Senin, Maret 21, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (B 1)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi


KELOMPOK : B (1)

Bahussutta/(skt.Bahuśruta) : 1). Ia yang telah banyak mendengar, 2). Berpengetahuan luas.

Bavhãbãdhã : Berpenyakitan.

Bhavogha : Banjir perwujudan menunjukkan semua alam-alam kehidupan, di mana kelahiran dan kematian dapat diharapkan.

Bija : Benih, bibit, asal-mula, sebab.

Bija Niyãma : Hukum Biologis.

Bodhi (Bo-tree) : 1). Penerangan, 2). Pengetahuan tinggi, 3). Pohon kebijaksanaan.
Ficus religiosa; dibawah pohon ini Sang Buddha mendapatkan Kesadaran Agung ; juga disebut pohon Assattha.

Bodhicitta : Tekad mencapai pencerahan kebuddhaan.
Bagaimana kita dapat mengembangkan Bodhicitta atau tekad mencapai keBuddhaan ini? Kita dapat mengembangkannya bila kita telah dapat mengikrarkan “Tekad” kita. Apakah yang dimaksud dengan "Tekad"?, Tekad adalah tujuan positif yang akan kita hadapi dan jalankan.

Untuk menimbulkan tekad, apa yang harus kita lakukan? Tekad dapat timbul di saat kita telah:
·       Melepaskan keserakahan.
·       Melepaskan kebencian.
·       Melepaskan kebodohan.

Tekad terbagi menjadi 2 jenis:

Tekad kecil.
Tekad ini biasa dilakukan oleh orang awam, dan umumnya hanya untuk diri sendiri atau keluarga, tidak peduli dengan orang banyak.

Tekad besar.
Tekad ini dilakukan oleh orang yang telah mengerti tentang Bodhicitta, atau mereka yang mau menjalankan jiwa dan semangat Bodhisattva. Orang-orang ini selalu menyadari bahwa makhluk hidup yang ada di alam semesta ini hidup dengan penuh penderitaan. Bagi mereka yang melaksanakan, dan menjalankan jiwa/semangat Bodhisattva akan selalu bertekad melakukan kebajikan tanpa mengharapkan imbalan untuk menolong agar semua mahkluk hidup bahagia dan dapat mencapai Alam Bahagia (Tanah Suci Sukhavati).

Apapun sebab yang kita perbuat, baik maupun buruk, kita pasti akan menerima akibatnya. Hal ini tidak terelakkan, tidak bisa dipungkiri dan tidak dapat dihapus dengan apapun juga.

Setelah menjalankan tekad besar ini dengan ikhlas dan tulus, sekaligus melepaskan keserakahan dan keterikatan akan nama dan kedudukan, barulah dengan sendirinya seseorang dapat mengembangkan Bodhicitta (bertekad mencapai pencerahan kebuddhaan, untuk menolong sesama makhluk).

Ada hal lain yang penting untuk disadari. Sebenarnya segala sesuatu juga tidak terlepas dari proses jodoh. Untuk mengembangkan dan melaksanakan jiwa/semangat Bodhisattva inipun juga tergantung proses jodoh. Bila tidak mempunyai satu pertemuan antara A dan B, maka jiwa Bodhisattva tidak dapat terlaksanakan.

Proses jodoh apa saja yang memungkinkan bagi kita untuk mengembangkan Bodhicitta?

Mengingat jasa Sang Buddha, Guru Junjungan kita:

·       Mengingat saat Sakyamuni Buddha pertama kali mengembangkan   tekad untuk menolong seluruh makhluk.
·       Mengingat jasa Sang Buddha bagi kita di saat kita ditutupi oleh kebodohan sendiri dan tidak dapat menerima pendapat dan nasehat orang lain. Dengan kebodohan ini kita masuk neraka untuk menerima karma buruk yang telah kita perbuat. Melihat penderitaan yang kita alami, Sang Buddha pasti akan merasakan sedih dan berusaha untuk menolong kita dengan cara apapun juga.

Sang Buddha selalu dengan jiwa besar mengembangkan dan menjalankan Bodhicitta demi kita semua dan seluruh makhluk di Alam Semesta ini.

Mengingat jasa kedua orang tua kita:

·       Mengingat ibu yang melahirkan kita dan orang tua yang telah memelihara kita hingga dewasa.
·       Selalu mengenang jasa kedua orang tua kita di setiap kehidupan.
·       Mengenang jasa orang tua kita di kehidupan yang lampau, intinya, semua makhluk adalah orang tua kita.

Mengingat jasa para guru:
·       Mengingat jasa Guru Besar kita yang telah mengajarkan Dharma kepada kita.
·       Mengingat jasa guru sekolah dari kelompok bermain hingga kita sarjana.
·       Mengingat bahwa kehidupan para guru hanyalah dari pengabdian saja.
·       Mengingat orang-orang yang telah berjasa:
·       Mengingat jasa para petani, pahlawan, dokter dan lainnya.

Mengingat jasa para makhluk hidup:
·       Kita harus menyadari bahwa kita tidak dapat hidup tanpa orang lain.
Menyadari bahwa setiap makhluk hidup ada kaitannya dengan kita dan ini disebut dengan tali perjodohan yang telah terjalin berkalpa-kalpa yang lalu.

Mengingat penderitaan hidup dan mati:
·       Kita dan para makhluk lain tidak hentinya lahir dan mati.
Kita kadang terlahir di Alam Bahagia, kadang terlahir di alam manusia, dan kadang terlahir di alam neraka, yang mana sama-sama menerima penderitaan dan penyiksaan yang diakibatkan oleh karma perbuatan buruk kita sendiri.

Mengingat para Sesepuh:
·       Mengingat para Buddha dan Sakyamuni Buddha yang telah mencapai pencerahan sempurna.
·       Mengingat para Bodhisattva yang selalu melaksanakan Bodhicitta demi menolong sesama makhluk.
·       Mengingat para sesepuh yang telah mencapai pencerahan.
Menyadari bahwa kita masih saja terus bergelut dengan karma dan tumimbal lahir.

Menyesali karma-karma buruk:
·       Karma buruk kecil saja kita sudah sulit menerimanya, apalagi karma buruk besar. Apakah kita dapat menerimanya?

Meminta terlahir di Alam Bahagia (Pantai Seberang):
·       Melatih diri dengan tekun.
·       Mengembangkan perbuatan baik.
·       Mengembangkan jiwa dan melapangkan dada untuk selalu berdana.
Bila tidak mengembangkan kebajikan, maka sulitlah untuk dapat mencapai Pantai Bahagia. Ini disebut kemunduran atau kegagalan dalam mengembangkan bibit Bodhicitta.

Berupaya agar Buddhadharma tidak musnah:
·       Sang Buddha mengajarkan DharmaNya, dan mengajarkan bagaimana menjalankan Dharma.
·       Selalu melatih diri, selalu sabar atas yang sulit disabari, selalu melakukan perbuatan baik yang sulit dilakukan.
·       Tidak membeda-bedakan, tidak gossip, dan tidak menciptakan keributan.

Bodhisatta/ (skt.Bodhisattva): Makhluk Agung yang bercita-cita untuk mencapai Penerangan Sempurna/menjadi Buddha.

Seorang Bodhisattva adalah calon Buddha.
Seorang Bodhisattva berikrar untuk menjadi Buddha.
Seorang Bodhisattva berjuang demi menguntungkan makhluk lainnya.

Bodhisattva digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :

a. Paññadhika Bodhisattva :
adalah calon Samma Sambuddha yang memiliki Pañña (kebijaksanaan) yang kuat. Untuk mencapai ke-Buddha-an ia harus melaksanakan dan memenuhi paramita (faktor-faktor yang diperlukan untuk mencapai kebuddhaan) sekurang-kurangnya selama empat Asankheyya dan seratus ribu kappa.

b. Saddhãdhika Bodhisattva :
adalah calon Samma Sambuddha yang memiliki Saddhã (keyakinan) yang kuat. Untuk mencapai kebuddhaan, ia harus melaksanakan dan memenuhi paramita sekurang-kurangnya selama Delapan Asankheyya dan seratus ribu kappa.

c. Viriyãdhika Bodhisattva :
adalah calon Samma Sambuddha yang memiliki viriya (semangat) yang kuat. Untuk mencapai kebuddhaan ia harus melaksanakan dan memenuhi paramita sekurang-kurangnya selama enam Asankheyya dan seratus ribu kappa. (tentang Buddha ini dapat dirujuk pada : Samyutta Nikaya Atthakatha 1.47). untuk mencapai tingkat kebuddhaan, seorang bodhisattva harus dengan tekun melaksanakan Paramita ( faktor yang dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan) yaitu Dasa paramita atau Sadparamita.

Dalam tradisi Mahayana, Bodhisattva akan berusaha menjadi Buddha agar memiliki kemampuan terbaik untuk menolong semua makhluk. Begitu banyaknya jumlah Bodhisattva, berikut ini hanya beberapa contoh Bodhisattva yang pada umumnya di puja:

1. Akasagarbha Bodhisattva ( Xukongzàng púsà )
adalah salah satu dari delapan Bodhisattva besar.
Mantranya: Namo Akasagarbhaya om  arya kamari mauli svaha .
Mantra ini dipercaya dapat meningkatkan kebijaksanaan bagi mereka yang membacanya.

