Minggu, Maret 27, 2011

Buku Pintar Agama Buddha (S 2)

BUKU PINTAR AGAMA BUDDHA
Oleh : Tanhadi

KELOMPOK : (S 2)

Samakari : Bersikap adil.

Samkhata : Yang berkondisi karena sebab.

Samkhãra : Kehendak tidak baik, baik dan tak tergoyahkan.
Merupakan Kamma penghasil tumimbal lahir.

Sampajano : Seorang mahluk tahu.

Sampaticchana : Obyek yang dilihat.

Sampajañña/(skt. Samprajanya) : 1). Pengertian lengkap, 2). pengetahuan lengkap.

Apakah yang dimaksud dengan pengertian lengkap? Sampajanna meliputi 4 hal, yaitu:

a.     Sathaka Sampajanna,
b.     Sappaya Sampajanna,
c.      Gocara Sampajanna, dan
d.     Asammoha Sampajanna.

a)     Sathaka Sampajanna
Artinya "Pengertian yang lengkap tentang kebenaran". yaitu; kehendak baik dengan melihat ‘ kebaikan’  itu dari berbagai segi. Yang pertama adalah ‘baik’ dari segi Dhamma, artinya tidak bertentangan dengan Dhamma. Yang kedua, tidak bertentangan dengan hukum negara. Yang ketiga, tidak bertentangan dengan hukum adat-istiadat yang tidak tertulis dan berlaku di lingkungan sekitar.

Suatu contoh : Ada suatu daerah yang memiliki kepercayaan ; Kalau baru selesai melayat orang mati di kuburan atau di tempat krematorium, tidak boleh langsung menengok orang sakit. Kalau habis melayat orang mati lalu menengok orang sakit itu nanti membuat si sakit cepat mati. Hal ini jelas tidak benar, dan tidak sesuai dengan kebenaran. Mati, sehat, atau sakit itu tergantung dari berbagai macam faktor, singkat kata adalah karena karma masing-masing. Bila kita lihat dari segi Dhamma, menengok orang sakit itu memang baik. Hukum negara juga tidak ada yang melarang. Tetapi kalau di lingkungan atau di daerah yang memiliki kepercayaan seperti itu, apa yang kita anggap ’baik’ dengan menengok orang yang sakit itu malah menjadi salah paham, Kita tidak bisa memperbaiki pandangan yang salah itu, dan kita harus besikap bijaksana , Kalau secara radikal nanti akan jadi bumerang. Itu namanya sikap tidak hati-hati.

Kita tidak perlu ‘sok menjadi pahlawan’, yaitu menjadi orang pertama yang memulai, dengan resiko akan membuat keonaran, kekacauan, dan ketidak-harmonisan. Jadi memang, punya niat baik itu syarat mutlak, tetapi dia tidak boleh berdiri sendiri. Tidak asal niat baik. Tetapi baik itu harus sathaka sampajanna, kita harus melihat tidak hanya dari satu segi, tetapi dari berbagai segi, sehingga sikap kita tidak akan membuat keonaran, kekacauan, dan sebagainya. Itulah yang disebut dengan hati-hati. Bila kita tidak mau melihat kiri kanan, tidak mau melihat situasi dan kondisi di sekitar, "pokoknya niatku baik", ini juga termasuk ceroboh.

b)     Sappaya Sampajanna
Artinya "Pengertian lengkap tentang kelayakan". Apakah yang dimaksud dengan kelayakan? yaitu setelah kita  memeriksa dari semua segi dengan benar, baik dari segi Dhamma, Hukum negara, Hukum adat , selanjutnya kita mengukur kemampuan diri kita sendiri, apakah kita bisa melaksanakan dan mencapai tujuan niat baik itu? Walaupun Niat kita itu baik dan Mulia, namun bila tujuan itu tidak mungkin dapat dilaksanakan karena tidak ada kemampuan, sebaiknya kita mawas diri dan lebih baik melakukan sesuatu yang memang bisa untuk kita lakukan sesuai dengan kemampuan diri kita sendiri, karena jika kita ‘memaksakan diri’ untuk melakukan sesuatu yang diluar kemampuan kita, itu namanya sembrono, bukan orang yang berhati-hati.

c)     Gocara Sampajanna
Artinya "Pengertian yang lengkap tentang ruang lingkup". Apa yang dimaksud dengan Ruang Lingkup? Yaitu kita boleh melakukan apa saja, yang sudah tentu dengan niat yang baik dan benar dari segala segi, asal apa yang kita lakukan itu mempunyai hubungan dengan apa yang ingin kita capai.

Sesungguhnya, dalam hidup bermasyarakat, kita cukup sampai di sini, yaitu: niat baik, sathaka sampajanna, sampaya sampajanna, dan gocara sampajanna. Nah, inilah bekal atau pedoman untuk membawa diri kita di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai macam rangsangan, bujukan, dan sebagainya. Tetapi di sini, kalau kita ingin meningkatkan batin kita menjadi ke tingkat yang lebih tinggi, tidak di level yang biasa, ada yang nomor empat, ini yang paling sulit.

d)     Asammoha Sampajanna
Yang dimaksud dengan asammoha sampajanna adalah "Pengertian yang lengkap, bebas dari kegelapan batin, bebas dari moha". Apakah yang dimaksud dengan Asammoha sampajanna ini ? yaitu kalau kita mempunyai niat baik, sathaka sampajanna, dari segala arah diperiksa dengan baik, dan niat itu memungkinkan untuk dicapai, dan berhasil. Kita tidak boleh punya perasaan atau pengertian bahwa: "Saya sudah melakukan tujuan yang baik dan sudah berhasil". Karena dengan adanya perasaan seperti itu dapat menimbulkan “ke-Aku-an” pada diri kita, padahal 'aku yang sesungguhnya' itu tidak ada.

Sebab segala sesuatu yang kita kerjakan hendaknya dimengerti bahwa semua itu bisa terjadi karena banyak macam sebab dan pendukungnya. Contohnya : Ada orang sakit, ada kehendak untuk mengobati, dan ada obat, lalu obatnya diberikan kepada orang yang sakit. Yang sakit merasa senang karena sembuh dari sakitnya. Kalau kita ditanya: "Siapa yang memberikan obat untuk menolong orang itu?" tentu saja kita boleh menjawab : "Saya". Tetapi pengertian untuk kemajuan batin harus dimengerti bahwa tidak ada 'saya' yang menolong untuk memberikan obat. Mengapa? Kalau tidak ada yang sakit, siapa yang akan diberikan obat? Kalau ada yang sakit, tidak ada obat, apa yang akan diberikan?

Kalau kita merasa bangga dengan mengatakan bahwa “ saya telah menolong orang itu dan dia sembuh !”, ini sama artinya kita menganggap orang yang sakit dan obat itu tidak ada !, yang ada hanyalah ‘Aku’ yang telah menolong orang itu, jika tidak ada aku, dia sekarang tidak akan sembuh dan sesehat ini! Inilah salah satu contoh pengertian yang keliru.

Sesungguhnya yang terjadi adalah Proses, yaitu proses melihat adanya orang yang sakit, kemudian melihat ada obat disini, tangannya bergerak untuk mengambil obat dan memberikannya kepada orang yang sakit itu, kemudian orang yang sakit itu tersenyum karena sudah merasa sembuh dan sehat, titik! dan hanya begitulah proses yang baik itu telah terjadi.

Dalam pengembangan pandangan benar, yaitu untuk kepentingan batin, kejadian tersebut diatas tidak ada yang bisa disebutkan sebagai ‘Aku’ sejati yang telah melakukannya, ‘aku’ yang sejati itu yang mana ?, pikirannya, jasmaninya, perasaannya atau kesadarannya?. Jadi boleh-boleh saja kita dalam komunikasi sehari-hari kita mengatakan “ ‘aku’ yang telah memberikan obat kepadanya “, hal ini agar tidak membuat orang lain yang mendengarnya menjadi bingung.

Samsãra :  1). Roda tumimbal lahir,2). Llingkaran kelahiran dan kematian.
Secara harafiah berarti pengembaraan berulang, kumpulan rangkaian yang tidak terputus-putus, unsur-unsur dan dasar indria.

Sammuti : 1). Biasa, 2). Kebiasaan.

Sammuti-Sacca/(skt.Samrvti-Satya) : 1). Kebenaran konvensional, 2). Kebenaran biasa, 3). Kebiasaan.

Kebiasaan-kebiasaan yang telah secara umum dianggap benar oleh masyarakat sesuai dengan Adat, hukum , tradisi dan kebudayaan setempat ( belum tentu sesuatu yang dianggap “benar” oleh adat masyarakat di satu daerah, juga dianggap  “benar” oleh adat masyarakat didaerah lainnya ); Kebenaran relatif ; berarti bahwa sesuatu itu benar, tetapi masih terikat oleh waktu dan tempat.

Pencarian terhadap Kebenaran adalah seperti membawa sebuah lilin untuk mencari Matahari. Bukankah matahari selalu bersinar, apakah kita masih mencarinya atau tidak? Mengapa kita membuat segala sesuatu menjadi sebuah misteri? Kebenaran bukanlah sebuah gagasan; gagasan-gagasan tentang Kebenaran adalah bukan suatu Kebenaran. Setiap orang mempunyai gagasan tentang Kebenaran - yang mentah ataupun yang rumit - tetapi mereka biasanya bersifat subyektif, penggambaran yang berpusat pada diri/ego. Demikian pula kata "Kebenaran", adalah bukan kebenaran itu sendiri.

Samphappalãpa : 1). Bergunjing, 2). Omong kosong.

Samudaya : 1). Asal mula, 2). Sebab, 3). Muncul, 4). Sumber dukkha.

Samvara : Pengendalian diri.

Samvatta : Proses perkembangan.

Samvatta-kappa : Masa perkembangan.

Samvatta-vivatta kappa : Banyak masa perkembangan-kehancuran.


Samvega : Perasaan desakan spiritual.

Sangahavatthu : Empat dasar kemurahan hati.

4 Sangahavatthu (4 macam dharma yang menarik hati) :

  1. Dana.
  2. Piyavaca = berbicara lemah lembut dan menarik hati, menimbulkan rasa persahabatan dan kemanfaatan dalam pergaulan.
  3. Atthacariya = Melaksanakan yang bermanfaat, yaitu membantu segala macam pekerjaan, memberi pelayanan yang baik dan memperlihatkan sikap yang menyenangkan,
  4. Samanattata = Tahu diri dan tidak tinggi hati, berusaha menjaga diri tidak menimbulkan hal2 yang tidak baik dan selalu mawas diri dengan berpedoman pada dhamma-vinaya.
Sangha : Persaudaraaan para bhikkhu.
Suatu perkumpulan setidak-tidaknya lima bhikkhu dan bhikkhuni Buddha yang didukung oleh masyarakat yang ada disekitar kehidupan mereka.

Sangha Bhikkhu atau  Sangha Bhikkhuni ada dua macam, yaitu :

1.     Ariya Sangha : Persaudaraan Bhikkhu atau Bhikkhuni suci yang telah mencapai empat tingkat kesucian yaitu Sotapanna, Sakadami, Anagami dan Arahat.

2.     Sammuti Sangha : Persaudaraan Bhikkhu atau Bhikkhuni biasa yang belum mencapai  tingkat kesucian.

Sangharatana : Mustika Persaudaraan para Bhikkhu dan Bhikkhuni.
Sangha sebagai Mustika, karena Sangha merupakan wakil dari Sang Buddha dalam hal memelihara, melestarikan dan mengajarkan Dhamma kepada umat Buddha, dengan adanya Sangha, maka Dhamma masih dapat bertahan.

Sangha oleh umat Buddha diyakini sebagai Mustika, karena sbb ;

1.     Sangha adalah persaudaraan Bhikkhu Ariya yang telah mencapai tingkat kesucian ( Sotapanna, Sakadagami, Anagami dan Arahat).
2.     Sebagai pengawal dan pelindung Dhamma.
3.     Mengajarkan Dhamma kepada orang lain untuk ikut melaksanakannya sehingga mencapai Nibbana.

Saññã /(skt. Samjñã): Pencerapan ( Lihat Huruf “P” : Panca Khanda ).


Saññã Khandha : Kelompok pencerapan (Lihat pada Huruf “P”- Panca Khanda )

Sañña-vedayita-nirodha : Kondisi Lenyapnya Perasaan dan Pencerapan.

Sanni : Memiliki persepsi.

Sankhata : Berkondisi.

Sankappa/(skt.Samkalpa) : Pikiran.

Sankhata dhamma : Keadaan yang bersyarat (lihat huruf “D” pada “Dhamma/Dharma )

Sańkhãra : 1). Perpaduan unsur, 2). Faktor-faktor pikiran

Terdiri dari bagian-bagian dan pada gilirirannya menjadi bagian dari yang lainnya lagi, suatu benda baru ber-eksistensi bila semua bagian-bagian(sebagai prasyarat) terpadu. Rumah misalnya, adalah perpaduan batu-bata, jendela-jendela, pintu-pintu dan atap, dan tidak merupakan bagian tersendiri yang terpisah dari komponen-komponen diatas. Demikian pula manusia. Kita terbentuk dari Lima Unsur (Pañca Khanda)

Sankhära berarti faktor-faktor pikiran, yaitu faktor-faktor pikiran yang meliputi semua keadaan batin yang menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral, terdiri atas :

a). terhadap bentuk-bentuk yang dilihat.
b). Terhadap suara-suara yang didengar.
c). Terhadap bau-bauan yang dicium.
d). terhadap rasa-rasa yang dikecap.
e). terhadap sentuhan-sentuhan yang disentuh.
f). terhadap kesan-kesan obyek batin oleh pikiran.

Sankhãra-dukkha : Dukkha sebagai akibat dari keadaan yang berkondisi .

Santapa-dukkha : Penderitaan yang diakibatkan oleh api nafsu-nafsu yang menyebabkan orang kebakaran karenanya.

Santi : Perdamaian.

Santirana : “saat pikiran” yang menyelidiki (yang secara sesaat memeriksa obyek yang dilihat).

Saññojana/(skt. Samyojana) : Belenggu, ikatan, kemelekatan. ( Lihat huruf “M” pada judul Maha Parisuddhi ).

Sappurisa-pañńatti : Hal-hal yang patut dilaksanakan atau ciri orang yang bajik. yaitu:

  1. Dana : Pelepasan barang milik sendiri sehingga mereka dapat berguna bagi orang lain.
  2. Pabbajja : Pelepasan keduniawian.
  3. Matapitu-upatthana : Melindungi dan memelihara orang tua, berusa-ha memberikan kebahagiaan lahir dan batin. (Anguttaranikaya I. 151)
Sappurisa-dhamma : Harta dari orang yang baik. yaitu:

1.     Saddhamma Samannagato: Mempunyai kebajikan 7 macam adalah:
a.  Mempunyai kenyakinan (saddha)
b.  Mempunyai rasa malu (hiri)
c.  Mempunyai rasa takut (ottappa)
d.  Mempunyai banyak pengetahuan (bahussuta)
e.  Mempunyai usaha yang giat (viriya)
f.   Mempunyai kesadaran (sati)
g.  Mempunyai kebjikasanaan (panna)

  1. Sappurisa Bhatti : Bergaul dengan orang baik.
  1. Sappurisa Cinti : Berfikir yang benar, tidak berfikir untuk merugi-kan diri sendiri dan makhluk lain.
  1. Sappurisa Manti : Berunding dengan orang yang baik.
  1. Sappurisa Vaco : Berbicara yang benar, yaitu tidak bicara bohong, tidak menghina dan memfitnah, tidak bicara kasar, tidak omong kosong dan tidak bicara merugikan orang lain
  1. Sappurisa Kammanto : Berbuat yang benar, yaitu tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
  1. Sappurisa Ditthi : Mempunyai pandangan yang benar, yaitu berbuat baik dapat kebaikkan, berbuat jahat dapat kejahatan dan lain-lainya.
  1. Sappurisa Danam Ditthi : Berdana sesuai dengan Sappurisa Dana 8 (8 macam dana dari orang yang baik) (Majjhimanikaya III. 23)
Sarambba-vaca : Kata-kata kemarahan.

Sarira : Badan, tubuh.

Sãsana : 1). Ajaran , 2). Perintah, 3). Doktrin.

Sassata-vada : 1). Faham tentang kekekalan, 2). Teori keabadian.

Sãsavã : Iddhi yang masih disertai kekotoran-kekotoran batin.

Sãsavã-dhammã : Segala macam noda.

Satta/(skt.Sattva) : Makhluk hidup.

Sati/(skt.Smrti) : 1). Perhatian murni, 2). Kesadaran penuh, 3). Kemampuan mengingat.
Upaya untuk selalu sadar dan waspada dalam semua perbuatan serta aktifitas fisik dan mental.

Sati sambojjhanga : Penerangan sempurna kesadaran.

Sati-Sampajañña : 1). Kewaspadaan, 2). Pengertian jelas, 3). Mengetahui diri sendiri.

Sati-Sampajañña adalah kesadaran atau kewaspadaan, penuh perhatian dalam mengamati aktivitas batin dan jasmani, tidak mabuk, lalai, lengah ataupun ceroboh.

Menjaga kesadaran atau kewaspadaan sangatlah penting. Kesadaran yang terjaga dengan baik akan membuat kita bahagia dan sebaliknya kelengahan/mabuk akan menyeret pada penderitaan. Sebagaimana yang dinyatakan Sang Buddha dalam Dhammapada II:1, sebagai berikut:

"Kewaspadaan adalah jalan menuju kekekalan, kelengahan adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati, mereka yang tidak sadar seperti orang mati."

Satisamvara : Mengendalikan diri dengan perhatian yang benar.

Sati-Bala: 1). Kekuatan dari kesadaran penuh, 2). Perhatian murni .

Satipatthãna : Mengembangkan kesadaran.

Sattha : Sang Guru.

Satta sambojjhanga : Tujuh faktor penerangan sempurna.

Saupadhi : Bersifat keduniawian.

Sikkhã/(skt., Siksã) : 1). Pelajaran, 2). Latihan, 3). Disiplin.

Sila : 1). Kemoralan, 2). Moralitas, 3). Disiplin moral.

Sila mempunyai dasar pemikiran cinta kasih universal (metta) dan belas kasihan ( karuna ) terhadap semua makhluk hidup, yang juga menjadi dasar ajaran Sang Buddha.

A. Pengertian Sila
  • Kehendak atau sikap batin yang tercetus sebagai ucapan benar & perbuatan benar.
  • Cara untuk mengendalikan diri dari segala bentuk-bentuk pikiran yang tidak baik dan merupakan usaha untuk membebaskan diri dari segala akar kejahatan, yaitu : lobha, dosa, moha.
 Usaha untuk menunjang terlaksananya sila dengan baik;
a.    Mempunyai rasa malu untuk berbuat buruk atau jahat ( Hiri ).
b.    Mempunyai rasa takut akan akibat dari perbuatan buruk atau jahat ( Ottappa ).

B. Pembagian Sila menurut jenisnya

1.  Pakati Sila ( Atthangika )
Adalah sila alamiah, yaitu sila atau cara pengendalian diri, seperti  perbuatan benar, ucapan benar dan mata pencaharian benar, yang terdapat dalam Delapan jalan kebenaran Mulia ( Attangika Magga/Hasta Ariya Marga) .

2.  Paññati Sila
Adalah cara untuk mengendalikan diri dari segala perbuatan dan ucapan dengan jalan mentaati atau patuh terhadap peraturan-peraturan yang sesuai dengan adat-istiadat serta peraturan-peraturan yang tidak ada hubungannya dengan kamma/karma.

C. Pembagian Sila menurut Pelaksanaannya

1.  Sikkapada
Yaitu ; melaksanakan latihan-latihan pengendalian diri, seperti : Melaksanakan Pancasila, Attasila, Dasasila dan lain-lainnya.

2.  Caritta Sila
Yaitu; mengendalikan diri dengan jalan menghindari hal-hal yang tidak baik, seperti : Tidak bergaul dengan orang-orang jahat, tidak melakukan hal-hal yang dilarang dan lain sebagainya.

3.  Varitta Sila :
Yaitu : menghindari hal-hal yang tidak baik, seperti : tidak bergaul dengan orang jahat, tidak melaksanakan hal-hal yang dilarang dan lain-lain.

D. Pembagian Sila menurut jumlah latihan.

1.  Cula Sila
Adalah cara pengendalian diri dari segala perbuatan dan ucapan tidak baik. Cula sila merupakan sila yang paling sedikit jumlah peraturannya, dan yang termasuk Cula sila adalah Pancasila Buddhis. ( Lihat huruf “P”: Pancasila )

2.  Majjhima Sila ( Sila untuk para samanera dan bhikkhu ) 
Majjhima sila merupakan sila pertengahan atau sedang dalam jumlah peraturan, beban atau bobotnya. Yang termasuk Majjhima sila adalah Atthasila, yaitu :

 Attha sila 8 (8 macam sila/tata susila) yaitu:

1.         Panatipata Veramani: Menahan diri dari pembunuhan
2.         Adinnadana Veramani: Menahan diri dari pencurian
3.         Abrahmacariya Veramani: Menahan diri dari hubungan kelamin
4.         Musavada Veramani: Menahan diri dari berdusta
5.        Sura  Merayamajja  Pamadatthana  Veramani : Menahan  diri  dari makanan dan minuman yang memabukkan dan ketagihan.
6.        Vikalabhojana Veramani: Menahan diri tidak akan makan setelah pukul 12.00 tengah hari.
7.        Nacca Gita Vadita Visukadassana Malagandha Vilepana Dharana Mandana Vibhusanatthana Veramani: Menahan diri tidak akan menari, menyanyi, bermain musik, melihat pertunjukan, memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, pomade dan perhiasan-perhiasan bersolek lainnya.
8.        Uccasayana Mahasayana Veramani: Menahan diri tidak akan memakai tempat duduk dan tempat tidur yang mewah.
(Anguttaranikaya IV. 248)

Dalam Samannaphala Sutta, bagi para Bhikkhu, tidak dibenarkan antara lain melakukan perbuatan yang dapat merusak biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan; tidak menimbun makanan dan minuman; tidak menyaksikan pembacaan syair, drama, akrobat, orang mengadu gajah, kerbau, sapi, kambing, domba, kuda, ayam tau burung, tinju, gulat perang-perangan, pawai atau parade; tidak melakukan permainan-permainan; tidak menjadi perantara; tidak berkomat-kamit untuk mengusir setan atau kesialan.

3.  Maha Sila ( Sila untuk para samanera dan bhikkhu ) 
Maha sila adalah sila yang besar atau yang banyak dalam hal beban atau bobot serta jumlah peraturannya. Maha sila dilaksanakan oleh para samanera dan bhikkhu, yaitu Dasasila dan Patimokkha sila.

Dasa sila adalah 10 sila yang harus dilaksanakan, yaitu :

1.         Panatipata Veramani: Menahan diri dari pembunuhan
2.         Adinnadana Veramani: Menahan diri dari pencurian
3.         Abrahmacariya Veramani: Menahan diri dari hubungan kelamin
4.         Musavada Veramani: Menahan diri dari berdusta
5.        Sura Merayamajja Pamadatthana Veramani: Menahan diri dari makanan dan minuman yang memabukkan dan ketagihan.
6.        Vikalabhojana Veramani: Menahan diri tidak akan makan setelah pukul 12.00  tengah hari.
7.        Nacca Gita Vadita Visukadassana Veramani: Menahan diri tidak akan menari,  menyanyi, bermain musik, melihat pertunjukan.
8.        Malagandha Vilepana Dharana Mandana Vibhusanatthana Veramani: Menahan diri tidak akan memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, pomade dan perhiasan-perhiasan bersolek lainnya.
9.        Uccasayana Mahasayana Veramani: Menahan diri tidak akan memakai tempat duduk dan tempat tidur yang mewah.
10.     Jatarupa Rajata patiggahana Veramani: Menahan diri tidak akan menerima mas dan perak (berarti uang).(khuddakapatha I.1)

Dalam Samannaphala Sutta, bagi para bhikkhu tidak mencari penghasilan dengan melakukan ramalan nasib orang dengan melihat garis tangan, meramal mimpi, halilintar, tanda-tanda pada bagian tubuh, gigitan tikus, panjang  umur, kalah dan menang, gerhana matahari atau bulan, meteor, hujan, mengucapkan mantra ular, tikus, burung untuk keberuntungan, kesialan, menggugurkan kandungan, untuk membuat orang menjadi tuli, membuat laki-laki bertambah jantan atau impoten, berpraktik seperti dokter bedah dan anak.

Selain sila tersebut didepan, yaitu cara pengendalian diri yang keras dari perbuatan, ucapan dan pikiran, masih terdapat satu lagi cara untuk mengendalikan diri, yang menitik beratkan pada pembersihan batin dengan jalan melaksanakan hidup sebagai seorang pertapa, yaitu latihan “Dhutanga“. Dhutanga merupakan latihan pengendalian diri yang keras dan berat, misalnya seperti hanya makan sekali sehari, tinggal dibawah pohon, hanya memiliki jubah Ticivara, tidak membaringkan diri kecuali jalan dan duduk dll. Sebab Sang Buddha menghindari pelaksanaan latihan-latihan yang menyiksa diri atau merusak badan jasmani.

Sila-visuddhi : Kesucian Sila sebagai hasil dari pelaksanaan Sila dan terkikis habisnya Kilesa.(lihat huruf “V” Visuddhi Magga ).

Sila sikkha : Latihan Moral.
Latihan moral yang meliputi; Ucapan benar, Perbuatan benar dan Mata pencaharian benar.

Bersambung ke-------Buku Pintar Agama Buddha (S 3)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar