KISAH KISAGOTAMI THERI
Dhammapada VIII: 114
Kisagotami adalah putri seorang kaya dari Savatthi, ia
dikenal sebagai Kisagotami karena ia mempunyai tubuh yang langsing. Kisagotami
menikah dengan seorang pemuda kaya dan memiliki seorang anak laki-laki. Anak
tersebut meninggal dunia ketika ia baru saja belajar berjalan dan Kisagotami
merasa sangat sedih. Dengan membawa mayat anaknya ia pergi untuk mencari obat
yang dapat menghidupkan kembali anaknya dari setiap orang yang ditemui.
Orang-orang mulai berpikir bahwa ia telah menjadi gila. Tetapi seorang
bijaksana, yang melihat kondisinya, berpikir bahwa ia harus memberikan
pertolongan dan berkata kepadanya:
"Sang Buddha adalah seorang yang harus kamu
datangi. Ia memiliki obat yang kamu butuhkan, pergilah kepadanya!"
Kisagotami kemudian pergi menemui Sang Buddha dan
bertanya, obat apakah yang dapat menghidupkan kembali anaknya.
Sang Buddha berkata kepadanya untuk mencari segenggam
biji lada dari rumah keluarga yang belum pernah terdapat kematian. Dengan
membawa anaknya yang telah meninggal dunia di dadanya. Kisagotami pergi dari
rumah ke rumah, untuk meminta segenggam biji lada. Setiap orang ingin
menolongnya, tetapi ia tidak pernah menemukan sebuah rumah pun dimana kematian
belum pernah terjadi. Kemudian ia menyadari bahwa tidak hanya keluarganya saja
yang telah menghadapi kematian, terdapat lebih banyak orang yang meninggal
dunia daripada yang hidup. Tak lama setelah menyadari hal ini, sikap terhadap
anaknya yang telah meninggal dunia berubah. Ia tidak lagi melekat kepada
anaknya.
Ia meninggalkan mayat anaknya di hutan dan kembali
kepada Sang Buddha serta memberitahukan bahwa ia tidak dapat menemukan rumah
keluarga dimana kematian belum pernah terjadi.
Kemudian Sang Buddha berkata, "Gotami, kamu
berpikir bahwa kamu yang kehilangan seorang anak, sekarang kamu menyadari bahwa
kematian terjadi pada semua makhluk. Sebelum keinginan mereka terpuaskan,
kematian telah menjemputnya".
Mendengar hal ini, Kisagotami benar-benar menyadari
ketidak-kekalan, ketidak-puasan dan tanpa inti dari kelompok kehidupan
(khandha) dan mencapai kesucian sotapatti.
Tak lama kemudian, Kisagotami menjadi seorang
bhikkhuni. Pada suatu hari, ketika ia sedang menyalakan lampu, ia melihat api
menyala kemudian mati. Tiba-tiba ia mengerti dengan jelas timbul dan
tenggelamnya kehidupan makhluk. Sang Buddha melalui kemampuan batin luar
biasa-Nya, melihat dari Vihara Jetavana, dan mengirimkan seberkas sinar serta
memperlihatkan diri sebagai seorang manusia. Sang Buddha berkata kepada
Kisagotami untuk meneruskan meditasi dengan objek ketidak-kekalan dari
kehidupan makhluk dan berjuang keras untuk merealisasi nibbana.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
114 berikut:
Walaupun seseorang hidup seratus tahun,
tetapi tidak dapat melihat "keadaan
tanpa kematian" (nibbana),
sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari
sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari
dari orang yang dapat melihat
"keadaan tanpa kematian".
Kisagotami mencapai tingkat kesucian arahat setelah
khotbah Dhamma itu berakhir.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada,
Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar