BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi
KELOMPOK : P(1)
Pabbajitena : Yang telah mengundurkan diri dari dunia.
Padhana : Tentang usaha .
Pahãtabba : Penghancuran.
Palibhoda : Gangguan Samatha Bhavana ( lihat huruf “S” pada Samatha Bhavana ).
Pãmojja : Rasa gembira.
Pãņa : Bernapas.
Pana berarti kehidupan batin-jasmani mengenai keberadaan makhluk tertentu. Oleh karena itu semua makhluk hidup, termasuk hewan, dipandang sebagai Pana, tetapi tanaman tidak termasuk karena mereka tidak mempunyai pikiran/kesadaran. (Dalam tumbuh-tumbuhan tidak ada penyebaran rangsangan oleh syaraf. Syaraf tidak mereka miliki, seperti pusat syaraf )
Panatipata : Membunuh.
Pañcanivarana : 5 rintangan batin.
Pañcadvãrãvajjana : Kesadaran pintu indria.
Yang fungsinya mengarahkan kesadaran menuju obyek, muncul dan lenyap.
Pañcaindriya : Lima kemampuan.
Pañca-bala : Lima kekuatan.
Pañca Niyãma : Lima hukum Alam/kosmis.
1. Utu Niyãma ( Hukum Musim )
Hukum tertib "physical inorganic" misalnya : gejala timbulnya angin dan hujan yang mencakup pula tertib silih bergantinya musim-musim dan perubahan iklim yang disebabkan oleh angin, hujan, sifat-sifat panas ,sifat benda seperti gas, cair dan padat, kecepatan cahaya , terbentuk dan hancurnya tata surya dan sebagainya. Semua aspek fisika dari alam diatur oleh hukum ini.
2. Bija Niyãma ( Hukum Biologis )
Hukum tertib yang mengatur tumbuh-tumbuhan dari benih/biji-bijian dan pertumbuhan tanam-tanaman, misalnya padi berasal dari tumbuh-nya benih padi, gula berasal dari batang tebu atau madu, adanya keistimewaan daripada berbagai jenis buah-buahan , hukum genetika/ penurunan sifat dan sebagainya . Semua aspek Biologis makhluk hidup diatur oleh hukum ini.
3. Kamma Niyãma ( Hukum Perbuatan)
Hukum tertib yang mengatur sebab akibat dari perbuatan , misalnya : perbuatan baik / membahagiakan dan perbuatan buruk terhadap pihak lain, menghasilkan pula akibat baik dan buruk yang sesuai .
4. Dhamma Niyãma ( Fenomena alam )
Hukum tertib yang mengatur terjadinya sebab-sebab terjadinya keselarasan/persamaan dari satu gejala yang khas, misalnya : terjadinya keajaiban alam seperti bumi bergetar pada waktu seseorang Bodhisattva hendak mengakhiri hidupnya sebagai seorang calon Buddha, atau pada saat Ia akan terlahir untuk menjadi Buddha. Hukum gaya berat (gravitasi) , daya listrik, gerakan gelombang dan sebagainya, termasuk hukum ini.
5. Citta Niyãma ( Hukum psikologis )
Hukum tertib mengenai proses jalannya alam pikiran atau hukum alam batiniah, misalnya : proses kesadaran, timbul dan lenyapnya kesadaran, sifat-sifat kesadaran, kekuatan pikiran / batin ( Abhinna ), serta fenomena ekstrasensorik seperti Telepati, kewaskitaan ( Clairvoyance), kemampuan untuk mengingat hal-hal yang telah lampau, kemampuan untuk mengetahui hal-hal yang akan terjadi dalam jangka pendek atau jauh, kemampuan membaca pikiran orang lain, dan semua gejala batiniah yang kini masih belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan modern termasuk dalam hukum terakhir ini.
Apapun yang terjadi dialam semesta ini bekerja sesuai dengan lima hukum alam tersebut diatas dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Keberadaan hukum-hukum alam semesta bekerja sesuai dengan ada atau tidaknya kondisi-kondisi pendukung yang muncul. Hukum alam semesta bersifat Universal, hukum ini tidak pandang bulu, selama kondisi-kondisinya tepat maka hukum ini akan bekerja.
Pañcakkhandha : 1). Lima Kelompok Kehidupan, 2). Lima Kelompok Kegemaran.
Jika kita menganalisa, makhluk hidup khususnya manusia terdiri dari 2 bagian utama, yaitu:
1. Jasmani atau disebut Rûpa.
2. Batin atau disebut Nama.
Jasmani dan batin ini terdiri dari Lima Kelompok Kehidupan atau Pancakkhandha (Pali) atau Panca Skandha (Sanskerta) berasal dari kata ”panca” dan ”khandha”. Panca berarti lima dan khandha berarti kelompok/kumpulan. Jadi Pancakkhandha berarti lima kelompok pembentuk kehidupan. Sang Buddha dalam Satta Sutta; Radha Samyutta; Samyutta Nikaya 23.2 {S 3.189} menjelaskan:
”Radha, napsu keinginan, kegemaran, atau kehausan apapun terhadap rupa, viññana, sañña, sankhära, vedanä. Ketika sesuatu terperangkap di sana, terikat di sana, maka sesuatu itu disebut sebagai makhluk hidup.”
Jadi, apa yang disebut sebagai makhluk hidup termasuk manusia, dalam pandangan Buddha Dhamma adalah hanya merupakan perpaduan dari Pancakkhandha yang saling bekerja sama secara erat satu sama yang lain. Tidak ditemukan suatu atma/atta atau roh yang kekal dan abadi.
Pañcakkhandha terdiri dari:
1. Rûpa = Badan jasmani, bentuk, tubuh.
2. Viññana = Kesadaran.
3. Saññã = Pencerapan.
4. Sankhãra = Pikiran, bentuk-bentuk mental
5. Vedanã = Perasaan.
Kelima Khandha ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu:
1). Rupakkhandha
Digolongkan sebagai Rupa (kaya) atau jasmani, sesuatu yang berbentuk dari ujung rambut sampai ujung kuku kaki berikut hal-hal lainnya yang ada dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, ginjal, pernapasan, suara, suhu tubuh, dan sebagainya. Rupa atau jasmani ini juga merupakan perpaduan dari 5 unsur, yaitu : unsur padat (pathavi dhatu), unsur cair (apo dhatu), unsur api /panas (tejo dhatu), unsur angin/gerak (vayo dhatu), dan unsur udara/oksigen (akasa dhatu).
Juga termasuk dalam kelompok ini benda-benda dan hal-hal yang dapat kita hubungkan dengan kelima indera kita (mata, hidung, telinga, lidah dan badan ) dengan obyek-sasarannya seperti bentuk-bentuk yang terlihat, suara, bebauan, perasaan lidah dan benda-benda yang dapat disentuh, dan juga pikiran, gagasan dan konsepsi yang berada dalam alam obyek pikiran (dhammayatana). dengan demikian dapat dikatakan bahwa bentuk-bentuk secara keseluruhan, baik yang berada di dalam badan kita maupun obyek sasarannya, tercakup dalam rupakhanda ini.
2). Namakkhandha
Viññana, Sañña, Sankhära, Vedanä digolongkan sebagai Nama (citta) atau batin, sesuatu yang berada dalam jasmani dan tidak dapat dilihat. Di bawah ini merupakan penjelasan atas Viññana, Sañña, Sankhära, Vedanä sekaligus proses batin secara berurutan yang terjadi ketika jasmani kita melakuan kontak dengan sesuatu.
Viññanakkhandha
Viññana berarti kesadaran atau juga disebut dengan citta. Keberadaannya dapat kita analisa ketika kita menyadari bahwa batin kita telah menangkap suatu rangsangan ketika anggota tubuh kita berhubungan dengan sesuatu, misalnya:
- terjadi kontak antara mata dengan suatu bentuk.
- terjadi kontak antara jasmani dengan sentuhan.
- terjadi kontak antara telinga dengan suara.
- terjadi kontak antara hidung dengan bau-bauan.
- terjadi kontak antara pikiran dengan situasi.
- terjadi kontak antara lidah dengan citarasa.
Misalnya, Kesadaran mata (cakkhu-vinnana) mempunyai mata sebagai dasar dan obyek sasarannya adalah benda-benda yang dapat dilihat. Kesadaran pikiran (mano-vinnana) mempunyai pikiran sebagai dasar dan ide atau gambar-pikiran sebagai obyek. Dari kedua contoh tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa kesadaran selalu dihubungkan dengan indera-indera kita.
Sebagaimana halnya perasaan, pencerapan dan kehendak, kesadaranpun terdiri atas enam jenis; yaitu yang berhubungan dengan keenam indria kita dan obyek sasarannya. “Kesadaran tidak dapat mengenal suatu obyek, ia hanya menyadari adanya suatu obyek. ”Kalau mata kita mendapat kontak dengan warna biru misalnya, kesadaran mata kita bangkit dan kita sadar tentang adanya warna, tetapi kita belum mengenal apa-apa. Tingkat Pencerapan-lah yang dapat mengenal warna itu sebagai warna biru. Kesadaran mata hanya berarti bahwa satu bentuk aatau benda telah terlihat. Tetapi, melihat belum berarti mengenalnya. Begitu juga halnya dengan kesadaran indera-indera yang lainnya.
Menurut Buddha Dhamma, tidak ada sesuatu zat yang kekal abadi yang dapat dianggap sebagai “aku”, “jiwa” atau “ego” sebagai lawan dari badan jasmani, dan kesadaran (vinnana) janganlah sekali-kali dianggap sebagai “jiwa” yang kekal abadi sebagai lawan dari badan jasmani. hal ini sangat penting untuk dipahami, karena sejak jaman dahulu kala hingga kini masih saja terjadi kesalah-pahaman tentang hal ini.
Saññakkhanda
Sañña berarti pencerapan. Pencerapan ini terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita seperti halnya Perasaan dan tercipta karena indera kita mengadakan kontak dengan dunia luar. Pencerapan inilah yang mengenali Obyek, baik yang merupakan obyek fisik maupun obyek mental.
Sankhãrakkhandha
Sankhära berarti bentuk-bentuk pikiran. Semua kehendak kita yang baik maupun yang buruk, termasuk dalam kelompok ini. kehendak (cetana) adalah satu bentuk mental, kegiatan mental yang tugasnya adalah untuk mengarahkan pikiran kita ke perbuatan baik, buruk atau perbuatan netral. Sebagaimana halnya perasaan dan pencerapan, kehendak inipun terdiri dari enam jenis yang berhubungan dengan keenam indera kita dengan obyek sasaran masing-masing, baik benda-benda fisik maupun mental. Perasaan dan pencerapan bukan merupakan perbuatan kehendak. Mereka tak akan menimbulkan buah kamma.
Vedanãkkhandha
Vedanä berarti perasaan. Keberadaannya dapat kita analisa ketika kita telah membanding-bandingan rangsangan kemudian timbul perasaan senang (suka) atau tidak senang (tidak suka), bahagia maupun menderita, dan perasaan netral yang timbul karena adanya kontak dari indera kita dengan dunia luar. semua perasaan fisik dan mental termasuk dalam kelompok ini.
Secara singkat, proses batin yang terjadi ketika tubuh kita menerima rangsangan sebagai berikut:
Kesadaran => Pencerapan => Pikiran => Perasaan
(proses batin ini terjadi secara cepat)
Karena makhluk hidup khususnya manusia merupakan perpaduan dari berbagai unsur atau kelompok kehidupan (khandha), maka sesuai dengan hukum Tiga Corak Kehidupan (Tilakkhana), maka makhluk hidup apapun juga memiliki sifat tidak kekal (anicca), bukan diri sejati (anatta), dan dapat menimbulkan penderitaan (dukkha).
Pancadvaravajjana : Kesadaran pintu indera.
Fungsinya mengarahkan kesadaran menuju obyek, muncul dan lenyap.
Panca Sila : Lima peraturan kemoralan
Pancasila adalah Lima peraturan yang seyogyanya dilaksanakan dengan baik oleh umat Buddha yang melaksanakan hidup berumah tangga. Yaitu :
· Menghindari pembunuhan ( Pãnãtipãtã veramani ).
· Menghindari mengambil sesuatu yang bukan miliknya (Adinnãdãna veramani).
· Menghindari perbuatan asusila. ( Kãmesumicchacara veramani ).
· Menghindari berkata bohong ( Musãvãda veramani ).
· Menghindari minuman yang menimbulkan lemahnya kewaspadaan
( Suramerayamajjamadatthana Veramani ).
Penjelasan :
SILA ke 1 : Pãnãtipãtã veramani
Menghindari pembunuhan makhluk hidup
Obyek :
- Membunuh manusia dan binatang.
- Menyiksa manusia dan binatang.
- Menyakiti (jasmani) manusia dan binatang.
Kehendak :
- Direncanakan / disengaja/ dikehendaki.
- Tidak di kehendaki / mempertahankan diri / kecelakaan.
- Dorongan sesaat ( mendadak ).
Syarat terjadinya pembunuhan :
- Adanya makhluk hidup.
- Tahu bahwa makhluk itu hidup.
- Ada kehendak untuk membunuh.
- Ada usaha untuk membunuh.
- Makhluk itu mati sebagai hasil pembunuhan.
Catatan :
Penyiksaan terhadap binatang : Yaitu suatu perlakuan yang sadis / kejam terhadap binatang. Misalnya :
- Membiarkan binatang kelaparan.
- Mencambuk / memukul bagian tubuh binatang.
- Menganggu / mengusik binatang yang tidak bersalah.
- Mengadu binatang untuk kesenangan.
- Menjadikan binatang sebagai umpan untuk menangkap binatang lainnya.
SILA ke 2 : Adinnãdãna Veramani
Menghindari mengambil sesuatu yang bukan miliknya / mencuri.
Pencurian secara langsung :
- Mencuri, Merampas, Merampok, Mencopet , menipu , Menukar barang dan sejenisnya.
- Korupsi, manipulasi, penggelapan barang atau uang , Memalsu, menyeludupkan barang dan menghindari pajak/bea dan sejenisnya.
- Mengajukan gugatan palsu, berjudi/taruhan dan sebagainya.
Pencurian secara tidak langsung :
- Menjadi kakitangan atau tukang tadah
- Menerima suap (pungli) dan Perbuatan yang serupa dengan pencurian.
Syarat-syarat terjadinya pencurian :
- Adanya barang milik pihak pertama.
- Tahu bahwa barang itu milik pihak pertama.
- Ada kehendak untuk mencuri.
- Melakukan pencurian ( pengambilan barang )
- Barang itu berpindah, sebagai hasil pencurian.
SILA ke 3 : Kãmesumicchacara Veramani
Menghindari perbuatan asusila
Objek :
Bagi seorang laki-laki :
- Wanita yang telah menikah.
- Wanita yang masih dalam pengawasan atau asuhan keluarga.
- Wanita yang dilarang menurut adat istiadat, peraturan agama, atau hukum Negara/kerajaan.
- Yang dilarang karena adat istiadat adalah wanita yang masih dalam satu garis keturunan dekat.
- Yang dilarang karena peraturan agama adalah wanita yang menjalankan kehidupan suci. (Brahmacari) . Dalam tradisi Theravada wanita disebut di atas adalah Upasika Atthasila, Samaneri dan Bhikkhuni.
- Yang dilarang karena hukum Negara/kerajaan adalah wanita yang menjadi selir raja.
Bagi seorang wanita :
- Laki-laki yang telah menikah.
- Laki-laki yang dilarang karena peraturan agama, misalnya : Upasaka, Atthasila, Samanera dan Bhikkhu.
Perbuatan :
- Berzinah (melakukan hubungan kelamin yang bukan suami/ isterinya )
- Berciuman dengan orang lain jenis kelamin yang disertai dengan hawa nafsu birahi .
- Menyenggol, mencolek, menyentuh , memegang dan sejenisnya yang disertai dengan hawa nafsu birahi.
- Perbuatan lain yang dapat memberikan peluang terjadinya pelanggaran.
Syarat-Syarat melanggar Sila ke tiga adalah :
- Ada obyek.
- Ada kehendak untuk melakukan.
- Ada usaha untuk melakukan.
- Berhasil melakukan.
SILA ke 4 : Musãvãda Veramani
Menghindari ucapan yang tidak benar.
Perbuatan :
- Berbohong, Menipu dan sejenisnya.
- Menghasut, memfitnah, menuduh dan sejenisnya.
- Berkata kasar atau memaki dan sejenisnya.
- Omong kosong, ucapan yang tidak ada gunanya dan sebagainya.
Syarat-syarat terjadinya Musavada :
- Ada hal yang tidak benar
- Ada kehendak untuk mengatakan.
- Ada usaha untuk mengucapkannya.
- Mengucapkan dan ada orang lain yang mendengar.
SILA ke 5 : Surameraya Majjapamadatthana Veramani
Menghindari segala minuman keras yang menyebabkan lemahnya kewaspadaan.
Perbuatan :
- Menyadari bahwa ada minuman yang dapat melemahkan kewaspadaan.
- Ada kehendak untuk meminumnya.
- Telah meminumnya.
Dhamma yang wajib di hindarkan oleh para upasaka-upasika (termasuk Pandita) yaitu:
vanijja (5 macam perdagangan)
1. Sattha Vanijja : berdagang alat senjata
2. Satta Vanijja : Berdagang makhluk hidup
3. Mamsa Vanijja : Berdagang daging
4. Majja Vanijja : Berdagang minuman yang memabukkan
5. Visa Vanijja : Berdagang Racun
(Anguttaranikaya III. 207)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar