Minggu, Juli 21, 2013

Asalha Puja (Hari Asadha)

ASALHA PUJA
(Hari Asadha)

Menurut penanggalan Buddhis Theravada, pada tanggal 22 Juli 2013 merupakan hari besar Asalha Puja 2557 BE dan bagi para Bhikkhu, hari Asalha berarti pertanda akan dimulainya masa Vassa pada keesokan harinya. Kata 'vassa' artinya `hujan', jadi masa vassa bagi para bhikkhu adalah menetap di suatu tempat (vihara, cetiya bila ada kuti atau di tempat tertentu), selama tiga bulan musim hujan.

Pada masa ini para Bhikkhu belajar, mendalami, menghayati dan mengamalkan Dhamma. di samping itu mereka mengajarkan dan membina umat yang datang ke vihara (tempat ber-vassa) atau membina umat dengan cara mengunjungi para umat yang ada di daerah sekitar tempat ber-vassa. Menurut peraturan kebhikkhuan, selama masa vassa,. para bhikkhu tidak diizinkan untuk meninggalkan tempat ber-vassa, namun bila ada urusan penting maka seorang bhikkhu dapat meninggalkan tempat ber-vassa selama tujuh hari.

“ Jalan yang lurus telah ditunjukkan dengan jelas;
Majulah dan jangan berbalik kembali.
Doronglah dirimu untuk maju.
Dengan cara itu engkau akan mencapai Kebebasan Sempurna (Nibbana).”

“ Memiliki semangat dan keuletan,
selalu bersungguh-sungguh dalam mengarahkan diri,
Orang bijaksana hendaknya tidak cepat puas,
hingga akhir penderitaan telah dapat diraih.”
(Theragatha 637,585)

Kepada para Bhikkhu yang saya hormati dan saya muliakan,
Selamat merayakan Asalha Puja dan Selamat memasuki masa vassa 2557 BE/2013.  Semoga para Bhikkhu Sangha Theravada yang telah mengabdikan segenap hidupnya di Jalan Dhamma-Vinaya dapat senantiasa memberikan bimbingan dan keteladanannya kepada seluruh masyarakat dan umat Buddha pada khususnya.

Semoga kita semua senantiasa berada di bawah lindungan Sang Tiratana.
Semoga para Bhikkhu secepatnya dapat mencapai pembebasan dari dukkha.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Sadu…sadhu..sadhu.._/|\_
Upa. Amaro Tanhadi.



Asalha (Pali) / Asadha (Skt) adalah nama bulan lunar kedelapan. Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asalha disebut Asalha Puja / Asadha Puja.

Peristiwa suci Asalha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang sangat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Sebab, dengan terjadinya peristiwa Asalha itulah, maka sampai saat ini umat Buddha masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hidup dan kehidupan ini.

Hari suci Asalha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati Tiga Peristiwa Penting yang menyangkut kehidupan Sang Buddha dan Ajarannya, yaitu :

1.    Untuk pertama kali Sang Buddha membabarkan Dhammanya kepada lima petapa (Pancavaggiya : Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji), mantan siswa-siswa sepetapaan sebelum menjadi Buddha, bertempat di Taman Rusa Isipatana, dekat Varanasi, India, pada bulan Purnama sidhi di bulan Asalha, pada tahun 588 Sebelum Masehi.

2.  Terbentuknya Arya Sangha (Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama.

3.   Lengkapnya Tiratana/Triratna ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ), yang sebelumnya hanya ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan sendiri oleh Sang Buddha).

Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana /trisarana .

·     Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Sang Buddha sebagai guru dan teladannya.

·  Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha.

·      Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.

Khotbah pertama Sang Buddha ini tercantum dalam Kitab Suci Tipitaka berbahasa Pali, dengan nama : "Dhammacakkappavattana Sutta" (Khotbah Pemutaran Dhamma). Dalam Khotbah tersebut, Sang Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia ( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

Cattari Ariya Saccani atau Empat Kesunyataan Mulia itu terdiri atas :

1.    Dukkha Ariyasacca, yang berarti Kebenaran Mulia tentang adanya dukkha.

2.    Dukkha Samudaya Ariyasacca, yang berarti Kebenaran Mulia tentang sebab dukkha.

3.    Dukkha Nirodha Ariyasacca, yang berarti Kebenaran Mulia tentang lenyapnya dukkha.

4.    Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariyasacca, yang berarti Kebenaran Mulia tentang Jalan untuk melenyapkan dukkha.

Sang Buddha mengajarkan bahwa hidup dalam bentuk apapun adalah dukkha atau penderitaan. Umat Buddha tidak boleh menutup mata pada kebenaran tentang adanya penderitaan yang mencengkeram kehidupan ini. Umat Buddha harus menyadari dan mengakui kenyataan bahwa hidup ini adalah penderitaan. Umat Buddha harus menghadapi penderitaan yang datang padanya dengan tabah.

Selanjutnya, umat Buddha harus berusaha mencabut akar penderitaan itu, agar tidak terus menerus bertumimbal lahir di alam manapun. Sang Buddha mengajarkan bahwa akar atau sebab penderitaan itu adalah tanha atau nafsu-nafsu keinginan rendah yang tidak ada habis-habisnya.

Tanha terdiri atas tiga jenis, yaitu :

1.    Kama tanha, yang berarti keinginan akan kenikmatan-kenikmatan indriya.
2.    Bhava tanha, yang berarti keinginan akan kelangsungan atau perwujudan.
3.    Vibhava tanha, yang berarti keinginan akan pemusnahan.

Hanya dengan terpotongnya sebab penderitaan atau tanha sampai keakar-akarnya, maka kebahagiaan tertinggi dapat dicapai. Hanya dengan dilenyapkannya tanha, maka dukkha juga dapat dilenyapkan. Lenyapnya dukkha berarti tercapainya Nibbana.

Sang Buddha mengajarkan bahwa ada satu jalan untuk membebaskan makhluk dari penderitaan, yaitu Ariya Atthangika Magga (Jalan Mulia Berunsur Delapan). Jalan yang Agung dan Keramat ini hanyalah satu, tetapi terdiri atas delapan unsur yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari yang lainnya. Jalan Keramat ini dikenal juga sebagai “ Jalan Tengah “ ( Majjhima Patipada ), karena “Jalan” ini mengindari dan berada di luar cara hidup yang ekstrim, yaitu pemuasan nafsu yang berlebih-lebihan dan penyiksaan diri.

Ariya Atthangika Magga (Jalan Mulia Berunsur Delapan) ini terdiri atas :

1.    Pandangan Benar (Samma ditthi).
2.    Pikiran Benar (Samma sankappa).
3.    Ucapan Benar (Samma vaca).
4.    Perbuatan Benar (Samma kammanta).
5.    Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva).
6.    Daya Upaya Benar (Samma Vayama).
7.    Perhatian Benar (Samma sati).
8.    Konsentrasi Benar (Samma samadhi).

Ariya Atthangika Magga dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu : sila, samadhi, dan panna. Umat Buddha harus mengembangkan latihan sila, samadhi, dan panna dalam kehidupan sehari-hari. Memang tidak mudah untuk melakukan hal ini. Tetapi juga bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Sila berarti prilaku yang baik atau tingkah laku yang luhur. Sila meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu : Samma Vaca, Samma Kammanta, dan Samma Ajiva.

Samadhi berarti konsentrasi, yaitu pemusatan pikiran pada satu objek yang baik. Samadhi meliputi tiga bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Vayama, Samma Sati, dan Samma Samadhi.

Panna berati kebijaksanaan luhur, yaitu mengetahui antara yang benar dan tidak benar, yang berguna dan tidak berguna. Panna meliputi dua bagian dari Ariya Atthangika Magga, yaitu Samma Ditthi dan Samma Sankhappa.

Sang Buddha telah mewariskan Cattari Ariya Saccani untuk direalisasikan agar dapat melepaskan diri dari siklus kelahiran yang berulang-ulang yang penuh dengan penderitaan ini. Ya….umat Buddha harus berjuang dengan gigih dalam kehidupan sehari-hari, untuk memperkecil sebab-sebab penderitaan, untuk mencapai kebahagiaan setahap demi setahap.

Dalam Ratana Sutta bait kesembilan terdapat sabda Sang Buddha sebagai berikut:

“ Mereka yang telah menembus Empat Kesunyataan Mulia,
yang dibabarkan dengan jelas oleh Sang Maha Bijaksana,
meskipun belum sempurna,
namun mereka tidak akan mengalami kelahiran yang kedelapan.”

Ini berarti bahwa mereka mencapai tingkat kesucian Sotapanna, yang akan lahir paling banyak tujuh kali lagi.


Silahkan Baca juga : 


-oOo-




3 komentar: