Minggu, Maret 27, 2011

Perbedaan Kesaktian dan Kesucian

PERBEDAAN KESAKTIAN DAN KESUCIAN
Oleh : Bhikkhu Sudhammacaro.


Apakah artinya Kesaktian?

Kesaktian sering juga disebut kemampuan batin yang tinggi, super power, adi duniawi, supranatural, hipnotis, mentalis, sulap, dalam bahasa Pali disebut Iddhi, Nyana dan masih banyak lagi.

Namun, dari manakah sebenarnya kesaktian itu muncul atau diperoleh manusia? Dan dengan cara apakah kesaktian itu dapat dengan mudahnya dimiliki oleh sebagian orang? Pertanyaan seperti itu pasti sering keluar dalam benak setiap orang, ketika setelah melihat pertunjukan langsung atau tidak, misalnya di TV seperti contohnya David Copperfield , Deddy Corbuzier, Romy Rafael, Joko Bodo, dan lain-lain.

Kesaktian selalu menarik orang pada saat dipertunjukkan di depan orang banyak, sebab ia kelihatan aneh tapi nyata, tidak masuk akal tapi dapat dibuktikan, dan kenapa tidak setiap orang bisa melakukannya?.

Kesaktian jauh berbeda dengan kesucian, artinya, orang memiliki kesaktian belum tentu dia memiliki kesucian batin seperti Sotapanna, Sakadagami, Anagami, Arahat, namun sebaliknya orang yang telah mencapai tingkat kesucian ada yang memiliki kesaktian ada juga yang tidak, hal ini tergantung dari tekad atau niatnya ketika berlatih.

Tetapi sementara ini umat masih banyak yang keliru atau salah menilai dan terbalik, dengan anggapan bahwa orang sakti pasti telah mencapai Arahat, dan sebaliknya orang yang tidak punya kesaktian berarti belum mencapai tingkat kesucian, maka dampaknya terhadap umat yang keliru ini sangat berbahaya, Bila umat kadang memandang remeh, menghina, melecehkan bhikkhu/praktisi meditasi yang sebenarnya dia telah memiliki tingkat kesucian, karma buruknya berat sekali bisa menghancurkan benih-benih kebajikan yang bahkan setinggi gunung.

Contohnya Devadatta murid/sepupu Buddha yang memiliki kesaktian luar biasa, karena bisa mengubah dirinya dalam sekejap menjadi seekor ular, menjadi anak kecil dll, tapi ternyata dia belum memperoleh kesucian batin tingkat apapun, hanya memiliki kesaktian hasil dari latihan bertapa dan meditasi sejak berulang kali kehidupannya dulu.

Hal-hal seperti inilah yang saya ingin sampaikan untuk di bahas oleh kita bersama, dengan tujuan agar kita bisa lebih tahu dan mengerti apa sesungguhnya kesaktian itu, setelah tahu dan mengerti kita akan dapat membedakannya dengan Kesucian, kemudian kita akan dapat menilai mana yang lebih berguna dan memberikan manfaat bagi banyak orang, atau sebaliknya, termasuk kita harus ekstra hati-hati.

Uraian khusus tentang kesaktian

Kesaktian muncul sejak zaman pra sejarah yang membuktikan bahwa pada zaman primitif, kesaktian telah digunakan oleh manusia dengan berbagai macam cara. Seiring tradisi kebudayaannya masing-masing, disetiap tempat dan negara pasti ada sedikit persamaan dan perbedaannya, namun pada intinya hampir sama, yakni dengan memuja dan memohon bantuan makhluk halus, baik tingkat rendah sampai tingkat yang tertinggi.

Dan semua itu tergantung kondisi seseorang yang memohon lalu menjalankannya. Jika tanpa bantuan makhluk halus, salah satunya ialah sulap yaitu menggunakan trik/tak-tik kecepatan tangan dan gerakan, kemudian ada lagi kesaktian tingkat tinggi yakni dengan kemampuan /kekuatan pikiran dan kesadaran, hasil dari latihan yang bukan dengan mudahnya orang bisa memperoleh itu yakni dengan latihan meditasi yang intensif baik melalui bimbingan gurunya atau dengan panduan buku-buku yang bisa dipertanggung jawabkan seperti buku Samadhi ajaran Buddha Gotama.

Guru meditasi atau buku panduannya sangat perlu boleh dibilang ibarat kompas dalam perjalan di hutan lebat dan sangar yang penuh marabahaya, binatang buas dan lain-lain.

Tetapi semua kesaktian pasti melalui belajar, latihan dan keuletan yang terus-menerus. Ada yang melalui bimbingan, ada juga yang langsung dalam waktu singkat, juga ada yang sejak lahir sudah membawa bakat alami. Hal itu berarti bagi mereka yang sejak lahir dan yang dalam waktu singkat, memang sudah sejak kelahiran yang lalu mereka itu telah pernah belajar dan berlatih tentang kemampuan pikiran dan kesadarannya.

Jadi, singkatnya manusia tanpa belajar dan berlatih, apapun tak akan berhasil dan pasti selama hidupnya akan menjadi orang bodoh dan dungu, ini adalah hukum alam, maka dengan pengertian ini kita menyadari bahwa, kita hidup ini adalah untuk belajar dan berlatih/berjuang, dan dunia yang kita injak ini adalah tempat kita belajar dan berlatih bagaikan sekolahan ibaratnya.

Jika kita malas belajar dan berlatih pada kehidupan ini, terserah untuk apa saja yang kita mau, berarti kita telah menyia-nyiakan waktu yang amat berharga, telah membuang kesempatan emas yang nyata-nyata sudah ada di depan mata kita, sebab kita hanya menyediakan kemauan saja.

Alasannya ialah, sebenarnya kita mau jadi apa? Tanyakan dulu pada diri sendiri, lalu ketika jawaban itu muncul yang benar, kita tinggal menyusun rencana untuk meneruskan dengan aksi tindakan atau mulai mencoba melaksanakannya dengan serius, dan penuh keyakinan/percaya diri, inilah sebenarnya modal awal kita.

Coba renungkan sejenak! Adakah manusia sejak lahir sudah bisa jadi professor, dokter, doktor, paranormal, dukun lepus, sin she, suhu hong shui, bhikkhu, raja dan seterusnya? Pasti tidak ada, yang ada ialah melalui belajar dan berlatih, bahkan ada yang paling berat dan memakan waktu panjang melelahkan, yaitu orang yang bercita-cita ingin menjadi Buddha. Kita tahu bahwa seorang calon Buddha mengumpulkan bekal 10 paramitanya hingga 4 Assankeyya kappa dan 100 ribu kappa, sedangkan 1 kappa saja kira-kira 430 juta tahun, sungguh waktu yang amat lama dan melelahkan, dan meskipun sudah lahir menjadi manusia calon Buddha, bahkan jadi calon raja tapi harus dilepaskan/ditinggalkan semua lalu berkelana, mengembara jadi pengemis dihina, dicaci-maki, diludahi, dikencingi oleh anak-anak penggembala sapi, selama 6 th di hutan-hutan, bukan waktu singkat dan rasanya tidak akan pernah ada sesuatu yang instan, kecuali penipu.

Menurut buku-buku Dhamma dan buku umum bahwa kesaktian bisa diperoleh dengan bermacam cara misalkan:

·       Yang pertama, dengan bertapa artinya dengan melakukan cara menahan/ mengurangi makan-minum, tidur dan bicara.

·       Yang kedua: Dengan berlatih Meditasi/mengembangkan kesadaran dan melatih pikiran atau meditasi hingga mencapai tingkat jhana-jhana.

Bertapa juga bisa dibagi lagi menjadi tak terhitung banyaknya cara latihan bertapa, seiring tradisi dan budaya setempat dan negaranya.

Namun secara singkat saya ingin menjelaskan bahwa, hasil dari bertapa juga bisa dibagi lagi menjadi banyak, semuanya tergantung kemauan, keuletan, semangat, yang paling menentukan ialah kesabaran, maka Buddha bersabda: ‘Khanti paramang tapo titika’, artinya kesabaran adalah cara bertapa yang paling unggul.

Buddha mengatakan hal itu bukan menakut-nakuti atau menyederhanakan cara bertapa, namun oleh karena Beliau sudah melakukan, merasakan, melaluinya dan akhirnya berhasil, jadi apapun yang Buddha katakan semua kata-katanya telah teruji dan dibuktikan melalui belajar dan berlatih, lalu mengalami dan merasakannya.

Cara bertapa calon Buddha hingga sakti

Dalam buku riwayat hidup Buddha menceritakan perjalanannya mengembara di hutan-hutan selama 6 th, sungguh bisa dijadikan sebuah inspirasi bagi penggemar/pencari kesaktian, karena disanalah Buddha sebenarnya memperoleh segala macam jenis kesaktian hingga yang luar biasa seperti disebutkan Iddhi Patihariya yang bisa terbang keangkasa lalu mengeluarkan air hangat dan dingin dari seluruh pori-pori Nya.

Dan kesaktian ini tidak ada tandingannya juga karena tidak seorang pertapa lainpun yang bisa memilikinya, walhasil tidak mudah seperti halnya bentuk kesaktian biasa pada umumnya, yang disebut oleh Buddha ialah Dirachana Wijja artinya ilmu kebinatangan yang sangat rendah dan hina.

Maka dengan bukti sabda Buddha inilah kita boleh menyebut mereka para bhikkhu yang suka praktek dukun santet dll, berarti mengajarkan/menggunakan ilmu kebinatangan yang sangat dilarang oleh Buddha, sebab akibatnya bisa masuk ke alam Neraka yang sangat mengerikan penderitaannya sampai berjuta-juta tahun, juga sulit untuk keluar hingga bisa mencapai kesucian batin, sebab telah begitu terhanyut sering menikmati hasilnya dari ilmu kebinatangan itu.

Kalau sementara ini banyak orang luar suka belajar dan berlatih kesaktian dari guru-guru spritualnya, yang sangat mudahnya diperoleh bahkan bisa di transfer, dijual, atau menggunakan alat misalnya disebut ‘jimat’, ‘hu’, keris, batu ali, huruf-huruf kaligrafi, sabuk, dst…semua itu tidak masalah, selama aman-aman saja dan membawa manfaat, asalkan jangan sampai menimbulkan efek yang merugikan diri sendiri dan orang/pihak lain saja.

Tapi ingat! Dalam kenyataan, ilmu kebinatangan/kesaktian seperti itu di bantu oleh makhluk halus tingkat rendah bahkan berbahaya baginya atau kedua pihak, sebabnya ialah makhluk halus yang diperintah bagaikan orang bodoh dan dungu, yang hanya perlu makan-minum untuk hidup, dia sama sekali tidak memiliki pengertian benar, tentang yang benar dan salah, dan apa akibatnya, dia hanya tunduk pada perintah.

Ibarat pegawai yang hanya mau bayarannya saja, jadi apapun perintahnya pasti dia mau melakukannya asalkan bayaran/upahnya memadai menurut dia sendiri, itulah sebabnya banyak sekali orang menjadi korban santet hingga mati, atau gila, sakit keras, yang sering kita dengar dan saksikan dalam kehidupan masyarakat kita.

Lalu muncullah ‘acara TV Pemburu Hantu’, uka-uka, dunia lain, fenomena ini beralasan dan untuk membuktikan bahwa sebenarnya selain kehidupan nyata masih banyak lagi kehidupan di alam-alam lain, selain itu karena masih banyak umat kepercayaan lain yang sama sekali mengharamkan kepercayaan adanya kehidupan di alam gaib itu, dengan adanya pertunjukan acara di TV sungguh menguntungkan kita, karena berarti bisa membuka mata batin mereka yang diliputi oleh kebodohan dan kedunguan, merasa seolah paling baik dan benar hanya dengan percaya saja pasti akan selamat dan masuk surga, padahal tidak semudah itu, tidak sesederhana itu.

Pembahasan tentang kesaktian saya cukupkan sekian dulu dan silahkan bila anda mau menanggapinya, nanti kita diskusikan sesuai kemampuan kita masing-masing, asalkan tidak dengan cara emosi, benci-dendam, dan salah paham, gunakan akal sehat manusia, dengan tujuan membuka wawasan, pengetian benar demi kemajuan batin kita semua.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.


]˜

Tidak ada komentar:

Posting Komentar