Senin, September 19, 2011

Pelapukan dan Perpecahan


PELAPUKAN DAN PERPECAHAN
Oleh : Venerable Ajahn Chah


Pada retret musim penghujan ini saya tidak mempunyai banyak tenaga. Saya sedang tidak sehat, karena itulah saya datang ke gunung ini untuk menghirup udara segar.

Banyak orang datang berkunjung tetapi saya tidak bisa bercakap-cakap dengan mereka seperti biasanya, karena suara saya sudah habis dan bahkan bernafas pun sudah mulai berat. Kalian semua dapat menganggap bahwa sudah merupakan berkat kalau kalian masih dapat melihat badan ini teronggok disini. Ini sudah merupakan berkat tersendiri, segera kalian tidak akan bisa melihatnya lagi. Nafas akan berhenti suarapun tidak akan terdengar lagi. Itu semua akan pergi sejalan dengan faktor-faktor penunjangnya, sama halnya dengan semua hal yang terdiri dari perpaduan. Sang Buddha menyebut peristiwa ini khaya vayam, pelapukan dan perpecahan (dissolution) darisemua fenomena yang terkondisi.

Bagaimana mereka melapuk (decline)? Bayangkan ada sebongkah es, pada mulanya es itu berasal dari air... setelah dibekukan jadilah sebongkah es tetapi tidak terlalu lama kemudian es itu mencair. Ambil sebongkah es yang katakanlah sebesar kopor, dan letakkan di bawah sinar matahari, kamu akan bisa melihat es itu mencair hampir sama dengan apa yang terjadi pada tubuh ini. Es itu akan mencair dengan perlahan, dalam waktu yang tidak terlalu lama yang terlihat hanyalah air, inilah yang disebut khaya vayam, hal ini terjadi sejak awal. Ketika dilahirkan kita membawa sifat seperti ini dan tidak dapat dihindari, pada waktu lahir kitapun membawa sekaligus ketuaan, sakit dan kematian. Inilah yang dimaksud kaya vayam; pelapukan dan peleburan dari semua hal yang terdiri dari perpaduan.

Kita semua yang duduk disini, para bhikkhu, orang awam tanpa kecuali adalah “bongkah-bongkah yang siap hancur”. Saat ini bongkah tersebut masih keras, sama seperti bongkah es, dimulai sebagai air, menjadi es sebentar dan kemudian mencair lagi. Dapatkah kamu melihat proses ini dalam dirimu sendiri? Lihatlah tubuh ini, ia bertambah tua setiap hari... rambut, kuku... semua bertambah tua.

Pada awalnya kalian tidak seperti ini, bukan? Dahulu kalian menjadi anak-anak, kini kalian telah tumbuh dan menjadi dewasa, setelah dewasa kondisi akan menuju pada ketuaan dan akan terus menurun, mengikuti hukum alam.

Badan ini “mencair” seperti halnya bongkahan es dan segera semuanya akan hilang, semua tubuh tersusun dari empat komponen: tanah, air, angin dan api. Tubuh adalah perpaduan dari tanah, air, api dan angin yang kemudian kita sebut ‘seseorang’. Kita menjadi jatuh cinta padanya dan menyebutnya laki-laki atau perempuan, memberinya nama; Tuan, Nyonya, sehingga kita lebih mudah mengidentifikasi mereka. Tapi sebenarnya tidak ada siapapun disana, yang ada adalah tanah, air, api dan angin. Ketika semua unsur itu tergabung menjadi satu kita sebutlah “seseorang”. Bila kita mau benar-benar melihat, kita akan menyadari bahwa tidak ada siapa-siapa disitu.

Bagian tubuh yang padat: daging, kulit, tulang dsb, itulah yang disebut elemen tanah. Aspek-aspek yang cair adalah elemen air. Bagian yang hangat adalah elemen api, sementara udara yang beredar dalam tubuh adalah elemen angin.


Sumber buku : Mengapa kita disini ?


Salam Metta,

Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Semoga semua makhluk berbahagia

]˜

Tidak ada komentar:

Posting Komentar