KISAH BHIKKHU DHAMMIKA
Dhammapada VI: 84
Dhammika tinggal di Savatthi bersama istrinya. Suatu
hari, ia berkata kepada istrinya yang sedang hamil bahwa ia berkeinginan untuk
menjadi seorang bhikkhu. Istrinya memohon kepadanya untuk menunggu sampai
kelahiran anak mereka. Ketika anak tersebut lahir, ia kembali meminta kepada
istrinya untuk memperbolehkannya pergi. Sekali lagi istrinya memohon kepadanya
untuk menunggu sampai anak tersebut dapat berjalan.
Kemudian Dhammika berkata kepada dirinya sendiri,
"Tidak ada gunanya bagiku meminta persetujuan dari istriku untuk menjadi
bhikkhu; saya harus berjuang untuk kebebasanku sendiri!"
Setelah membuat keputusan teguh, ia meninggalkan
rumahnya untuk menjadi seorang bhikkhu. Sang Buddha memberikan objek meditasi
kepadanya dan mempraktekkan meditasi dengan sungguh-sungguh dan rajin, tak lama
kemudian ia menjadi seorang arahat.
Beberapa tahun setelah itu, beliau menengok rumahnya
dengan maksud untuk mengajarkan Dhamma kepada istri dan anaknya. Anaknya
menjadi bhikkhu dan kemudian mencapai tingkat kesucian arahat.
Sang istri kemudian berkata, "Sekarang suami dan
anakku telah meninggalkan rumah, saya lebih baik pergi juga".
Dengan dasar pertimbangan kata-kata tersebut ia juga
meninggalkan rumah dan menjadi bhikkhuni; dan akhirnya mencapai tingkat
kesucian arahat juga.
Dalam pertemuan para bhikkhu, Sang Buddha mengatakan
bagaimana Dhammika menjadi seorang bhikkhu dan mencapai tingkat kesucian
arahat, bagaimana Dhammika berupaya membuat anak dan istrinya menjadi arahat
juga.
Kepada mereka Sang Buddha bersabda, "Para
bhikkhu,orang bijaksana tidak menginginkan kekayaan dan kemakmuran yang
diperoleh dengan cara tidak benar. Apakah hal itu dilakukan demi dirinya
sendiri atau demi orang lain. Ia hanya bekerja untuk tujuan membebaskan dirinya
dari roda tumimbal lahir (samsara) dengan cara memahami Dhamma dan hidup sesuai
dengan Dhamma".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
84 berikut:
Seseorang yang arif
tidak berbuat jahat demi kepentingannya
sendiri ataupun orang lain; demikian pula ia tidak menginginkan anak, kekayaan,
pangkat
atau keberhasilan dengan cara yang tidak
benar.
Orang seperti itulah yang sebenarnya
luhur, bijaksana, dan berbudi.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar