Minggu, Maret 27, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (D)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi


KELOMPOK :

Dãgoba : Stupa, tempat  meletakkan relik Sang Buddha.

Damma : Pengendalian diri.
Usaha untuk melatih diri agar dapat mengendalikan perbuatan melalui pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani. Ketika berada dalam kondisi yang baik atau kurang baik, pengendalian diri sangat penting untuk memunculkan kebijaksanaan. Ketika hal-hal baik muncul, tidak menjadi terbuai, terhanyut, serakah ataupun melekat, dan sebaliknya hal-hal buruk muncul maka tidak menjadi marah, benci, ataupun memusuhinya.

Dãna : 1). Derma, 2). Amal, 3). Kemurahan hati.

8 Jenis berdana
Pada Kitab suci Angguttara Nikaya IV,236 , Sang Buddha membagi 8 jenis orang berdana:

Berdana karena jengkel/untuk menghina penerimanya.
Berdana karena terdorong oleh ketakutan.
Berdana karena untuk membalas jasa.
Berdana untuk mendapatkan hal yang sama di masa depan.
Berdana untuk kepentingan orang lain.
Berdana karena tahu itu perbuatan baik.
Berdana untuk memperoleh popularitas.
Berdana untuk memperindah batin.

Berdana dikarenakan kepedulian atau empati terhadap penderitaan sipenerima, dengan berpikir semoga berdana melatih sifat metta dan karuna untuk mencapai jalan dan buah, Nibbana. Inilah berdana demi kemajuan kualitas batin.

Pada saat berdana kadang muncul perasaan berat dari dalam hati ( baca: tidak rela) entah berat dikarenakan alasan apapun semestinya pada saat itu disadari bahwa dengan melatih berdana akan mengurangi kemelekatan demi tercapainya jalan dan buah, Nibbana. Inilah yang disebut berdana demi kemajuan kualitas batin.

Memberi persembahan dilandasi oleh rasa kagum, hormat atas kebijaksanaan atau sifat luhur seseorang (arya) dengan berpikir bahwa semoga saya dapat mencapai jalan dan buah, Nibbana seperti jejak Beliau. Inilah jenis berdana demi kemajuan kualitas batin.

Berbagai definisi mengenai jenis dana, mutu dana dan lain sebagainya yang terdapat dalam pengertian di masing-masing Buddhisme, pada dasarnya adalah sama yaitu haruslah dilakukan dengan hati yang penuh keikhlasan, bersuka-cita, penuh kerelaan tanpa mengharapkan imbalan apapun dan penuh hormat sebagaimana seorang bijaksana sehingga akan senantiasa hidup bahagia dalam kehidupan saat ini ataupun alam berikutnya.

Sang Buddha bersabda:

“Di dunia ini ia berbahagia, di dunia sana ia berbahagia;
pelaku kebajikan berbahagia di kedua dunia itu,
 ia akan berbahagia ketika berpikir,
‘aku telah berbuat kebajikan’,
dan ia akan lebih berbahagia lagi ketika berada di alam bahagia.”
(Dhammapada, 18).

 “Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa.
Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati.
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi,
dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya.”
 (Dhammapada , 177)

Dana Paramita : Kesempurnaan dalam berdana.
Merupakan salah satu paramita yang harus dilaksanakan oleh seorang calon Buddha untuk dapat mencapai kebuddhaan. Dana Paramita ini dilaksanakan dengan mendanakan barang, anggota tubuh sampai jiwa sekalipun.

Dasa : Sepuluh.

Dasa Paramita : Sepuluh faktor yang dibutuhkan oleh Bodhisattva untuk mencapai kesempurnaan, yaitu :

1. Dana : adalah beramal, bermurah hati atau ber-derma

2. Sila : adalah bermoral, hidup melaksanakan sila.

3. Nekkhama : adalah menghindari diri dari nafsu indera.

4. Panna : adalah kebijaksanaan, mengetahui sebab dan akibat, mengerti keadaan dan  sesuatu berdasarkan kebenaran.

5. Metta : adalah usaha atau berusaha dengan sekuat tenaga, tidak takut akan rintangan.

6. Khanti : adalah kesadaran, sabar menghadapi segala sesuatu, mampu mengendalikan pikiran sehingga ia kelak terbebas dari kekotoran batin.

7. Sacca : adalah kebenaran, benar dalam perbuatan yang dilakukan oleh Pikiran, Ucapan dan badan jasmani.

8. Adhithana  : adalah tekad yang mantap, memutuskan sesuatu dengan tepat, dan berbuat sesuatu  selesai pada waktunya.

9. Mettã : adalah cinta kasih tanpa keinginan memiliki, cinta kasih yang ditujukan kepada semua  makhluk di 31 alam kehidupan, tanpa membedakan bangsa, ras, agama dsb. adalah merupakan cinta kasih yang Universal.

10. Upekkha : adalah batin yang seimbang /tidak tergoyahkan, batin yang terarah pada kebenaran Dhamma.

Dasa-rãja-dhamma : Sepuluh kewajiban seorang raja.

Desanã/(skt.Desanã) : Khotbah, pembabaran, pengajaran.

Devata : Para dewa.

Dibba : Dewa.

Dibbacakkhuñãna : Mata batin.

Dibbasotañãna: Telinga batin , telinga Dewa,
Yaitu kemampuan mendengar yang istimewa, yang memungkinkan orang untuk mendengar suara yang halus atau kasar, jauh atau dekat.

Dibba-Cakkhu : Kemampuan mata dewa.
Yaitu kemampuan melihat apa yang akan terjadi, memungkinkan seseorang untuk melihat benda-benda surgawi atau duniawi, jauh atau dekat, yang tidak dapat diterima oleh mata jasmaniah.

Ditthi/(skt.dŗşţi) : 1). Pandangan salah, 2). pemahaman keliru, 3). kepercayaan yang keliru.
Adalah sesuatu yang ada dianggap tidak ada, yang tidak ada dianggap ada; yang salah dianggap benar, yang benar dianggap salah. Ditthi juga secara dogma menganggap pandangan sendiri yang keliru sebagai benar dan pandangan benar orang lain sebagai keliru.

Mempercayai pencipta dunia dan isinya yang mahakuasa; percaya adanya atta(jiwa) disetiap tubuh makhluk; pandangan salah seperti ini disebut ditthi.

Ditthi-upadana :  Kemelekatan terhadap pandangan-pandangan salah.

Ditthi-patto :  Orang yang terbebas melalui pandangan.

Ditthi-visuddhi : Kesucian Pandangan sebagai hasil dari pelaksanaan Pañña dan terkikis habisnya Anusaya.

Diṭṭhogha : Merupakan banjir pandangan.

yaitu 3 macam pandangan salah, sebagai berikut:

1. Akiriya diṭṭhi, yaitu ajaran yang menolak akibat-akibat kamma. Beranggapan bahwa tidak ada akibat nyata dari apa yang disebut baik atau buruk. Jadi, apabila seseorang melakukan perbuatan baik atau buruk yang tidak dilihat atau diketahui orang lain, maka secara mutlak tidak ada akibat baik atau buruk untuk diharapkan dari perbuatan itu. Suatu perbuatan baik atau buruk yang berlangsung tanpa diperhatikan oleh orang lain adalah sama seperti tidak ada. Macam keyakinan ini menolak akibat (vipaka) dari kamma itu sendiri, hanya menerima apa yang dipersembahkan pada seseorang oleh orang lain.

2. Ahetuka diṭṭhi, yaitu ajaran yang menolak sebab-sebab kamma. Pandangan ini menolak sebab-sebab kamma itu sendiri, mengajarkan faham nasib atau takdir (dan dengan demikian dapat disebut determinisme). Seseorang yang menganut ajaran ini beranggapan bahwasanya orang-orang mengalami kebahagiaan atau penderitaan sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan bagi mereka. Selama saat-saat beruntung, apapun yang mereka lakukan pasti akan memberikan hasil-hasil baik seperti kenaikan pangkat, kekayaan dan nama harum; sedangkan pada saat-saat tidak beruntung mereka dapat dipecat, gagal dan putus asa, tidak peduli bagaimanapun bersemangatnya mereka telah berjuang untuk berbuat baik. Ajaran ini menolak kekuatan kamma sebagai sebab yang mendasari kebahagiaan dan penderitaan.

3. Natthika diṭṭhi, yaitu ajaran yang menolak semuanya, atau ajaran tentang ketiadaan. Pandangan ini mengajarkan bahwasanya tak ada pun juga dari apa yang disebut manusia atau binatang. Wujud-wujud ini adalah hasil-hasil pengelompokan dari apa yang disebut unsur-unsur, yang kadang-kadang membantu satu dengan yang lain, dan kadang-kadang berlawanan satu dengan yang lain. Demikianlah keadaan ini, karena sifat dasar masing-masing, tak ada pun juga dari apa yang dianggap sebagai perbuatan baik atau buruk itu sendiri. Apabila, misalnya, setelah turun hujan pohon-pohon berbunga dan menghasilkan buah, adalah tak masuk akal untuk berpikir bahwasanya terdapat suatu perbuatan berjasa pada pihak sang hujan. Selanjutnya, apabila suatu api di dalam hutan membakar seluruh pohon-pohon di dalamnya, tak ada seorang pun berpikiran waras akan pernah beranggapan bahwasanya terdapat suatu perbuatan jahat yang dilakukan oleh api (demikianlah keadaannya, tak ada dianggap sebagai perbuatan berjasa atau jahat apapun bilamana seseorang ’melukai’ atau ’membantu’ orang lain).

Dosa /(skt. Doşa/Dveşa) : 1). Kebencian, 2). Penolakan yang kuat, 3). Kemarahan, 4). Kemauan jahat, 5). Dendam.
Yaitu Sifat batin yang cenderung tidak senang atau memusuhi makhluk lain karena adanya konflik atau pertentangan dari pikiran terhadap obyek.

Secara etika berarti kebencian, tetapi secara phsykologi berarti pukulan yang berat dari pikiran terhadap obyek (yaitu pertentangan atau konflik). mengenai ini terdapat dua macam nama, yaitu : patigha atau dendam, dan byapada atau kemauan jahat.

Akibat dari Dosa :
- Semua makhluk dilahirkan di alam neraka (niraya) dengan kekuatan Dosa.

Dosa gati : Dorongan kebencian.

Domanassa : 1). Tidak menyenangkan , 2). Kesedihan, 3). Penderitaan batin.

Dubbannã : Jelek.

Duggati /(skt.durgati): 1). Alam menderita , 2). Alam sengsara.
Makhluk-makhluk alam Duggati (niraya, Tiracchana, Peta dan Asura) adalah makhluk-makhluk yang tidak mempunyai batas usia yyang jelas. Contoh kehidupan di alam Niraya (neraka) yang hanya pendek, yaitu devi Malika, Permaisuri Raja Pasenadi di Kosala, yang setelah ia meninggal terlahir kembali di alam Niraya, namun karena karmanya, hidup di alam Niraya hanya pendek, maka setelah 7 hari di alam Niraya, ia terlahir kembali di alam tavatimsa.

Begitu pula dengan makhluk-makhluk lain di alam Duggati, usia merekapun ada yang pendek adapula yang panjang. Misalnya binatang dapat berusia cukup panjang, namun adapula yang berusia pendek karena sakit ataupun karena dibunuh.

Dukkha / (skt.duhkha) : 1). Tidak memuaskan, 2). Penderitaan, 3). Kesakitan
Kata Pali “dukkha” dalam percakapan sehari-hari sering diterjemahkan sebagai : derita, sakit, sedih atau masygul sebagai lawan kata dari “sukha”(bahagia, senang, gembira). Tetapi kata “dukkha” yang dipergunakan dalam Kebenaran Mulia Pertama , yang merupakan pandangan Sang Buddha tentang kehidupan dalam bentuk apapun juga, mempunyai arti filosofis yang lebih dalam dan mencakup bidang yang sangat luas. kata “dukkha” selain berarti “derita” biasa, juga mempunyai arti yang lebih dalam lagi, seperti : tidak sempurna, tidak kekal, kosong, tanpa inti, tidak memuaskan, beban,dll.

Sang Buddha tidak pernah mengingkari adanya kebahagiaan dalam kehidupan. Sebaliknya Beliau mengakui tentang berbagai bentuk kebahagiaan, materiil maupun spiritual, bagi orang biasa dan juga bagi para Bhikkhu. Dalam kitab Anguttara Nikaya, dapat ditemukan daftar dari kebahagiaan (sukhani), misalnya kebahagiaan kehidupan berkeluarga dan kebahagiaan seorang pertapa, kebahagiaan getaran-getaran hawa nafsu dan kebahagiaan dari orang yang menyingkir dari kehidupan duniawi, Kebahagiaan terikat kepada sesuatu dan kebahagiaan karena terbebas dari ikatan-ikatan, kebahagiaan badaniah dan kebahagiaan mental,dll.

Namun, semua kebahagiaan tersebut diatas juga termasuk dalam dukkha. Bahkan, harus diketahui bahwa keadaan “jhana” (yang dapat dicapai dengan melaksanakan samadhi), sehingga orang dapat membebaskan dirinya dari penderitaan dalam artian umum dan berada dalam kebahagiaan yang murni atau keadaan “jhana” yang terbebas dari perasaan “sukha” dan “dukkha” sehingga ,merupakan keseimbangan dan kesadaran belaka, juga termasuk dalam pengertian “dukkha”.

Dalam salah satu sutta dari Majjhima Nikaya, setelah memuji kebahagiaan batin yang diperoleh dari “jhana”, Sang Buddha kemudian bersabda bahwa kebahagiaan itu akan berubah dan tidak kekal dan karenanya harus digolongkan dalam “dukkha” (anicca dukkha viparinama-dhamma).Dari contoh-contoh diatas dapat diketahui dengan jelas, bahwa “dukkha” bukan hanya disebabkan oleh penderitaan dalam artian umum, tetapi segala sesuatu yang tidak kekalpun adalah “dukkha” (Yad aniccang tang dukkhang).

Konsep dukkha dapat ditinjau dari tiga segi :
1.dukkha sebagai derita biasa ( dukkha-dukkha)
2.dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan (viparinama-dukkha)
3.dukkha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi (sankhara-dukkha)

Semua jenis penderitaan dalam penghidupan ini seperti : dilahirkan, berusia tua, mati; bekerjasama dengan orang yang tidak disukai atau harus berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan ; dipisahkan dari orang yang dicintai atau keadaan yang disenangi; tidak memperoleh sesuatu yang diinginkan; kesedihan, keluh kesah, kegagalan dan semua bentuk derita fisik dan mental yang oleh umum dianggap sebagai derita dan sakit digolongkan dalam “dukkha sebagai derita biasa “ (dukkha-dukkha).

Suatu perasaan bahagia, suatu keadaan bahagia dalam kehidupan ini adalah tidak kekal. cepat atau lambat hal ini akan berubah dan perubahan ini akan menimbulkan kesedihan, derita dan ketidakbahagiaan. Semua ini dapat digolongkan dalam “dukkha sebagai akibat dari perubahan-perubahan “(viparinama-dukkha)”.

Lima kelompok kemelekatan/kegemaran (Pancakkhanda) yaitu : Badan jasmani, Perasaan, Pencerapan, Bentuk-bentuk Pikiran dan Kesadaran, yang secara umum disebut sebagai makhluk , orang atau sebagai “aku” , semuanya hanya merupakan kombinasi dari energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah.

Sang buddha pernah bersabda :” Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Lima kelompok kegemaran ini adalah dukkha “ . Dan pada kesempatan lain Beliau dengan tegas menyatakan : “ O bhikkhu, apakah dukkha itu ? harus diketahui bahwa lima kelompok kegemaran itu adalah dukkha”.

Kita harus mengerti dengan jelas bahwa dukkha dan lima kelompok kegemaran bukanlah dua hal yang berbeda; lima kelompok Kegemaran itu sendiri adalah Dukkha.

12 macam penderitaan (dukkha):

- Jati-dukkha : Penderitaan dari kelahiran.
- Jara-dukkha : Penderitaan dari ketuaan.
- Byadhi-dukkha : Penderitaan dari kesakitan.
- Marana-dukkha : Penderitaan dari kematian.
- Soka-dukkha : Penderitaan dari kesedihan.
- Parideva-dukkha : Penderitaan dari ratap tangis.
- Kayika-dukkha : Penderitaan dari jasmani.
- Domanassa-dukkha : Penderitaan dari batin.
- Upayasa-dukkha : Penderitaan dari putus-asa.
- Appiyehisampayoga-dukkha : Penderitaan karena berkumpul   dengan orang yang tidak disenangi atau dengan musuh.
- Piyehivippayoga-dukkha : Penderitaan karena terpisah dengan   sesuatu yang dicinta.
- Yampicchannaladhi-dukkha : Penderitaan karena tidak tercapai apa yang dicita-citakan.

Dukkha samudaya ariyasacca : Kebenaran Mulia tentang Permulaan dukkha.

Dukkha Nirodha ariyasacca : Kebenaran Mulia tentang Terhentinya dukkha.

Dukkha patipada dandhabhinna : Praktek yang sukar dengan kemajuan lambat.

Dukkha patipada dankhippabhinna : Praktek yang sukar dengan kemajuan cepat.

Duppannã : Dungu.

Dhamma/(skt.Dharma) : 1).Ajaran, 2).Kebenaran, 3).Hukum alam, 4). Agama, 5). Kesunyataan.

Dhamma berarti ajaran Sang Buddha yang berisikan Kebenaran Tertinggi yang membimbing manusia untuk mencapai Kebebasan.

Dhamma itulah ajaran dari Sang Buddha, kebenaran tertinggi untuk  memutuskan dukkha di dunia Saha, kebenaran tertinggi yang "ditemukan" kembali oleh Guru Buddha dalam perenungan meditasi oleh Maha Prajna Beliau. Dhamma itulah doktrin-doktrin dalam Buddhisme (4 kebenaran mulia, Tilakkhana, hukum karma, dll) sebagai patokan bagi Buddhis untuk mencapai pembebasan sejati. Dhamma itulah apa yang kita pelajari sebagai seorang Buddhis, yang apabila dipraktekkan akan menghasilkan kebahagiaan dan batin yang seimbang. 

Buddha Dhamma
Agama Buddha dalam pengertian doktrin berarti Ajaran dan Peraturan  (Dhamma dan Vinaya) dinamakan Buddha-sasana. Karena Dhamma ditemukan kembali oleh Sang Buddha, maka seluruh Ajaran Sang Buddha dapat disarikan dalam satu kata saja dan lebih sering disebut Buddha Dhamma dan di Barat orang-orang memakai istilah Buddhism.

Ajaran Sang Buddha ( Buddha Dhamma ) meliputi :
- Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani)
- Adanya Penderitaan (Dukkha)
- Asal-mula penderitaan (Dukkha Samudaya)
- Akhir penderitaan (Dukkha Nirodha)
- Jalan menuju akhir penderitaan (Magga)

Delapan Jalan Kebenaran Mulia (Atthangika-magga).
- Pengertian benar ( Samma-ditthi)
- Pikiran benar (Samma-sankappa)
- Ucapan benar (Samma-vaca)
- Perbuatan benar ( Samma-kammanta)
- Mata pencaharian benar (Samma-ajiva)
- Upaya benar (Samma-vayama)
- Perhatian benar (Samma-sati)
- Konsentrasi benar (Samma-samadhi)

Tiga Corak Umum ( Tilakkhana )
1. Semua bentuk yang berkondisi adalah tidak  kekal ( Anicca ).
2. Semua bentuk yang terkondisi adalah tidak sempurna (Dukkha )
3. Semua  bentuk yang terkondisi dan yang tidak terkondisi adalah      tanpa “ Aku “ ( Anatta).

Arti Dhamma
Dhamma (Pali) atau Dharma (Skt) sebenarnya mempunyai banyak makna dan berbeda-beda artinya untuk konteks yang berlainan. Dhamma bisa berarti ; Kebenaran /Kesunyataan, Doktrin, Agama, Ajaran, Hukum moral, Kebajikan, Keadilan, Nilai, Suatu tujuan hidup, Tugas dan kewajiban, Segala sesuatu, Alam, Fenomena, Keadaan, Sifat, Unsur-unsur keberadaan , Obyek mental, dsb.

Dhamma dalam pengertian keagamaan
Dhamma dalam pengertian keagamaan adalah merupakan ajaran yang mencakup Kebenaran Mutlak atau Hukum Abadi yang transenden (asankhata dhamma) yang dikenal antara lain sebagai Nibbana/Nirwana, Dharmakaya, Dharmabhuta, Paramartha dan hukum yang menguasai serta mengatur alam semesta, tidak diciptakan, kekal dan imanen. (Dhamma niyama ) dan Etika.

Dhamma adalah hukum abadi
Dhamma tidak hanya ada dalam hati sanubari manusia dan pikirannya, tetapi juga dalam seluruh alam semesta. Seluruh alam semesta terliputi olehnya. jika sang bulan timbul atau tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah, hal ini tidak lain karena disebabkan oleh Dhamma. Dhamma merupakan Hukum Abadi yang meliputi alam semesta yang membuat segala sesuatu bergerak sebagai dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seprti ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, psikologi dan sebagainya.

Dhamma bukan ciptaan manusia maupun Buddha
Dhamma bukan ciptaan manusia maupun Buddha, Ada atau tidak ada Buddha, Hukum Abadi (Dhamma) itu akan tetap ada sepanjang Jaman. Untuk  menjelaskan hal tersebut Sang Buddha bersabda :

“ Para Bhikkhu, apakah para Tathagata muncul atau tidak,
Dhamma ini tetap ada, merupakan hukum yang kekal, hukum yang mengatur, hubungan yang terkondisi sebab-akibat ini terhadap itu.
Berkenaan dengan hal itu Tathagata mencapai Penerangan Sempurna, memahaminya dengan sempurna.
Setelah mencapai Penerangan Sempurna, memahaminya dengan sempurna, Ia mengumumkan, mengajarkan, menyingkapkan, merumus-kan, menyatakan, menguraikan, menjelaskannya dan berkata :
‘Lihatlah ! Terkondisi dengan ini terjadilah itu”.
(Anguttara Nikaya III.134  )

Buddha Dhamma merupakan suatu sistem perenungan yang dalam dan pengembangan batin dengan peraturan pelatihan yang harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Sistem ini lebih luas dari pengertian agama pada umumnya yang merupakan kepercayaan dan pemujaan karena ketergantungan pada kekuatan di luar manusia. Penganut Buddha Dhamma walau berlindung pada Buddha, tidak berarti bahwa ia menyerahkan nasibnya kepada Buddha. Setiap orang memiliki kebebasan sekaligus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan nasibnya ditentukan oleh diri sendiri. Berkaitan dengan hal itu Sang Buddha bersabda :

"...Setiap makhluk adalah pemilik karmanya sendiri,
pewaris karmanya sendiri, lahir dari karmanya sendiri,
bersaudara dengan karmanya sendiri dan
dilindungi oleh karmanya sendiri.
Karma yang menentukan makhluk-makhluk,
menjadikan mereka hina dan mulia."
( Majjhima Nikaya 55 )

“ Engkau sendirilah yang harus berusaha,
Sang Tathagata hanya penunjuk jalan. “
( Dhammapada 276 )

Apakah Dhamma itu ?
Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan, atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran sang Buddha. Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja, tetapi juga mencakup yang tidak bersyarat / yang mutlak. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam penjelasan berikut ini.

Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu

● Paramattha Dhamma  adalah  kenyataan tertinggi, ada 4, yaitu : Citta (kesadaran),  Cetasika (faktor batin), Rupa (materi).

● Pannatti Dhamma adalah sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau sebutan  sesuai dengan keinginan manusia.

Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu ;

● Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat, yaitu:
- Tertampak dilahirkan / timbulnya (uppado pannayati)
- Tertampak padamnya (vayo pannayati)
- Selama masih ada, tertampak perubahan-perubahannya ( thitassa annathattan pannayati ), contoh : tata surya, Matahari, Bumi, Gunung, Pohon, Manusia, laut, Danau, Sungai, batu, Angin, Sinar, Pikiran dsb.

● Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat, yaitu:
-Tidak dilahirkan (na uppado pannayati)
-Tidak termusnah (na vayo pannayati)

Dhammaguna : 1). Kebajikan Dhamma, 2). Ajaran Buddha

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna. 

Ada enam Dhammaguna, yaitu:
1.  Svakkhato Bhagavata Dhammo Dhamma 
Ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan.

2.  Sanditthiko
Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan dilaksanakan  dengan kekuatan sendiri).

3.  Akaliko
Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu

4.  Ehipassiko
Mengundang untuk dibuktikan

5.  Opanayiko
Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktikkan)

6.  Paccattam veditabbo vinnuhi
Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut, maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu:

a.  Pariyatti Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka.

b.  Patipatti Dhamma
Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.

c.  Pativedha Dhamma
Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (* vipassana*) hingga merealisasi Kebebasan Mutlak.

Istilah Dhamma di atas, meliputi Sutta Pitaka, Vinaya Pitaka dan Abhidhamma Pitaka atau Kitab Suci Tipitaka. Walaupun Sang Buddha yang penuh cinta kasih telah parinibbana, namun Dhamma yang mulia, yang telah Beliau wariskan seluruhnya kepada umat manusia, masih ada dalam bentuknya yang murni. Sekalipun Sang Buddha tidak meninggalkan catatan-catatan tertulis tentang ajarannya, tetapi para siswa Beliau yang terkemuka telah merawat ajaran Beliau tersebut dengan jalan menghafal dan mengajarkannya secara lisan dari generasi ke generasi.

Segera setelah Sang Buddha wafat, 500 orang Arahat yang merupakan siswa-siswa terkemuka yang ahli di dalam Dhamma menyeleneggarakan suatu pesamuan untuk mengulang kembali semua ajaran Buddha. Yang Mulia Ananda Thera, yang memiliki kesempatan istimewa untuk mendengarkan semua khotbah Sang Buddha, membaca ulang Dhamma; sedangkan Yang Mulia Upali Thera membaca ulang vinaya. Demikianlah Tipitaka dikumpulkan dan disusun dalam bentuk yang sekarang oleh para Arahat.

Dhamma akan melindungi mereka yang mempraktikkan Dhamma. Praktik Dhamma akan membawa kebahagiaan. Barang siapa mengikuti Dhamma, maka tidak akan jatuh ke alam penderitaan.

Agama Buddha (Buddha Dhamma)
Agama Buddha biasanya lebih dikenal dengan sebutan Buddha Dhamma. Seluruh ajaran Sang Buddha merupakan ajaran yang membahas tentang hukum kebenaran mutlak, yang disebut Dhamma. Dhamma adalah kata dalam bahasa Pali. Bahasa Pali adalah bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat di kerajaan Magadha pada masa sekitar hidupnya Buddha Gotama dulu.

Dhamma artinya kesunyataan mutlak, kebenaran mutlak atau hukum abadi. Dhamma tidak hanya terdapat di dalam hati sanubari atau di dalam pikiran manusia saja, tetapi juga terdapat di seluruh alam semesta. Seluruh alam semesta juga merupakan Dhamma. Jika bulan timbul atau tenggelam, hujan turun, tanaman tumbuh, musim berubah, dan sebagainya, hal ini tidak lain juga merupakan Dhamma; juga yang membuat segala sesuatu bergerak, yaitu sebagai yang dinyatakan oleh ilmu pengetahuan modern, seperti ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, psikologi, dan sebagainya, adalah juga merupakan Dhamma. Dhamma merupakan hukum abadi yang meliputi seluruh alam semesta; tetapi Dhamma seperti yang baru dijelaskan ini, adalah merupakan Dhamma yang berkondisi atau kebenaran mutlak dari segala sesuatu yang berkondisi; sedangkan selain itu, Dhamma adalah juga merupakan kebenaran mutlak dari yang tidak berkondisi, yang tidak bisa dijabarkan secara kata-kata, yang merupakan tujuan akhir kita semua.

Jadi sifat Dhamma adalah mutlak, abadi, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ada Buddha atau tidak ada Buddha, hukum abadi (Dhamma) ini akan tetap ada sepanjang jaman. Di dalam Dhammaniyama sutta, Sang Buddha bersabda demikian: "O, para bhikkhu, apakah para Tathagatha muncul di dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu (Dhamma), terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu. …".

Buddha, adalah merupakan suatu sebutan atau gelar dari suatu keadaan batin yang sempurna. Buddha bukanlah nama diri yang dimiliki oleh seseorang, Buddha berarti yang sadar, yang telah mencapai penerangan sempurna, atau yang telah merealisasi kebebasan agung dengan kekuatan sendiri.

Dengan demikian, Buddha Dhamma adalah Dhamma yang telah direalisasi dan kemudian dibabarkan oleh Buddha (yang sekarang ini bernama Gotama); atau dapat juga dikatakan agama yang pada hakekatnya mengajarkan hukum-hukum abadi, pelajaran tata susila yang mulia, ajaran yang mengandung paham filsafat mendalam, yang semuanya secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan. Buddha Dhamma memberikan kepada penganutnya suatu pandangan tentang hukum abadi, yaitu hukum alam semesta yang berkondisi dan yang tidak berkondisi.
Hal tersebut semuanya juga berarti menunjukkan bahwa selain ada kehidupan keduaniaan yang fana ini, yang masih berkondisi, atau yang masih belum terbebas dari bentuk-bentuk penderitaan; ada pula suatu kehidupan yang lebih tinggi, yang membangun kekuatan-kekuatan batin yang baik dan benar, untuk diarahkan pada tujuan luhur dan suci. Dengan mengerti tentang hukum kebenaran ini, atau dapat pula dikatakan bila manusia sudah berada di dalam Dhamma, maka ia akan dapat membebaskan dirinya dari semua bentuk penderitaan atau akan dapat merealisasi Nibbana, yang merupakan terhentinya semua derita.

Tetapi, Nibbana, yang merupakan terhentinya semua derita tersebut, tidak dapat direalisasi hanya dengan cara sembahyang, mengadakan upacara atau memohon kepada para dewa saja. Terhentinya derita tersebut hanya dapat direalisasi dengan meningkatkan perkembangan batin. Perkembangan batin ini hanya dapat terjadi dengan jalan berbuat kebajikan, mengendalikan pikiran, dan mengembangkan kebijaksanaan sehingga dapat mengikis semua kekotoran batin, dan tercapailah tujuan akhir. Sehingga dalam hal membebaskan diri dari semua bentuk penderitaan, untuk mencapai kebahagiaan yang mutlak, maka kita sendirilah yang harus berusaha. Di dalam Dhammapada ayat 276, Sang Buddha sendiri bersabda demikian:

"Engkau sendirilah yang harus berusaha,
para Tathagata hanya menunjukkan jalan."

Dhammã-Cakka : Roda Dhamma.

Dhammã- Cakkhu : Mata Dhamma.

Dhammacariya : Hidup sesuai dhamma.
Makna kata "Dhammacariya" adalah "berperilaku sesuai dhamma". Dhamma sendiri secara umum diartikan sebagai kebenaran.

Perilaku yang benar adalah hasil dari cara hidup yang benar. Seseorang yang menjalani cara hidup benar selalu waspada untuk tidak melakukan hal-hal buruk atau kejahatan. Pengertian "kebajikan" sendiri diartikan beragam sesuai cara pandang orang masing-masing.

Beberapa golongan tertentu berpendapat, tidak menjadi masalah dengan membunuh binatang bahkan sesama manusia. Tetapi, di dalam agama Buddha, kebajikan memiliki makna yang lebih sehat. Pengertian agama Buddha tentang kebajikan adalah tidak membiarkan segala tindakan yang menyakiti diri sendiri maupun makhluk lain.

Mereka yang menjalani cara hidup dengan benar, mengikuti tuntunan yang sudah ada. Tuntunan ini membantu seseorang dalam menjalani hidup yang penuh kebajikan. Contoh sederhana, ia harus menghindari pembunuhan karena itu adalah kehidupan dan tidak ada alasan lain. Sang Buddha mengajarkan kebajikan ini dihadapan semua guru-guru yang membimbing umat manusia.

Seseorang tidak boleh mengambil barang yang bukan miliknya. Ia hanya menerima barang yang diberikan. Dengan kata lain, ia tidak boleh mencuri. Mencuri pendapat orang lain pun termasuk kejahatan. Orang yang baik juga tidak melakukan hubungan seks yang salah. Dengan mengikuti tuntunan ini kehidupan sosial menjadi baik dan bersih. Ia juga harus menjauhkan diri dari kebohongan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan orang lain.

Seseorang seharusnya tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak nilai-nilai kehidupan sosial. Membuat cerita yang tidak benar, menyebabkan perselisihan adalah bentuk perilaku yang berakibat ketidak harmonisan. Orang yang baik menghindari hal-hal tersebut. Mereka selalu santun, ucapannya dapat diterima semua orang karena memiliki belas kasih yang tinggi.

Orang yang baik selalu sadar akan pentingnya hubungan yang harmonis. Dalam lingkungan masyarakat yang dipenuhi orang-orang baik, rasa damai dan tenteram akan selalu terasa di mana-mana.

Mereka tidak memenuhi pikirannya dengan hal-hal yang tidak berguna yang tidak menuntun ke cara hidup sehat. Mereka tidak mencampuri urusan pribadi orang lain, karena hal ini akan menimbulkan masalah dalam pergaulan masyarakat. Ia tidak mementingkan diri sendiri, senantiasa berpikir untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan dari kebajikannya.

Kehidupan orang baik penuh dengan cinta kasih. Tanpa kebencian sebaliknya memiliki kesabaran. Meskipun ia dibenci, sikapnya tetap tenang dan tidak terganggu.

Orang demikian senantiasa berusaha mencapai kualitas spiritual yang lebih tinggi. Dan menjadi panutan bagi orang lain dalam menjalani hidup yang terbaik. Karena itu, ia tidak hanya melatih kebajikan untuk dirinya, tapi juga untuk orang banyak. Pandangan hidup mereka pun merupakan berkah.

Kita dapat melihat contoh raja Asoka. Beliau merubah seluruh hidupnya menjadi raja agama Buddha, karena sangat terkesan dengan kebajikan Bhikkhu Nigrodha. Melakukan kebajikan sesuai Dhamma sesungguhnya adalah berkah utama.

Dhamma Niyama :  Fenomena alam ( Lihat huruf “P”- Panca Niyama ).

Dhammasala/(skt.Dharmasala) : Tempat puja bakti dan pembabaran Dhamma. 
Di tempat inilah umat Buddha melaksanakan puja bakti dan mendengar-kan pembabaran Dhamma yang disampaikan oleh para bhikkhu, pandita atau dhammaduta. Juga dalam dhammasala ini umat mengadakan kegiatan sosial keagamaan.

Dhammã-Vicaya : Penelitian dan penyelidikan berbagai Ajaran Sang Buddha.
Disini termasuk semua studi mengenai agama, kesusilaan dan filsafat, bacaan, pendidikan, diskusi, pembahasan dan keikutsertaan dalam ceramah-ceramah tentang Dhamma.

Dhammasavana : Mendengarkan ajaran.
Dhammadesanã : Membabarkan Dhamma.
Dhammã-tanhã : Konsepsi dan kepercayaan-kepercayaan.
Dhammavicaya sambojjhanga : Penerangan sempurna-penelitian terhadap kebenaran.
Dhammakhanda : Pokok Ajaran Buddha, Kelompok Ajaran Buddha.

Terdiri dari :
- Vinaya : 21.000 Pokok Dhamma.
- Sutta  : 21.000 Pokok Dhamma.
- Abhidhamma : 42.000 Pokok Dhamma.

Dalam Theragatha, Khuddaka Nikâya, Sutta Pitaka terdapat pernyataan Y.A Ânanda dalam bentuk syair:  “Dvasiti Buddhato ganham dye sahassani bhikkhuto, caturasitisahassani ye me dhamma pavatinno”

Artinya: ”Dari semua Dhamma yang Saya hafalkan, 82.000 Dhammakhandha Saya pelajari langsung dari Sang Buddha sendiri; sedangkan 2.000 Dhammakhandha dari para bhikkhu, sehinga seluruhnya berjumlah 84.000 Dhammakhandha. ”

Dhammãnvayo : Tradisi Dhamma.

Dhammãnusari : Orang yang terbebas karena telah menyadari hakekat Kebenaran.

Dhammaratana : Mustika Dhamma .
Dhamma sebagai pelindung kedua bukan hanya dalam artian kata-kata yang terkandung dalam kitab suci atau konsepsi ajaran yang terkandung dalam batin manusia biasa, tetapi termasuk tentang “ Empat tingkat kesucian” (Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat) beserta Nibbana. Dhamma bersifat Universal, yang berarti segala sesuatu yang berkondisi maupun yang tidak berkondisi, yang muncul atau tidak muncul, yang nyata atau abstrak. Dhamma tetap ada, walaupun ada Buddha ataupun tidak ada Buddha, karena Dhamma bukan ciptaan Buddha.  Buddha hanya penemu Dhamma dan pembabar saja, kita sendirilah yang melaksanakannya dan memetik manfaatnya.

Dhamma sebagai Mustika yang diyakini oleh umat Buddha, karena sbb ;

Dhamma adalah ajaran Sang Buddha. Dhamma bukan buatan Sang Buddha, beliau hanya menemukan. Dhamma yang ditemukan adalah dalam bentuk abstrak, maka agar untuk dapat dimengerti oleh makhluk  lain (termasuk manusia) Dhamma itu dikonsepsikan dalam bahasa dan kemudian diajarkan oleh Beliau, yaitu mencakup semua pengalaman perjuangan petapa Gotama hingga mencapai keBuddhaan itulah yang diajarkan beliau kepada semua makhluk.

Ajaran yang menunjukkan umat manusia dan para dewa ke jalan yang benar agar terbebas dari kejahatan.

Membimbing para dewa dan manusia untuk mencapai Nibbana.

Dhammã-Vijaya : Kemenangan melalui kesucian.

Dhammãyatana : Obyek pikiran.

Dhammayatra/(Skt.Dharmayatra) : Berkunjung / berziarah ke Tempat yang berhubungan dengan Dhamma, berziarah ketempat-tempat suci.

Dhammika/(skt.Dharmika) : 1). Taat, 2). Bajik, 3).Saleh.

Dharani : Bumi, tanah.

Dhãtu : 1). Unsur dasar, 2).Elemen.

Dharmakaya : 1). Kebenaran yang absolut, 2). Tubuh halus Buddha, 3). Asal Kebuddhaan.
Dharmakaya secara filosofis berarti Sunyata, sesuatu yang absolut. Semua pengenalan dan pengetahuan subyek dan obyek yang didasarkan pada perbedaan pengenal yang membeda-bedakan tidak dapat menembusi-Nya. Dharmakaya identik dengan Nirvana yang dicapai setelah dimilikinya pengertian yang menembus terhadap Pratitya Samutpada (Hukum Sebab-Musabab Yang Saling Bergantungan/ Hukum Relativitas Buddhis) dan mengerti tentang Tathata (Yang Itu / What-is-as-it-is). Dharmakaya juga berarti kesatuan kosmik dari alam semesta, tetapi hal tersebut tidak dapat dipahami secara rasio semata-mata. Karma Dharmakaya berfungsi sebagai Kebenaran Yang Mutlak, maka hal itu juga cenderung pada pengalaman yang theistik.

Dhjãna/( pãli. Jhãna) :Trance, suatu keadaan batin yang hanya dapat dicapai melalui meditasi tinggi.

Dhjãna/ Jhãna ini terdapat empat tingkatan :

- Tingkat ke satu : keinginan hawa nafsu dan pikiran-pikiran tertentu yang tidak sehat, seperti keinginan indera-indera, keinginan jahat (ill-will), keruwetan pikiran, kesal, gelisah dan keragu- raguan yang skeptis telah lenyap, dan perasaaan gembira dan bahagia tercapai, bersama-sama  dengan aktivitas-aktivitas mental tertentu.

- Tingkat ke dua : semua aktivitas intelek telah dikekang, keseimbangan batin dan pikiran yang manunggal dikembangkan, sedangkan perasaan gembira dan bahagia masih ada.

- Tingkat ke tiga : perasaan gembira yang merupakan perasaan yang aktif juga lenyap, tetapi kebahagiaan masih ada di samping batin yang penuh keseimbangan.

- Tingkat ke empat : semua perasaan yan bahagia maupun yang tidak bahagia, kegembiraan dan kesedihan telah lenyap; hanya keseimbangan dan kesadaran murni yang masih tertinggal.

Dhitima : Cerdas.

Diţţhijukamma : Meluruskan pandangan hidup, Berpandangan hidup yang benar.

Dravya : 1). Substansi, 2). Bagian.

Dvihetuka : Dua akar.

Dhuva : Kekal.

 Kelompok Huruf D selesai 


Lanjutkan ke Kelompok Huruf E ===> Buku Pintar Agama Buddha (E)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar