Kamis, Januari 19, 2012

Hakekat Ketuhanan


HAKEKAT KETUHANAN


7. Hakekat Ketuhanan (sifat-sifat Tuhan) dalam agama Buddha adalah Tidak berkondisi dan terbebas dari :

• Lobha ( Keserakahan )
• Dosa  ( Kebencian )
• Moha  ( Kegelapan batin )
       
Karena tidak berkondisi dan bebas dari Lobha, Dosa dan Moha,  maka sifat Tuhan adalah Maha Esa, karena hanya satu-satunya dan Maha Suci. Karena itu, Tuhan bisa dikatakan bersifat Impersonal (bukan pribadi), yaitu memahami Yang Mutlak/Tuhan sebagai Anthropomorphisme (tidak dalam ukuran bentuk manusia ).

Jika masih berpandangan bahwa Tuhan bersifat Personal, maka berarti masih berkondisi, yang berarti masih ada Dukkha (Penderitaan). Dengan demikian, bisa timbul pandangan bahwa Tuhan dapat disalahkan, sehingga kita tidak dapat mendudukkan Tuhan dalam proporsi yang sebenarnya dan mengaburkan kembali pandangan yang semula bahwa Tuhan adalah yang Tertinggi, Maha Suci, Maha Esa, Maha Tahu, dan sebagainya.


DEFINISI DAN ASAL-USUL KATA  “ TUHAN ”

8. Dilihat dari Agama dan kepercayaan yang ada, Tuhan, Dei, Deos, God, Thien, pada intinya memiliki pengertian Penguasa, Pengatur alam semesta yang berkepribadian, yang dipercaya memiliki Super Power. Kepercayaan akan adanya Tuhan dimulai dengan konsep Politheis (banyak Tuhan) dengan tugas-tugas tertentu seperti kepercayaan Mesir dan Yunani kuno. Belakangan manusia mulai berpikir bahwa Tuhan yang jumlahnya banyak tersebut sudah tidak efektif lagi, karena mengurangi kredibilitas sesuatu yang Super Power. Selain itu timbul pemikiran perlunya Tuhan tertinggi untuk mengatur Tuhan-Tuhan yang lain, yang merupakan cermin dari hirarki kerajaan. Akhirnya terbentuklah konsep Monotheis (Tuhan yang satu).

9. Etimologi (Asal Kata) Tuhan dalam bahasa Melayu juga memiliki sejarahnya sendiri. Kata Tuhan berasal dari kata Tuan sama artinya dengan kata “Lord” dalam bahasa Inggris, sama artinya dengan kata Gusti, yaitu seseorang sebagai tempat mengabdikan diri.

Hal ini dapat kita buktikan dengan mengamati dalam bahasa Jawa, seperti Gusti Raja, Gusti Putri yang kemudian muncul istilah Gusti Allah. Selain itu, juga dari satu sumber disebutkan, bahwa sebelum perkataan Tuhan diperkenalkan kepada rakyat Indonesia, rakyat Indonesia telah ber-Tuhan, akan tetapi tidak disebut dengan perkataan Tuhan. Di Jawa dikenal perkataan Pangeran. Tuhan atau Pangeran dalam bahasa Jawa sering digambarkan sebagai :

Gesang tanpo roh, kuwaos tanpo piranti, tan wiwitan daton wekasan, tan keno kinoyo ngapo, ora jaman ora makam, ora arah ora enggon, adoh tanpo wangenan, cedak tanpo gepokan (senggolan), ora njobo ora njero, lembut tan keno jinumput, gede tan keno kiniro-kiro.

Yang artinya :

Hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat, tanpa awal tanpa akhir, tak dapat diapa-siapakan, tak kenal jaman maupun perhentian, tak berarah tak bertempat, jauh tak terbatas, dekat tak tersentuh, tak diluar tak didalam, halus tak terpungut, besar tak terhingga.

Kedatangan bangsa Barat dengan membawa agama Nasrani dan usaha menerjemahkan Injil, khususnya kata Lord ( Yesus ) kedalam bahasa Melayu, memberikan perubahan kata Tuan menjadi Tuhan. Hal ini terjadi karena kata Tuan memiliki konotasi yang sifatnya duniawi, dan dengan diubahnya kata tersebut menjadi kata Tuhan akan memberikan konotasi yang sifatnya Spiritual.

10. Bagaimana dengan Buddhisme ? Pada dasarnya dalam Buddhisme tidak terdapat ajaran mengenai Tuhan dalam pemahaman pengertian sebagai Penguasa, Pengatur alam semesta yang berkepribadian yang dipercaya  memiliki Super Power.  Tidak ada satupun pengertian dari Tuhan diatas yang dapat kita jumpai dalam teks-teks awal Buddhisme, kecuali beberapa sifat tertentu.

Kata Ketuhanan merupakan kata yang memiliki awalan ke dan akhiran an, ketika suatu kata dasar diberi imbuhan awalan ke dan akhiran an, maka kata tersebut memiliki perubahan arti.  Dalam hal ini kata Tuhan yang merupakan kata benda, ketika ditambah dengan awalan ke dan akhiran an, akan berubah menjadi kata sifat. Dengan kata lain, kata “Ketuhanan” berarti sifat-sifat atau hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan, bukan Tuhan itu sendiri.

11. Kesalahan umum mengenai pengertian dari kata Ketuhanan Yang Maha Esa , sering diartikan sebagai Satu sosok Tuhan yang tunggal ( tiada duanya ), jelas pengertian itu adalah salah. Jika yang dimaksud adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya digunakan adalah Eka, bukan kata Esa. Karena kata Esa berasal dari bahasa Sansekerta/Pali, kata esa bukan berarti satu atau tunggal dalam jumlah. Kata Esa berasal dari kata Etad yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan Yang Mutlak. Sedangkan kata Satu dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta maupun bahasa Pali ada kata Eka.


Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa arti dari Ketuhanan  yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan yang hanya Satu, tetapi Sifat-sifat  luhur/mulia Tuhan yang mutlak harus ada, sekali lagi bukan Tuhannya.


12. Apakah hanya karena di kitab-kitab suci agama Buddha tidak pernah ditemukan kata-kata Tuhan, sehingga agama Buddha dianggap tidak ber-Tuhan ? (Atheis).  Pada dasarnya konsep Ketuhanan dalam Kitab Suci agama Buddha tidak diterjemahkan dalam kata Tuhan karena untuk menghindari pemahaman yang bias. Nibbana sebagai konsep Ketuhanan dalam agama Buddha selalu ditulis dalam bahasa aslinya untuk menghindari salah persepsi.

13. Sesungguhnya dan ini adalah fakta, bahwa didalam Kitab Suci Nasrani dalam bahasa aslinya Ibrani, menyebut Tuhan sebagai Yahwe, sedangkan Al Quran menyebut Tuhan dengan Allah, Weda/Hindu menyebut Tuhan dengan Sang Trimurti. Jadi, atas dasar apa kata Yahwe, Allah, Sang Trimurti lalu diterjemahkan menjadi kata Tuhan, apakah sosok Tuhannya sama ? Berbeda dengan kata Water, Sui, Banyu yang bisa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata Air karena mengacu pada benda yang sifat dan bentuknya sama.

14. Lalu apakah Tuhan dari agama-agama tersebut mengacu pada Tuhan yang sama ? Tentu jawabnya TIDAK !, karena pada prinsipnya setiap agama memiliki konsep yang berbeda dan cukup signifikan. Kalau toh ada seseorang yang mengatakan bahwa Tuhan dari agama-agama yang berlainan itu adalah sama saja/Tuhan yang sama, lalu mengapa Tuhan yang sama itu memberikan aturan-aturan, perintah-perintah, wahyu, Firman yang sangat berbeda diantara agama-agama tersebut, yang justeru tak jarang pula perbedaan itu menimbulkan perdebatan-perdebatan, perpecahan bahkan peperangan diantara UmmatNya? Oleh karena itu, wajar dan sah saja bila konsep Tuhan didalam agama Buddha berbeda dengan konsep Tuhan di agama-agama lain.


Agama Buddha berlawanan dengan kebanyakan agama yaitu memberi pelajaran Jalan Tengah dan membuat AjaranNya Homocentris (berpusat pada manusia) yang berlawanan dengan kepercayaan-kepercayaan Theocentris (berpusat pada Tuhan). Dengan demikian Agama Buddha adalah Introvert (melihat ke dalam) dan berhubungan dengan pembebasan individu. Dhamma harus direalisasikan oleh diri sendiri (Sandittiko).




44 komentar:

  1. Maaf, kalo boleh saya ingin bertanya,
    memang saya lebih setuju pada konsep nibbana, yg saya bingungkan adalah darimana benda2 alam ini berasal, kalo terbuat dr perpaduan unsur tanah api dsb, lalu unsur trsb sebenarnya apa.
    Terima kasih sblumnya

    BalasHapus
  2. @ sdr. Arief Abdul Ghofur,

    Untuk menjelaskan tentang “darimana benda-benda alam ini berasal?” memang tidaklah mudah, karena pertanyaan Anda secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan konsep “Asal-mula Alam Semesta” dan selanjutnya akan timbul pertanyaan : “SIAPA yang menciptakan benda-benda tersebut?”

    Dan secara umum setiap agama percaya bahwa TUHAN-lah yang menciptakan alam semesta beserta isinya ini. Tapi uniknya, setiap kepercayaan / agama memiliki versinya masing-masing, dari sini saja sudah tampak bahwa tidak adanya konsistensi atau keseragaman soal PENCIPTAAN alam semesta ini dilakukan oleh Tuhannya siapa ?.

    Terlepas dari kepercayaan masing-masing terhadap perbedaan-perbedaan yang ada tentang Sang Pencipta, menurut pendapat saya konsep adanya SANG MAHA PENCIPTA ini, sesungguhnya adalah karena kegagalan pikiran manusia untuk mengetahui penyebab pertama asal-mula terjadinya alam semesta , mereka mempercayai bahwa dunia yang sekarang memiliki awal dan akhir, dan dengan merenungkan tentang rumah beserta bangunan dengan perancang dan pembangunnya, mereka sampai pada kesimpulan bahwa dunia ini pasti memiliki penciptanya dan ia pastilah sang pencipta, mahabrahma, atau Tuhan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan bapak sendiri setuju dengan konsep george L..piye toh pak..sama wae kan..cukup anda katakan saya beda versi dan konsep dengan agama lain.simple kan

      Hapus
  3. Pada sisi lain, agama Buddha mengajarkan bahwa banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian. Ia juga mengajarkan bahwa dunia memiliki awal dan akhir serta terdapat sebab yang disebut hukum alam atas pembentukan dan kehancuran setiap dunia, dan hukum alam ini ada selamanya dan terus berjalan dalam ruang waktu yang tak terhingga.

    Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita (umat Buddhis) diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya.

    Alam semesta adalah sesuatu yang menghasilkan (dhareti) sifat dasarnya sendiri . Sifat khusus sekaligus sifat universalnya adalah merupakan proses sebab-akibat yang berkesinambungan antara membentuk, berkembang, menyusut dan hancur .

    Didalam Buddhisme dijelaskan ; bahwa segala fenomena yang terjadi di alam semesta ini baik yang bersifat materi (fisik) maupun batiniah dikendalikan oleh hukum kosmis (niyama) atau hukum alam.

    Dengan mempelajari dan memahami lima niyama ini, seseorang dapat sampai pada kesimpulan: "Tidak ada penguasa dunia ini, tidak ada pencipta yang menciptakan alam semesta, melainkan hukum tertib kosmis yang berunsur lima ( Panca Niyama ). Semua adalah hasil dari sebab dan akibat yang muncul dan lenyap setiap saat.

    Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Hukum Tertib Kosmis versi Buddhisme , silahkan baca di Link ini == > http://tanhadi.blogspot.com/2012/01/panca-niyama-dhamma.html


    BalasHapus
  4. Demikian jawaban singkat yang sementara ini dapat saya sampaikan, dan mohon maaf bila jawaban ini belum dapat memuaskan Anda . Untuk menjawab pertanyaan Anda tersebut bukanlah hal yang mudah untuk di jelaskan karena akan berhubungan dengan banyaknya penafsiran-penafsiran yang bersifat spekulatif baik secara ke-agama-an, maupun secara teori ilmu pengetahuan modern (sains) beserta hubungan diantara keduanya.

    Inilah sebabnya mengapa Sang Buddha mengatakan bahwa awal dan akhir dari alam semesta adalah tidak dapat dibayangkan (tidak terpahami).

    Dan Ketika seseorang sekali waktu mendesak Sang Buddha untuk menjawab pertanyaan tentang alam semesta, Sang Buddha membandingkan keadaan orang tersebut sebagai seorang yang terkena panah beracun, namun ia menolak untuk diobati dan anak panah tersebut dicabut, sehingga sebelum orang tersebut mengetahui secara jelas siapa yang melepaskan anak panah tersebut, ia pun meninggal dunia .

    Sang Buddha, lalu bersabda:

    "Menjalani hidup yang suci tak dikatakan tergantung
    apakah alam semesta ini terbatas atau tidak,
    atau keduanya atau tidak keduanya.

    Sebab apakah alam semesta ini, terbatas atau tidak;
    tetaplah ada kelahiran, tetap ada usia-lanjut, tetap ada kematian,
    kesedihan, penyesalan, penderitaan, keperihan dan keputusasaan;
    dan untuk mengatasi semua itulah semua yang Aku ajarkan."

    (Majjhima Nikaya I :430)

    Salam damai dan sejahtera.

    Tanhadi

    BalasHapus
  5. mau nanya juga om kalo pendapat om konsep sang pencipta adalah kegagalan pikiran manusia untuk mengetahui penyebab pertama asal-mula terjadinya alam semesta, coba beri tahu pemikiran yg tidak gagal menurut om itu apa?
    lalu "agama Buddha mengajarkan bahwa banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian" bukankan dalam siklus pasti ada hal hal yang mengawalinya? bagai mana mungkin siklus bisa berjalan sendiri tanpa awal? bagai mana proses terjadinya kelahiran seekor ayam dari telur?

    tuhan tidak sebatas pengertian kata dalam bahasa,bagai mana dengan nama artis ari lasso yang sedangkan losso dalam bahasa sulawesi yg di indonesiakan adalah alat kelamin laki laki, apakah ari lasso berniat menghina dirinya sendiri?

    BalasHapus
  6. Terimakasih banyak atas uraiannya pak.. Selamat berkarya.. Semoga sukses dan bahagia.

    BalasHapus
  7. Terima kasih kembali rekan Arief,
    Semoga Anda dan keluarga dalam keadaan sehat, sejahtera dan bahagia selalu.

    Salam persahabatan selalu

    Tanhadi

    BalasHapus
  8. Bapak Tan yth...
    Ijinkan saya sumbang saran...,

    Orang Islam..., Menyebut TUHAN dengan ALLAH (bahasa ARAB)
    Islam, Nasrani, Yahudi kalau kita berbicara dalam kontek agama adalah satu induk, yaitu Agama Ibrahim, terus kalau ditarik keatas ke Adam.
    Yahudi..., memanggil TUHAN dengan Nama YAHWEH dan ada yang ADONAI (Bahasa Ibrani)
    Nasrani...., dalam hal ini memanggil TUHAN dengan nama ELI (bahasa Aramaik).
    Nama TUHAN dalam Bahasa ARAB disebut dengan ALLAH..., terdiri dari 4 (empat Huruf) yaitu ALIF, Lam Awal, Lam Akhir, dan HA dan ini ada maknanya masing - masing.
    Dalam konsep Hakikat ISlam...,
    Awal agama adalah kenal kepada TUHAN,
    Barang siapa sudah mengenal Dirinya maka dia akan kenal Tuhannya
    yang perlu dipahami siapakah diri tersebut...., apakah yang bernama RUDI KAMSARI, Atau yang bernama TANHADI...., Kalau masih ada keAKUAAN..., berarti belum Mengenal dan belum ada PENGAKUAAN,
    ADDINUL ISLAM banyak ditafsirkan orang dengan agama,... sebenarnya maknanya
    Addin : Tunduk, patuh, berserah dirih
    ISlam : Selamat
    artinya Tunduk Patuh pada jalan keselamatan,

    Menurut Enstein..., Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan.., hanya bisa berubah bentuk,
    Sipakah yang menggerakkan Energi tersebut....????
    Dalam AJARAN BUDHHA ada disebut CAHAYA TANPA BATAS
    Dalam ajaran MUHAMMAD ada disebut CAHAYA DIATAS CAHAYA

    dalam ajaran Islam disebut TUHAN MAHA NYATA DAN MAHA GHAIB,
    nyataNYA TUHAN ada pada CIPTAANNYA, Ciptaan yang terdekat dengan kita adalah diri kita sendiri..., Kalau kita merasa ADA, TUHAN akan TIADA, kalau kita hilangkan KEAKUAN kita, maka yang ada adalah PENGAKUAAN,... bahwa yang ada HANYA TUHAN. kalau masih ada akuan akan merasa SUKKA DAN DUKKA, DHARMA DAN KARMA,..,

    Bagaimana pendapat Bapak.

    BalasHapus
  9. Rekan Rudi yth,
    Terima kasih atas masukannya yang bermanfaat untuk menambah wawasan kita bersama.

    Membahas tentang Tuhan/Allah memang akan banyak kontroversi, karena tidak ada satu agama pun yang sepakat bahwa Tuhan/Allah mereka itu adalah satu ‘sosok’ yang sama . Adapun persamaan-persamaan yang ada dan bisa diterima oleh semua agama hanyalah pada “ SIFAT-SIFAT TUHAN” (Ke-Tuhan-an). Mengapa demikian ?

    Karena secara logika umum, jika Tuhan/Allah dari semua agama itu adalah sama persis (Satu Tuhan/Allah untuk semua agama), maka sudah sewajarnya akan timbul pertanyaan a.l.:

    Jika memang Tuhan/Allah dari semua agama itu adalah sama/Satu-satunya , mengapa harus ada banyak Kitab Suci yang semuanya menyatakan bahwa Kitab Suci mereka adalah kata-kata dari Tuhan/Allah, TETAPI pada kenyataannya semua naskah dari masing-masing agama/kepercayaan berisi ajaran dan pemahaman yang berbeda-beda?

    Sehingga tidak jarang, bahkan tercatat di dalam sejarah bahwa karena adanya perbedaan-perbedaan penafsiran dan ayat-ayat dalam Kitab Sucinya masing-masing itulah yang menyebabkan terjadinya PERANG AGAMA dan terjadi saling membunuh demi membela agamanya masing-masing. Apakah ini adalah rencana dan Kehendak Tuhan?

    Bila kita mau mengakui sejujur-nya, tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang pernah mengetahui keberadaan Tuhan, tidak pula bagi para pengkhotbah, para pemuka agama, para guru agama bahkan para Nabi sekalipun.

    Mereka mengetahui istilah Tuhan/Allah atau apa pun sebutannya- tidak lain karena mereka hanya mengetahui dari Kitab Sucinya masing-masing, di situlah banyak ditemukan catatan yang menyatakan keberadaan Tuhan/Allah yaitu di Surga dan Dia-lah Sang Pencipta alam semesta dan seisinya, Dia maha segalanya…dsb.

    Menurut pendapat saya, sehubungan dengan pernyataan yang ada di dalam Kitab Sucinya itu ; para pengkhotbah, pemuka agama, para guru agama dan para Nabi tersebut tampak seperti sebaris orang buta. Yang Pertama (Para Nabi) tidak melihat, yang di Tengah (Para pengkhotbah, Guru Agama, Pemuka Agama) tidak melihat, yang Terakhir (Para Umat ) pun tidak melihat,…jika demikian, bukankah mereka semuanya sesungguhnya tidak memiliki dasar untuk menyatakan keberadaanTuhan/Allah itu ada di sana atau di sini dan Tuhan/Allah itu seperti ini dan seperti itu?

    Oleh karena itu, untuk dapat melestarikan Kebenaran dalam suatu agama yang berasal dari kitab sucinya masing-masing, cukuplah kita menyatakan bahwa :” Keyakinan saya adalah seperti ini.”, namun kita juga harus memahami dan menyadari bahwa keyakinan kita belum mencapai kesimpulan yang pasti bahwa :” Hanya keyakinanku-lah yang paling benar, yang lain adalah salah !.”

    Dengan cara ini, kita telah melestarikan kebenaran dan telah menggambarkan kebenaran dalam agama masing-masing, namun tetap saja belum ditemukan Kebenaran yang sebenar-benarnya atau yang kita sebut sebagai Kebenaran Sejati.

    Demikian sedikit uraian dan penjelasan dari saya, semoga dapatnya diterima sebagai bahan masukan bagi Anda dan bukan untuk diperdebatkan lebih lanjut, karena agama Buddha tidak menghadapi masalah-masalah seperti itu, olehkarena tidak ada pernyataan yang mengatakan bahwa naskah di dalam kitab suci agama Buddha itu berasal dari Wahyu. Sebaliknya, naskah agama Buddha adalah penyampaian dari seorang manusia “Yang Telah Mencapai Pencerahan Sempurna”, yakni Sang Buddha, yang Ajaran-AjaranNya juga di rekam oleh manusia.

    Sang Buddha adalah seorang Guru Agung yang menunjukkan Jalan Pembebasan manusia dari penderitaan, dan untuk mencapai tujuan itu, tentu saja semuanya berpulang pada diri kita masing-masing, karena hanya diri kita sendirilah yang dapat melakukannya. Hal ini tersurat dan tersirat di dalam Sabdanya : “

    “ Dari dulu sampai sekarang,
    Aku hanya mengajarkan tentang Penderitaan dan penghentian Penderitaan”.
    (Majjhima Nikaya I: 140)

    dan

    " Engkau sendiri harus melakukan pekerjaan itu,
    sebab Sang Tathagata (Buddha) hanya sebagai Penunjuk Jalan”
    (Majjhima Nikaya 107).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apakah udara perlu di lihat oleh mata untuk membuktikan udara itu ada?

      Hapus

    2. Pertanyaan yang bagus 

      Secara kasat mata memang kita tidak dapat melihat secara langsung udara itu seperti apa wujudnya, kita hanya dapat ‘merasakan’ kehadirannya karena udara itu sendiri tidak memiliki "Wujud atau Bentuk" yang dapat kita lihat secara kasat mata.

      Namun dengan pesatnya perkembangan tehnologi dan ilmu pengetahuan modern (sains), kita saat ini telah sampai pada fase 'dapat mengetahui' apa sebenarnya udara itu.

      Udara terdiri dari campuran gas antara lain 78% nitrogen, 21% oksigen, dan 1% gas-gas lain seperti xenon, karbon dioksida, argon, neon, hidrogen, helium, dan kripton.

      Kandungan elemen senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring dengan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan hampa sama sekali.

      Di dalam Ajaran Buddha, udara termasuk sesuatu yang ‘terkondisi’ (terbentuk melalui proses penggabungan/percampuran dari berbagai unsur-unsur alam dan sebab-sebab yang mengkondisikannya) , dan apapun yang terkondisi adalah selalu mengalami perubahan dan tidak kekal adanya.

      Nah…menurut Anda, Apakah Tuhan sama dengan ‘sesuatu’ yang terkondisi seperti halnya udara ? dan siapakah Tuhan itu ? seperti apakah wujudNya ?

      Terima kasih atas pertanyaannya._/\_

      Hapus
    3. Menurut anda, apakah dengan pesatnya perkembangan tehnologi dan ilmu pengetahuan modern (sains) kedepan, Kita dapat sampai pada fase 'dapat mengetahui' apa sebenarnya Tuhan itu?

      Hapus
    4. Saya yakin, bahwa Anda sudah mengetahui sendiri jawabannya.. :D

      Seperti penjelasan dalam artikel tsb.diatas bahwa Pada dasarnya dalam Buddhisme tidak terdapat ajaran mengenai Tuhan dalam pemahaman/pengertian sebagai Pencipta, Penguasa,Pengatur alam semesta YANG BERKEPRIBADIAN,yang dipercaya memiliki Super Power. Tidak ada satupun pengertian dari Tuhan diatas yang dapat kita jumpai dalam teks-teks awal Buddhisme, KECUALI beberapa sifat tertentu.

      Demikian pula,Membahas tentang Tuhan- memang akan banyak pertentangan-pertentangan pendapat yang pada dasarnya mereka sama-sama tidak bisa mempertanggung-jawabkan kebenaran argumentasinya sendiri, mengapa? karena mereka HANYA mengetahuinya dari kitab sucinya masing-masing (tidak lebih dari itu), SEHINGGA TIDAK ADA SATU AGAMA PUN YANG SEPAKAT BAHWA TUHAN MEREKA ITU ADALAH 'SATU SOSOK YANG SAMA'. Adapun persamaan-persamaan yang ada dan bisa diterima oleh semua agama hanyalah pada “ SIFAT-SIFAT TUHAN” (Ke-Tuhan-an).

      Jadi pertanyaan Anda menurut saya kuranglah tepat, karena anda masih berasumsi bahwa tuhan itu adalah 'sesuatu' yang berbentuk/memiliki sifat-sifat materi seperti halnya kebanyakan makhluk hidup.

      Ok,Disini saya kutipkan kembali pernyataan saya diatas: " Oleh karena itu, untuk dapat melestarikan Kebenaran dalam suatu agama yang berasal dari kitab sucinya masing-masing, cukuplah kita menyatakan bahwa :” Keyakinan saya adalah seperti ini.”, namun kita juga harus memahami dan menyadari bahwa keyakinan kita belum mencapai kesimpulan yang pasti bahwa :” Hanya keyakinanku-lah yang paling benar, yang lain adalah salah !.”

      Dengan cara ini, kita telah melestarikan kebenaran dan telah menggambarkan kebenaran dalam agama masing-masing, namun tetap saja belum ditemukan Kebenaran yang sebenar-benarnya atau yang kita sebut sebagai Kebenaran Sejati.

      Terima kasih.

      Hapus
    5. Mohon maaf kalo saya salah mengambil kesimpulan, berarti sampai saat ini belum ada satu agama pun yang benar akan konsep ke Tuhanan itu sendiri?

      Karena kalo kita sebut Tuhan tak bersifat dan tak berkehendak, tidak bisa di buktikan untuk saat ini, dan jika Tuhan mempunyai sifat dah kehendak juga tidak bisa di buktikan untuk saat ini.





      Hapus
    6. Seperti yang telah kita ketahui, bahwasanya setiap agama telah memiliki konsep tuhannya masing-masing, sehingga kita tidak bisa mengambil kesimpulan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Karena bagaimanapun juga konsep tentang tuhan ini hanyalah soal sebuah “kepercayaan” dari agamanya masing-masing. Bagi yang percaya adanya tuhan, tentu saja mereka akan mengatakan bahwa tuhan itu ada, namun bagi yang tidak percaya adanya tuhan, maka tuhan itu pun dikatakan tidak ada. Dan menurut pendapat saya, semua itu hanyalah permainan dari pikiran yang rumit dan tidak dapat membuat diri kita terbebas dari penderitaan kelahiran, usia tua, sakit dan kematian

      Nah..terlepas dari tuhan itu ada atau tidak ada, bagi umat Buddha TIDAKLAH PENTING, karena tujuan umat Buddha adalah berusaha sendiri (tanpa minta bantuan dari pihak siapapun, termasuk kepada Buddha) untuk membebaskan dirinya dari kelahiran yang berulang-ulang , sehingga dengan sendirinya ia akan terbebas dari segala bentuk penderitaan-penderitaan, yaitu dgn cara mencapai kondisi batin yang bersih dari ketamakan, kebencian dan kebodohan batin ( = Nibbana / Nirwana yang merupakan kebahagiaan tertinggi).

      Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan,
      Terima kasih.

      Hapus
    7. Bukankah kita hidup untuk kedepan, bukan untuk sekarang atau masa lalu. Semua ajaran mengajarkan kebaikan jika di jalankan dengan sungguh-sungguh, terlepas dari konsepTuhannya masing-masing.

      Maka tidak akan jadi masalah besar bagi penganut ajaran yg mengajarkan konsep Tuhan yg memiliki sifat2 tertentu, terlepas dari Tuhan yg mana.( Karena tidak hanya satu ajaran, yg mengajarkan konsep Tuhan memiliki sifat ) jika kedepannya di temukan kalau Tuhan ternyata tidak bersifat. Asalkan mereka melakukan kebaikan selama hidup mereka.

      Dan akan jadi masalah besar bagi ajaran yg mengajarkan konsep Tuhan tidak memiliki sifat jika kedepan terbukti Tuhan bersifat dan berkehendak, walau mereka telah melakukan kebaikan selama hidup mereka.

      Disini saya hanya berfikir secara logika dan realistis terlepas dari konsep Tuhan mana yg benar dari semua ajaran.

      Dan jika ditanya Tuhan dari ajaran mana yg paling benar, itu akan jadi pembahasan yg berbeda.

      Terima Kasih atas jawaban-jawaban anda,
      Salam.

      Hapus
    8. Maaf, Saya kurang sependapat bahwa ‘kita hidup untuk kedepan, bukan untuk sekarang…’ :D

      Menurut pendapat saya, justru saat sekaranglah yang merupakan hal yang pasti dan tak dapat diingkari, sedangkan masa yang akan datang belumlah tiba, jadi tidak perlu dicemaskan. Oleh karena itu, pada saat sekaranglah seluruh perhatian dan usaha harus dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan pekerjaan kita saat ini, siapa tahu besok kematian akan tiba ?, tak ada tawar-menawar dengan kematian. :)

      Memang benar bahwa semua ajaran mengajarkan kebaikan, namun definisi ‘kebaikan’ itu sendiri pada kenyataannya adalah berbeda-beda pengertian dan pelaksanaannya dalam setiap agama. Contohnya : Ada yang meyakini bahwa dengan melakukan pembunuhan/penyembelihan terhadap hewan demi kepentingan ritual agamanya adalah ‘baik’, sedangkan yang lain meyakini sebaliknya.

      Kembali mengenai konsep ttg. tuhan, seperti yang telah kita ketahui bahwasanya setiap agama memiliki konsep yang berbeda ttg keyakinannya terhadap tuhan. Dan menurut pemikiran saya, ‘konsep tentang tuhan, tetaplah hanya sebagai konsep’ yang tercipta dari pikiran rumit kita. Hal ini seperti ‘Jari menunjuk bulan’, jari bukanlah bulan itu sendiri.

      Demikian pula, terlepas dari tuhan itu ada atau tidak ada, memiliki sifat dan kehendak ataupun tidak memiliki sifat dan kehendak, bagi umat Buddha TIDAKLAH PENTING, karena untuk mencapai suatu kondisi batin yang bersih dari ketamakan, kebencian dan kebodohan batin guna membebaskan diri dari segala bentuk penderitaan sebagai akibat dari kelahiran, usia tua, sakit dan kematian- samasekali tidak diperlukan adanya keterlibatan makhluk lain maupun ‘sosok’ adikuasa didalamnya.

      Dengan menyadari bahwa untuk setiap perbuatan yang telah kita lakukan, baik atau buruk, hanya diri kita sendirilah yang bertanggungjawab dengan segala konsekuensinya, maka berdasarkan pada pengertian itulah, umat Buddha berkeyakinan bahwa ‘pahala dan hukuman’ sesungguhnya berasal dari akibat perbuatan kita sendiri dan tidak ada makhluk atau sosok adikuasa manapun yang bertanggung jawab untuk memanajemeni serta memberikan pahala dan hukuman terhadap setiap perbuatan yang kita lakukan.

      Terima kasih atas pendapat-pendapatnya yang sangat berguna bagi perluasan wawasan kita bersama.

      Semoga diskusi kita ini bermanfaat.

      Tanhadi

      Hapus
    9. Memang untuk setiap perbuatan yang telah kita lakukan, baik atau buruk, hanya diri kita sendirilah yang bertanggung jawab dengan segala konsekuensinya, pahala dan hukuman memang berdasarkan dari diri kita sendiri, dan itu tidak ada hubungannya dengan konsep ke Tuhanan yg saya maksud. Karena menurut saya itu adalah konsep kehidupan.

      Memang kematian tidak bisa ditawar-tawar, tapi bukan itu maksud saya tentang " kita hidup untuk kedepan".

      Maksud saya seperti ini, 2 orang naik motor, yg satu pakai helm yg satu tidak pakai helm, yg satu bilang nanti kalo jatuh kepalanya kebentur gimana? dia bilang gak mungkin jatuh lah saya sudah jago naik motor. dari sini kita bisa ambil kesimpulan, yg pakai helm walau tidak jatuh dia tidak ada rugi apa-apa, sedang kan yang tidak pakai helm kalo benar jatuh maka dia akan merasa kerugian jika benar kepalanya terbentur.

      Nah maksud saya disini lebih baik mana yang memakai helm walau belum terbukti jatuh, atau yg tidak memakai helm yg belum terbukti jatuh juga ? Dua-duanya sama-sama jago naik motor dengan gayanya masing-masing. (Terlepas dari gayanya masing-masing naik motor)

      Hanya itu yg ingin saya pertanyakan...

      Salam

      Hapus
    10. Kalau saja Anda sedikit lebih cermat lagi dalam membaca penjelasan saya sebelumnya, maka sebenarnya disitu tersirat bahwa yang saya bahas itu adalah soal HUKUM KARMA (Hukum Perbuatan) dan PENOLAKAN ADANYA SOSOK TUHAN YANG BERKEPRIBADIAN (yang masih memiliki SIFAT-SIFAT seperti manusia dan BERKEHENDAK). Jadi bukan hanya sebatas konsep kehidupan seperti pendapat Anda diatas. 

      Soal ilustrasi dan pertanyaan Anda mengenai “Lebih baik mana yang memakai helm atau yang tidak memakai helm ?”.

      Saya menangkapnya hal itu sebagai suatu ilustrasi pendekatan terhadap suatu tindakan preventif yaitu berjaga-jaga kalau ternyata bahwa ‘tuhan itu bersifat dan berkehendak’, apakah benar demikian yang Anda maksudkan? Kalau benar kesimpulan saya demikian, maka disinilah letak perbedaan pemahaman dan keyakinan kita mengenai konsep ketuhanan.

      Agama Buddha memang memiliki konsep tersendiri yang unik dan berbeda dengan pandangan theisme mengenai konsep ketuhanan.

      Dalam konsep Buddhisme, memang tidak dikenal adanya konsep Tuhan dengan definisi sebagai pencipta dan pengatur alam semesta beserta segala isinya dengan watak atau sifat-sifat seperti manusia, yang bisa marah, senang, benci, sayang, memberikan pahala dan menjatuhkan hukuman.

      Yang Maha Esa didalam Buddhisme adalah TANPA AKU ( Anatta/ Anatman ), suatu yang tidak dapat dipersonifikasikan ( disamakan dengan suatu Sosok yang berkepribadian ), dan suatu yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun.

      Konsep ketuhanan dalam agama Buddha mengacu pada NIBBANA/Nirwana , Nibbana itu sendiri adalah SUATU KONDISI (bukan alam surga ataupun makhluk adikodrati) yang didefinisikan sebagai “Sesuatu Yang tidak dilahirkan, Yang tidak menjelma, Yang tidak tercipta, Yang mutlak”.

      Singkat kata, Buddhisme tidak mengajarkan atau secara tegas menolak paham teisme fatalistik dan deterministik ataupun konsep Ketuhanan personal yang menempatkan suatu kekuasaan adikodrati yang merencanakan dan menakdirkan hidup semua makhluk .

      Agama Buddha menekankan Pragmatis, yaitu : Mengutamakan tindakan-tindakan cepat dan tepat , yang lebih dibutuhkan di dalam menyelamatkan hidup seseorang yang sedang gawat dan bukan hal-hal lainnya yang kurang praktis, berbelit-belit, bertele-tele dan kurang penting.

      Sang Buddha tidak pernah menghabiskan waktu untuk perkara-perkara spekulatif tentang asal-mula alam semesta, asal-mula manusia , bahkan tentang tuhan pencipta dsb., mengapa? karena hal ini sangat kecil nilainya bagi pengembangan spiritual menuju Kebahagiaan Sejati.

      Hal ini oleh Sang Buddha digambarkan sebagai orang yang tertembak anak panah beracun, yang menolak untuk mencabutnya sebelum dia tahu siapa yang memanahnya, kenapa panah itu ditembakkan, dari mana anak panah itu ditembakkan. Pada saat semua pertanyaannya belum terjawab, dia sudah mati lebih dahulu. (Cula-Malunkyovada Sutta, Majjhima Nikaya 63).

      Disini kita diajarkan untuk memiliki pemahaman yang rasional, efektif, efisien, cerdas dan bijaksana. Di dalam kehidupan spiritual, kita diajarkan agar mengutamakan tindakan segera, cepat dan tepat , tanpa membuang-buang waktu lagi.

      Demikian uraian penjelasan dari saya, mudah-mudahan dapat lebih dimengerti bahwasanya agama Buddha orientasi Ajarannya adalah “kedalam diri sendiri” dengan tujuan utamanya adalah mencapai pembebasan dirinya dari segala bentuk penderitaan yang disebabkan oleh kelahiran , usia tua, sakit dan kematian.

      Salam metta,
      Tanhadi

      Hapus
    11. Benar maksud saya memang sebagai tindakan jaga-jaga, karena seperti yang anda pernah bilang untuk saat ini belum ada kebenaran yang sejati.

      Terima kasih atas semua penjelasan anda, semua itu berpulang kepada diri masing-masing untuk mencari yg terbaik..

      Salam

      Hapus
    12. Demikianlah adanya,
      Terima kasih juga atas kesediaan Anda untuk berbagi pendapat dalam diskusi kita yang mungkin dapat menjadikan inspirasi bagi teman-teman kita yang lain, dan semoga bermanfaat bagi pengembangan wawasan kita bersama.

      Salam Metta,
      Tanhadi

      Hapus
    13. Bapak tan hadi yang terhormat

      Bagaimana pendapat bapak dari pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam yang artinya “Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak”. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asankhata) maka manusia yang berkondisi (sankhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi. Coba bapak bandingkan dengan SIFAT 20 TUHAN menurut agama Islam....

      Bapak Tan Hadi yang terhormat....

      Menurut Saya kebenaran itu hanya ada SATU...., banyak orang mempertentangkan kebenaran karena orang kebanyakan seperti ORANG BUTA melihat GAJAH...
      kalau lah boleh saya berandai - andai.....
      seandainya SIDARTA GAUTAMA, DHAO, KONG HU CHU, MUSA, YESUS, DAN MUHAMAMAD HIDUP dalam waktu dan tempat yang sama.. saya yakin benar mereka mempunya konsep yang sama.....

      ada filsapat dalam kitab weda yang saya suka
      Sanskerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
      Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
      Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
      Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."


      rgds


      Rudi Kamsari
      — Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)



      Hapus
  10. Jawaban untuk Sdr. Qolbun salim,

    1). Secara ringkas dapat saya rangkumkan, bahwasanya menurut agama Buddha, banyak siklus dunia telah terbentuk di masa lampau dan banyak lagi yang lain akan mengikuti siklus dunia yang sekarang secara bergantian. Alam semesta adalah sesuatu yang menghasilkan sifat dasarnya sendiri secara universal yang merupakan PROSES SEBAB AKIBAT yang berkesinambungan yaitu Membentuk, berkembang, menyusut dan hancur, proses inilah yang disebut sebagai Hukum Alam.

    2). Diatas telah saya sampaikan bahwa Ia (Sang Buddha) juga mengajarkan bahwa DUNIA MEMILIKI AWAL DAN AKHIR SERTA TERDAPAT “SEBAB” YANG DISEBUT HUKUM ALAM atas pembentukan dan kehancuran setiap dunia, dan hukum alam ini ada selamanya dan terus berjalan dalam ruang waktu yang tak terhingga. (keterangan : yang dimaksud dengan AWAL adalah Pembentukan, dan AKHIR adalah Kehancuran).

    Namun , PENYEBAB PERTAMA asal mula terjadinya alam semesta tidak dapat dijangkau oleh pemikiran manusia yang sangat terbatas. Sang Buddha pernah mengatakan bahwa :”Samsara (Alam Semesta) ini adalah TANPA AWAL YANG DAPAT DIKETAHUI. TIDAK TERLIHAT AWAL DARI MAKHLUK HIDUP yang terus-menerus berkelana dan mengembara karena terhalang oleh kegelapan batin serta terbelenggu oleh nafsu keinginan”. (SN 15.1)

    Namun demikian di lain kesempatan, Sang Buddha memaklumi dan memberikan penjelasan tentang pengembangan dan penciutan alam semesta. Beliau bersabda: “ Lebih awal atau lebih lambat, ada suatu waktu, sesudah masa WAKTU YANG SANGAT PANJANG SEKALI , alam semesta MENCIUT (hancur)... , tetapi lebih awal atau lebih lambat, sesudah masa yang lama sekali, alam semesta mulai MENGEMBANG (terbentuk) lagi.” ( Digha Nikaya III : 84 )

    Apa yang dikatakan oleh Sang Buddha ternyata selaras dengan penemuan Ilmu Pengetahuan Modern (Sains), yang menyimpulkan bahwa PEMBENTUKAN ALAM SEMESTA TIDAK LAIN ADALAH MERUPAKAN EVOLUSI/PROSES YANG SANGAT PANJANG bahkan mencapai belasan milyard juta tahun yang lalu. Hal ini dapat kita temukan dalam Teori Dentuman Besar atau Big Bang yang dicetuskan pertama kali oleh Georges Lemaitre.

    Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan maha dahsyat ( KEHANCURAN) yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi ini kemudian yang kemudian mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi, dan partikel lainnya di alam semesta ini. Para ilmuwan juga percaya bahwa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori ini adalah bahwa teori Relativitas Umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan HANCUR DAN TERBENTUK KEMBALI.

    Perkembangan dari Ilmu Fisika modern saat ini telah sampai pada kesimpulan bahwa alam semesta tidak berawal secara serentak. Alam semesta secara berkesinambungan berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, TERBENTUK DAN HANCUR, SUATU PROSES TANPA AWAL DAN AKHIR . Dengan sendirinya, bila dinyatakan, bahwa bila alam semesta berawal secara serentak, maka diperlukan energi awal yang terjadi dari sesuatu yang tidak ada dan hal ini jelas bertentangan dengan kaidah ilmu pengetahuan.

    Demikian pendapat saya yang mungkin belum sepenuhnya dapat memuaskan pertanyaan Anda, namun ada baiknya juga bila Anda membaca Sains/Kosmologi modern yang berhubungan dengan terjadinya Alam Semesta.

    Salam sejahtera dan bahagia,

    Tanhadi

    BalasHapus
  11. Apakah umat budha tdk pernah berdoa? karena (maaf) tak punya Tuhan yg dpt dimintai tlg.
    jika begitu bagaimana dgn ucapan semoga semua makhluk berbahagia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ucapan “ Semoga Semua Makhluk Berbahagia”, adalah ungkapan PENGHARAPAN BAIK yang timbul dari diri kita sendiri (bukan memohon/meminta kepada sosok makhluk adikuasa manapun) untuk semua makhluk (bukan hanya untuk sesama manusia saja) , yang tampak maupun yang tak tampak , yang baik maupun yang jahat, tanpa terkecuali.

      Hapus
  12. Mutlak hidup ini ada Zat yg maha mengatur, krn jika tidak ad yg mengatur..bisa tertukar waktu terbit dn terbenamnya matahari.... heheh... itu baru pemikiran yg sederhana saja
    Sedang sdh dibuktikan secara ilmiah.... bahwa tidak mungkin planet2 tsbt dpt bekerja dg baik jika tiada Tuhan yg maha mengatur :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sangat memahami bahwa Pernyataan Anda tersebut adalah pernyataan keimanan yang mempercayai KONSEP keberadaan tuhan, namun perlu diketahui bahwa gagasan untuk membuktikan keberadaan Tuhan ditinjau dari DALIL dan KONSEP, hal itu hanya berlaku bagi orang yang sebelumnya ‘sudah percaya’ bahwa Tuhan itu ada. Namun tidak akan pernah meyakinkan seseorang yang tidak percaya adanya Tuhan.

      Secara umum , DEFINISI yang dimaksudkan dengan Tuhan disini adalah Zat yang Kekal Abadi, yang Gaib dan Maha Sempurna (yang Maha Melihat dan Mahatinggi di alam semesta), yang Mahakuasa dan atas kehendak-Nya menciptakan alam semesta ini, dan Anda tambahkan sendiri sebagai Mahapengatur, singkat kata yang dimaksud dengan tuhan oleh kaum theis adalah Tuhan yang Maha segala-galanya.

      Namun, Bagaimana sebuah definisi dapat membuktikan Keberadaan sesuatu?

      Sebuah eksistensi yang berangkat dari sebuah konsep bukanlah merupakan “Pembuktian” yang sebenarnya. KEBENARAN ADANYA TUHAN HANYALAH SEBUAH KONSEP, jadi konsep ini TIDAK DAPAT DIPAKAI sebagai Pembuktian keberadaan Tuhan. Keberadaan Tuhan hanya bisa di dalilkan namun tidak dapat dipertunjukkan. Kehadirannya adalah obyek keimanan, bukan Pengetahuan.

      Sedangkan yang Anda sebutkan diatas
      (“….krn jika tidak ad yg mengatur..bisa tertukar waktu terbit dn terbenamnya matahari.... heheh... itu baru pemikiran yg sederhana saja Sedang sdh dibuktikan secara ilmiah....”.)

      Bila kita berbicara tentang matahari, bulan, bumi, dan planet-planet yang ada di alam semesta ini, berarti kita sedang berbicara tentang ILMU PENGETAHUAN/SAINS, yang bisa dibuktikan secara ilmiah oleh para ahlinya. Namun, jika SAINS dicampur-adukkan dengan soalTuhan- yang tidak pernah kita ketahui sendiri keberadaannya. bahkan saya katakan bahwa tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang pernah mengetahui keberadaan Tuhan, tidak pula bagi para pengkhotbah, para pemuka agama, para guru agama bahkan para Nabi sekalipun, maka semuanya akan menjadi rancu dan menjadi tidak jelas.

      Padahal sudah sangat jelas sebagaimana yang kita ketahui melalui ILMU PENGETAHUAN , bahkan saat kita masih duduk dibangku sekolah , kita telah diajari oleh guru kita untuk mengetahui bagaimana matahari TAMPAK SEPERTI terbit dari Timur dan tenggelam di Barat…, bahwasanya bumi kita-lah yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya. Untuk hal yang sedemikian ini masihkan dibutuhkan Tuhan untuk turun tangan mengaturnya? Lalu, bagaimana dengan semua BENCANA ALAM yang terjadi di dunia ini seperti bencana tsunami, gunung meletus, gempa bumi dll, yang kita ketahui AKIBATNYA SUNGGUH MENGERIKAN , yaitu menelan korban jutaan jiwa serta memporak-porandakan kehidupan manusia dan para makhluk hidup lainnya? Apakah hal itu adalah AKIBAT DARI CAMPUR TANGAN TUHAN pula? atau KEKELIRUAN TUHAN DALAM MERENCANAKAN CIPTAANNYA?

      Oleh sebab itu, pernyataan Anda tersebut sangat erat berhubungannya dengan kepercayaan atau pun keimanan terhadap Tuhan. Percaya atau tidak mempercayai adanya Tuhan, kedua-duanya tidak pernah dapat memberikan bukti nyata bahwa mereka pernah tahu dan melihat sendiri bahwa Tuhan itu ada atau tidak ada.

      Hapus
    2. Jikalau kita tidak pernah mengetahui dan melihat sendiri bahwa Tuhan itu ada, mengapa kita harus mempercayai bahwa Tuhan itu ADA ? Jikalau kita tidak pernah mengetahui dan melihat sendiri bahwa Tuhan itu TIDAK ADA, mengapa kita harus memikirkan sesuatu yang tidak ada?

      Olehkarenanya, dalam Buddhisme tidak terdapat ajaran mengenai Tuhan dalam pemahaman/pengertian sebagai Pencipta, Penguasa,Pengatur alam semesta YANG BERKEPRIBADIAN,yang dipercaya memiliki Super Power. Tidak ada satupun pengertian dari Tuhan diatas yang dapat kita jumpai dalam teks-teks awal Buddhisme, KECUALI beberapa sifat tertentu.

      Demikian pula,Membahas tentang Tuhan- memang akan banyak pertentangan-pertentangan pendapat yang pada dasarnya mereka sama-sama tidak bisa mempertanggung-jawabkan kebenaran argumentasinya sendiri, mengapa? karena mereka HANYA mengetahuinya dari kitab sucinya masing-masing (tidak lebih dari itu), SEHINGGA TIDAK ADA SATU AGAMA PUN YANG SEPAKAT BAHWA TUHAN MEREKA ITU ADALAH 'SATU SOSOK YANG SAMA'. Adapun persamaan-persamaan yang ada dan bisa diterima oleh semua agama hanyalah pada “ SIFAT-SIFAT TUHAN” (Ke-Tuhan-an).

      Demikian pendapat saya, dan tak lupa saya ucapkan terima kasih atas kunjungan Anda ke Blog saya ini.

      Semoga Anda terberkahi kesehatan dan kesuksesan dalam hidup, lahir dan batin.
      Salam bahagia selalu.

      Tanhadi

      Hapus
  13. Namo Buddhaya, mungkin yang dimaksud adalah Hukum Alam kalo menurut Buddha Dhamma sih sebagai Panca Niyama, yang diklaim sebagai zat maha pengatur... :D

    BalasHapus
  14. Terimakasih Bapak Tanhadi atas uraiannya, sangat menambah wawasan.

    Namo Buddhaya _/\_

    BalasHapus
  15. “kepada Tuhan, para malaikat-Nya, semua kitab suci-Nya dan para utusannya”.
    Dan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan Jalan terang, sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah menuju kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya apa yang kamu peselisihkan itu ”
    Jika kesadaran Tuhan di ibaratkan samudera dimana airnya adalah hakekat kebenaran, maka dari waktu ke waktu wahyu mengalir seperti gelombang pasang surut yang berasal dari samudera tak bertepi yang bergerak menuju pantai dunia yang terbatas (wilayah ego). Setiap gelombang memiliki karakter sendiri sesuai dengan tujuannya, yaitu kebutuhan khusus dari waktu dan tempat dalam rangka memberi tanggapan sebagaimana yang ditetapkan Tuhan. Kebutuhan ini mencangkup daya terima dan bakat etnik yang berbeda-beda dari masyarakat. Lahirnya agama-agama dari zaman Adam sampai Muhammad, Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi, Nasrani sampai Islam menjadi wadah dan kebutuhan manusia akan jalan kebahagiaan dan keselamatan. Sebagian besar orang yang beriman berhubungan dengan dengan air yang terkandung dalam gelombang dalam suatu wadah yang membentuk aspek formal, ritualitas agama. Sebagian lagi merupakan orang yang jauh lebih terpikat untuk tenggelam dalam gelombang surut menuju lautan dari pada air yang meninggalkan.

    BalasHapus
  16. Saya mencoba membantu menerangkan
    Sang Buddha tidak pernah menghabiskan waktu untuk perkara-perkara spekulatif tentang asal-mula alam semesta, asal-mula manusia , bahkan tentang tuhan pencipta dsb., mengapa? karena hal ini sangat kecil nilainya bagi pengembangan spiritual menuju Kebahagiaan Sejati.

    Hal ini oleh Sang Buddha digambarkan sebagai orang yang tertembak anak panah beracun, yang menolak untuk mencabutnya sebelum dia tahu siapa yang memanahnya, kenapa panah itu ditembakkan, dari mana anak panah itu ditembakkan. Pada saat semua pertanyaannya belum terjawab, dia sudah mati lebih dahulu. (Cula-Malunkyovada Sutta, Majjhima Nikaya 63).

    Perkara asal mula alam semesta dan konsep Ketuhanan adalah spekulatif
    Sekarang saya berspekulasi:
    Bagaimana jika Tuhan adalah Alien? akan timbul sanggahan dan perdebatan dari spekulasi itu, sehingga hal ini berbelit" dan sia"
    Maka dari itu perdebatan mengenai hal ini memang seperti orang yang terpanah beracun kemudian daripada mengobatinya , orang ini lebih tertarik mencari tahu siapa pemanahnya, sedangkan siapa pemanahnya itu spekulatif, karena tidak ada yang tahu siapa
    Sedangnkan mengobatinya adalah hal yang tidak spekulatif , setelah terobati, maka tidak penting siapa yang memanah karena di konteks ini yang sudah terobati tidak akan terpanah lagi, sedemikian hebatnya obat ini sehingga tidak hanya menyembuhkan tetapi membuat tidak pernah akan terpanah lagi.
    Obatnya adalah dengan mengetahui racunnya dulu yaitu : 4 Kesunyataan mulia
    Empat Kebenaran/Kesunyataan itu adalah:

    Kebenaran tentang adanya Dukkha (Dukkha)
    Kebenaran tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya)
    Kebenaran tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
    Kebenaran tentang jalan berunsur 8 menuju akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga)

    Setelah racunnya teridentifikasi barulah obatnya diberikan yaitu
    Jalan Utama Berunsur Delapan
    Jalan Utama Berunsur Delapan seringkali dibagi menjadi tiga bagian:

    Kebijaksanaan (Pali: Pañña; Sanskerta: prajñā)
    Pengertian Benar (sammä-ditthi)
    Pikiran Benar (sammä-sankappa)
    Kemoralan (Pali: Sīla)
    Ucapan Benar (sammä-väcä)
    Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
    Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
    Konsentrasi (Pali: Samädhi)
    Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
    Perhatian Benar (sammä-sati)
    Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)

    BalasHapus
  17. Makasih om tan, Ini bermanfaat untuk ank remaja seperti saya ��

    BalasHapus
  18. Blog ini sangat bermanfaat untuk anak remaja seperti saya , mantap!

    BalasHapus
  19. Terima kasih, semoga blog ini dapat memberikan manfaat bagi kira semuanya.

    BalasHapus
  20. Wong..bagaimana anda merasa mencapai kebahagiaan hakiki mati aja belum. Bagaimana anda percaya kalau akan lahir kembali dalam rupa yang berbeda. Lucu...

    BalasHapus
  21. Pak, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang menjadi sumber kesialan bagi orang lain ? Misal, ada orang yang menikah 7x dan semua suaminya meninggal (orang yang saya kenal). Bagaimana tentang dosa yang diturunkan? Misal, anak2 nya tidak ada yang bisa memiliki keturunan, walaupun berusaha dengan bayi tabung tetapi cacat. Bagaimana tentang takdir, baik saat hidup sebagai manusia maupun setelah meninggal akan terus menderita selamanya, keturunannya pun ikut menderita atas dosa-dosanya? Bagaimana dengan orang yang mendapat berkah ada pelindungnya sehingga dia dibimbing dan dilindungi asalkan mentaati apa yang dikehendaki yang maha kuasa? Orang ini mampu melihat alam lain dan doanya lebih didengar oleh yang maha kuasa.

    BalasHapus
  22. Pak, bagaimana pendapat bapak tentang orang yang menjadi sumber kesialan bagi orang lain ? Misal, ada orang yang menikah 7x dan semua suaminya meninggal (orang yang saya kenal). Bagaimana tentang dosa yang diturunkan? Misal, anak2 nya tidak ada yang bisa memiliki keturunan, walaupun berusaha dengan bayi tabung tetapi cacat. Bagaimana tentang takdir, baik saat hidup sebagai manusia maupun setelah meninggal akan terus menderita selamanya, keturunannya pun ikut menderita atas dosa-dosanya? Bagaimana dengan orang yang mendapat berkah ada pelindungnya sehingga dia dibimbing dan dilindungi asalkan mentaati apa yang dikehendaki yang maha kuasa? Orang ini mampu melihat alam lain dan doanya lebih didengar oleh yang maha kuasa.

    BalasHapus
  23. Demikian pula,Membahas tentang Tuhan- memang akan banyak pertentangan-pertentangan pendapat yang pada dasarnya mereka sama-sama tidak bisa mempertanggung-jawabkan kebenaran argumentasinya sendiri, mengapa? karena mereka HANYA mengetahuinya dari kitab sucinya masing-masing (tidak lebih dari itu), SEHINGGA TIDAK ADA SATU AGAMA PUN YANG SEPAKAT BAHWA TUHAN MEREKA ITU ADALAH 'SATU SOSOK YANG SAMA'. Adapun persamaan-persamaan yang ada dan bisa diterima oleh semua agama hanyalah pada “ SIFAT-SIFAT TUHAN” (Ke-Tuhan-an).

    Lalu membahas hidup dan mati yang berulangpun juga menimbulkan pertentangan kerena anda blm bisa mempertanggung jawabkan kebenaran bahwa anda pernah mati dan hidup dst. Dalam pembuktian yang bisa di saksikan. Hehe..
    Salam bolak balik dan muter2.

    BalasHapus
  24. Terimakasih atas blog Buddha dhamma nya bpk tanhadi...sungguh mencerahkan.

    BalasHapus