiliki oleh teman diskusinya itu.

Nah...dari secuil kata-kata itulah biasanya diskusi dapat berkembang menjadi ‘perdebatan sengit’ untuk saling mencari pembenaran versi masing-masing.

Seseorang yang hanya ‘mementingkan praktek’ dengan membuta terhadap Sutta-sutta yang merupakan instruksi Sang Buddha, tidak akan dapat memastikan dirinya bahwa apa yang dipraktekkannya itu sudah sesuai dengan jalan yang benar atau malah menjauh dari Ajaran Buddha.

Seperti yang dinyatakan di Anguttara Nikaya Sutta 8.2.19, ”…..di dalam Dhamma-Vinaya ini ada latihan yang bertahap, praktek yang bertahap, kemajuan yang bertahap, tidak secara tiba-tiba (na ayatakena), termasuk penembusan pengetahuan tersebut (annapativedha).”

Dhamma dalam Dhammanussati ada tiga pengertian, dan salah satunya adalah Pariyati Dhamma, adalah Dhamma sebagai ajaran-ajaran yang terdiri dari berbagai teori dan dasar-dasar kepercayaan dan perilaku yang meliputi seluruh kerangka agama Buddha dan dicatat dalam kitab suci serta dipelihara sebagai sabda Sang Buddha ( Buddha-vacana ) atau ajaran Sang Guru ( Satthu-sasana ).

Di dalam Anguttara Nikaya Sutta 5.3.26, dijelaskan pula tentang lima keadaan yang mampu membuat seorang bhikkhu mencapai pencerahan. yaitu a.l :

Mendengarkan Dhamma
(Kalau sekarang bisa dengan membaca Sutta-sutta di Kitab Suci Tipitaka, mendengarkan ceramah dhamma secara langsung atau pun lewat CD dll.).

Membawa kegirangan, khususnya jika seseorang mempunyai ketertarikan dengan Dhamma. Ini secara alami menenangkan pikiran dan membuatnya damai dan tenang.  Pikiran yang damai dengan mudah menjadi konsentrasi. Dengan pikiran yang terkonsentrasi, akan muncul pengetahuan.

Mengajari Dhamma
Mengajari Dhamma , seseorang perlu memahami dan merenungi Dhamma. Dari sini kegirangan juga timbul yang mana akan menuntun secara berturut-turut pada ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan.

Mengulangi Dhamma
Walaupun tidak umum sekarang ini, hal tersebut cukup umum di masa Sang Buddha ketika buku-buku belum ada. Pada saat itu, Dhamma dipertahankan dan diteruskan kepada generasi berikutnya oleh orang-orang  yang menghafalnya secara teratur. Jika para bhikkhu akan meneruskan Dhamma, mereka harus sangat kenal dengan Dhamma. Demikianlah, para bhikkhu menghabiskan banyak waktu menghafal Dhamma.

Pada kenyataannya, pada saat tersebut, adalah merupakan tugas dari para bhikkhu untuk mengulang dan menghafal Dhamma. Pengulangan yang terus-menerus ini akan membuat anda sangat mengenalinya.

Pertama kali anda membaca, mendengar atau menghafal Sutta, anda akan mempunyai tingkat pemahaman tertentu.  Dengan pengulangan yang lebih sering, pemahaman anda menjadi semakin dalam dan semakin dalam. Urutan kegirangan, ketenangan, konsentrasi dan pengetahuan yang serupa mengikuti

Di dalam Majjhima Nikaya Sutta 43, disebutkan bahwa satu dari dua kondisi yang dibutuhkan untuk munculnya Pandangan Benar adalah dengan mendengarkan Dhamma. Dan pada Sutta yang sama ini menyatakan bahwa setelah pencapaian Pandangan Benar, lima kondisi yang penting lainnya juga dibutuhkan untuk mendukung Pandangan Benar untuk pembebasan akhir, tingkat kesucian Arahat. yaitu :

·  Moral yang baik (sila)
·  Mendengarkan Dhamma (dhammasavana)
·  Diskusi Dhamma (dhammasakaccha)
·  Ketenangan pikiran (samatha), dan
·  Perenungan (vipassana)

Di dalam Anguttara Nikaya Sutta 5.3.26 dan Samyutta Nikaya Sutta 45.1.8 , membuktikan pentingnya mendengarkan Dhamma dari langkah pertama (yakni untuk mencapai Pandangan Benar), sampai pada langkah yang terakhir (yakni mencapai tingkat kesucian Arahat).

Digha Nikaya Sutta 25, Sang Buddha bersabda :
“Para bhikkhu, latihlah diri kalian seperti demikian: Terhadap Sutta-Sutta inilah kami akan mendengar, akan mengkondisikan telinga yang siap untuk mendengar, memahami, menghafal dan menguasainya.”

PENTINGNYA MEMPELAJARI EMPAT NIKAYA

Sang Buddha menekankan pentingnya banyak belajar (bahusacca) dalam banyak Sutta, misalnya di MN 43 dikatakan bahwa Pandangan Benar didukung oleh banyak belajar menuntun pada pencerahan. Tidak mempelajari Sutta adalah suatu ekstrim, dan mempelajari terlalu banyak buku adalah ekstrim yang lainnya – jalan tengah adalah mempelajari empat Nikaya yang tertua. Pentingnya mempelajari Nikaya dapat dipahami dari kenyataan bahwa Sang Buddha berbicara tentang 5000 Sutta dan siswa-siswa Beliau disebut Savaka (Pendengar). Satu Sutta menjelaskan kebenaran dari satu sudut jadi dengan banyaknya Sutta yang kita pelajari, maka semakin baik pemahaman kita karena kita melihat Dhamma dijelaskan dari sudut yang berbeda dan kita dapat menghubungkan yang satu dengan yang lainnya (yakni membandingkan mereka).

Pada kenyataannya, kita lihat dari Nikaya dan Vinaya bahwa orang-orang mencapai Sotapanna hanya dengan mendengarkan Sutta daripada bermeditasi.

1. Sutta AN 9.20 mendefinisikan Pemasukan arus (Tingkat Kesucian Jalan Pertama) sebagai pencapaian Pandangan Benar.

2. Di SN 43 dan AN 12.11.9, disebutkan bahwa Pandangan Benar dicapai hanya dengan dua kondisi: mendengarkan penuturan orang lain dan memiliki pertimbangan yang seksama. (Yoniso manasikara). Tingkat dari pertimbangan yang seksama yang diperlukan untuk pencapaian Sotapanna tentu saja berbeda dari pencapaian Arahat.

3. Di SN 55.3.4, Sang Buddha berkata bahwa jika pohon-pohon bisa memahami perkataan Beliau, (bukan bermeditasi!), bahkan pohon-pohon tersebut bisa menjadi Sotapanna.

4. Di SN 46.4.8, Sang Buddha berkata bahwa ketika seseorang mendengarkan Dhamma dengan penuh perhatian, 5 rintangan tidak muncul di diri seseorang dan 7 Bojjhanga terpenuhi. Ini adalah kondisi untuk pencapaian Ariya.

5. Di SN 55.1.2, karakteristik untuk seorang Sotapanna adalah: memiliki keyakinan pada Buddha, Dhamma, Sangha, dan sila yang sempurna – tidak disebutkan tentang meditasi,dsb.

6. Di AN 3.85; 9.12, Sotapanna dan Sakadagami dikatakan memiliki Sila yang sempurna; Anagami memiliki Sila dan Samadhi yang sempurna; Arahat memiliki Sila, Samadhi, Panna yang sempurna. Ini berarti bahwa Sotapanna dan Sakadagami tidak membutuhkan Jhana sementara Anagami dan Arahat harus memiliki empat Jhana.

7. Di MN 22, Sotapanna dikatakan telah melenyapkan 3 belenggu dan Sakadagami telah melenyapkan 3 belenggu dan melemahkan nafsu sensual dan kedengkian. Jadi Sakadagami membutuhkan tingkat konsentrasi tertentu sebelum Jhana (yakni Upacara Samadhi) sementara Sotapanna tidak perlu, dan hanya perlu merenungi dan refleksi pada Dhamma yang telah dia pelajari.

8. Ada beberapa contoh dalam Nikaya dan Vinaya tentang umat awam yang datang
mendengarkan Sutta dari Sang Buddha (persis serupa dengan yang kita miliki dalam
Nikaya) untuk pertama kalinya dan mencapai Sotapanna, misalnya mendengarkan Sutta dari Sang Buddha (persis serupa dengan yang kita miliki dalam Nikaya) untuk pertama kalinya dan mencapai Sotapanna, misalnya DN 3, 5; MN 56, 91; AN 8.12, 8.21.

Salah satu dari penyebab Dhamma yang asli ini tidak dikenali , al. adalah karena :
Tentu saja, selain kita mempelajari dan menguasai Sutta-sutta yang terdapat didalam Tipitaka (4 Nikaya) melalui mendengar, mengulang/membaca dan berdiskusi ((Pariyatti Dhamma) , kita juga harus merenungkan dan melaksanakannya (praktek) sesuai dengan apa yang telah kita pelajari tersebut(Patipatti Dhamma). Sehingga setelah dua hal ini kita laksanakan, maka buah/pahala Dhamma, yaitu “Pativedha  Dhamma” adalah: lenyapnya nafsu, tercapainya kedamaian dan kebahagiaan/Nibbâna dapat terealisasi

Di Sutta SN 55.6.3. Sang Buddha menasehati umat awam untuk mempelajari Sutta.

Di SN 20.7, Sang Buddha memperingatkan bahwa di masa depan, orang-orang tidak akan mempelajari Sutta tetapi lebih menyenangi untuk mempelajari karya dari pengikutnya yaitu bhikkhu lain (yakni buku-buku belakangan) dan ini akan menuntun pada lenyapnya Sutta.


KESIMPULAN :

* Sebagai umat Buddhis , sudah seharusnya kita mengenal , mempelajari dan memahami dengan sebaik-baiknya  ke- empat Nikaya yang ada dalam Tipitaka , sehingga kita dapat terbebas dari pandangan yang salah terhadap Ajaran Sang Buddha .

Sang Buddha berkata jika kita mengajarkan Dhamma yang salah, hal itu akan menyebabnya lenyapnya Dhamma yang asli. Sang Buddha berkata di SN 16.13 bahwa ada lima hal yang akan menjadi penyebab Dhamma yang asli tidak dikenali lagi dan ini terjadi secara bertahap.

* Tidak adanya rasa hormat pada Dhamma, yakni Sutta Sang Buddha dalam 4 Nikaya.

Sang Buddha berkata di SN 20.7 bahwa di masa depan orang-orang tidak ingin mendengarkan dan menguasai khotbah-khotbah Sang Buddha. Mereka lebih menyenangi untuk mendengarkan dan menguasai kata-kata para siswanya, dan ini hanya persajakan belaka, dibandingkan dengan Sutta Sang Buddha.

“Bahucaccan ca sippan ca
vinayo ca susikkhito
Sushasita ca ya vaca
Etam mangalamuttamam”

“Banyak Belajar, dan memiliki keterampilan,
Disiplin yang terlatih baik,
Tutur kata apapun diucapkan dengan baik
Inilah Berkah Utama”


Referensi/sumber bacaan :
- Samatha dan Vipassana - Bhikkhu Dhammavuddho Mahathera
- Beberapa Artikel Buddhis dari Internet




Tidak ada komentar:

Posting Komentar