2. Avalokitesvara atau Chenrezig ( Guanyin )
adalah Bodhisattva yang mewakili welas asih para Buddha. Dilihat dari asal katanya, Avalokite (tertampak) dan Isvara (Tuhan) dan dalam bahasa Mandari diterjemahkan sebagai Bodhisattva yang melihat dan mendengar suara dunia.
Mantranya:  Om Mani Padme Hum.
Avalokitesvara berikrar tidak akan pernah istirahat sampai semua makhluk bebas dari samsara.

3. Mahasthamaprapta ( Da Shì Zhì )
adalah Bodhisattva yang melambangkan kekuatan kebijaksanaan dan sering digambarkan bersama Avalokitesvara dan Amitabha. Tidak seperti Bodhisattva lainnya, nama Bodhisattva ini umumnya  kurang dikenal. Dalam Shurangama Sutra, Mahasthamaprapta menceritakan bagaimana Beliau mendapatkan pencerahan melalui pelafalan Buddha, atau kesadaran murni terhadap Buddha secara berlanjut, untuk mencapai Samadhi.

4. Ksitigarbha ( Dìzàng Wáng Púsà )
dapat diterjemahkan sebagai “Bumi tempat menyimpan ke-sepuluh sutra”. Ksitigarbha sering digambarkan dengan mahkota yang terdapat Dhyani Buddha dan memegang tongkat. Bodhisattva ini memiliki ikrar, sebagai berikut : “Jika neraka belum kosong, maka aku tidak akan menjadi  Buddha.”

5. Maitreya
mengajarkan Dharma. Maitreya diturunkan dari kata maîtri, yang berarti cinta kasih. Bhiksu Pu Tai, yang hidup pada zaman Dinasti Tang.
Mantranya: Om maitri maitreya maha karuna ye.

6. Manjusri ( Wénshushili Púsà )
adalah dikenal sebagai Pangeran Dharma. Beliau mewakili kebijak-sanaan, intelejensi, dan realisasi. Beliau juga disebut Manjughosa. Beliau digambarkan memegang pedang di tangan Ra Pa Tsa Na Dhih dipercaya memperkuat kebijaksanaan dan meningkatkan keahlian mengingat, berdebat, menulis, dan menjelaskan.

7. Samantabhadra ( Puxián púsà )
adalah Raja Kebenaran yang melambangkan praktek dan meditasi semua Buddha. Di dalam Avatamsaka Sutra, dijelaskan bahwa Beliau membuat sepuluh ikrar yang menjadi dasar praktek Bodhisattva.

8. Vajrapani (permata di tangan)
adalah salah satu dari Bodhisattva terawal di tradisi Mahayana. Beliau adalah pelindung dan pemandu Buddha, melambangkan kekuatan Buddha. Vajrapani menjadi salah satu dari tiga sifat Buddha, yaitu melambangkan kekuatan. Selain itu, terdapat Avalokitesvara yang melambangkan welas asih dan Manjusri yang melambangkan kebijaksanaan.

9. Tara atau Arya Tara (Tibetan: Jetsun Dolma)
umumnya lebih dikenal dalam Budhisme Tibetan. Beliau adalah ibu pembebas dan melambangkan kesuksesan dalam aktivitas dan pencapaian. Tara memiliki berbagai bentuk seperti: Tara Hijau, Putih, Merah, Hitam, Kuning, Biru, Cittamani, dan Khadiravani.
Mantra Tara : Om Tare Tu Tare Ture Svaha

10. Skanda Bodhisattva ( Wei Tuo Pu Sa )
sebagai Bodhisattva yang dihormati sebagai penjaga Dharma di monastery. Beliau adalah satu dari dua puluh empat Bodhisattva penjaga. Dalam sutra Cina, biasanya gambar Bodhisattva ini ditemukan di akhir, mengingat ikrarnya untuk melindungi Dharma.

11. Sangharama Bodhisattva ( Qíelán Púsà )
dihormati sebagai Bodhisattva dan pelindung Dharma. Beliau adalah penjaga vihara dan rupangnya berada di sebelah kiri, berlawanan dengan Skanda Bodhisattva yang berada di kanan. Selain di atas, masih banyak lagi nama-nama Bodhisattva yang dipuja dan dihormati. Namun, sesungguhnya kita perlu menyadari bahwa selain melakukan pemujaan, kita harus meneladani sifat-sifat Mereka. Kita menjadikan Mereka figur, berjuang tanpa henti untuk menjadi seperti Mereka demi menolong semua makhluk bebas dari lautan penderitaan menuju ke pantai seberang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar