KISAH BAHIYADARUCIRIYA
Dhammapada VIII: 101
Sekumpulan pedagang pergi melaut dengan sebuah kapal.
Badai mengganas dan kapal mereka hancur di tengah laut. Dari semua penumpang
hanya satu orang yang hidup. Orang yang selamat dengan memeluk sebuah potongan
kayu itu terdampar di pelabuhan Supparaka.
Karena pakaiannya hilang, ia mengikatkan sepotong
kulit kayu di tubuhnya. Dengan memegang sebuah mangkok, ia duduk di tempat
dimana orang-orang dapat melihatnya.
Orang-orang
yang lewat memberinya nasi dan bubur. Beberapa orang menganggapnya seorang
arahat dan memujanya. Beberapa orang lain membawakannya pakaian tetapi ia menolaknya.
Ia takut dengan memakai pakaian akan menyebabkan orang-orang hanya memberi
sedikit. Di samping itu, beberapa orang telah mengatakan bahwa ia seorang
arahat. Maka dengan pikiran salah, ia menganggap dirinya seorang arahat.
Oleh karena ia adalah seorang yang berpandangan salah
dan menggunakan sepotong kulit kayu sebagai pakaiannya, maka ia dikenal dengan
nama Bahiyadaruciriya.
Suatu ketika, Mahabrahma yang pernah menjadi temannya
dalam kehidupan lampau, melihat bahwa ia telah melakukan kekeliruan. Ia
berpikir bahwa menjadi tugasnya untuk mengembalikan Bahiya ke jalan yang benar.
Mahabrahma datang kepadanya pada malam hari. Ia
berkata kepadanya: "Bahiya, kamu bukan arahat dan lebih dari itu kamu
belum memiliki kualitas yang dimiliki seorang arahat".
Bahiya memandang Mahabrahma dengan terkejut.
Kemudian ia berkata: "Ya, saya mengakui bahwa
saya bukan seorang arahat, seperti yang telah kamu latakan. Sekarang saya
menyadari bahwa saya telah melakukan kesalahan besar. Tetapi adakah di dalam
kehidupan sekarang ini seorang arahat?"
Mahabrahma kemudian berkata bahwa sekarang ini di
Savatthi ada seorang arahat. Buddha Gotama, yang telah mencapai Penerangan
Sempurna dengan kemampuan-Nya sendiri.
Bahiya menyadari demikian besar kesalahannya. Ia
merasa sangat menderita dan berlari di sepanjang jalan menuju ke Savatthi.
Mahabrahma menolong Bahiya dengan kekuatan batinnya, sehingga jarak sepanjang
120 yojana dapat ditempuh dalam satu malam.
Bahiya bertemu Sang Buddha ketika Beliau sedang
menerima dana makanan bersama para bhikkhu. Ia dengan penuh hormat
mengikuti-Nya. Kemudian ia memohon kepada Sang Buddha untuk membabarkan Dhamma.
Sang Buddha menjawab bahwa saat menerima dana makanan
bukan waktu yang tepat untuk berkhotbah.
Sekali lagi, Bahiya memohon: "Bhante, seseorang
tak akan tahu bahaya yang akan menimpa kehidupanmu dan kehidupanku, sehingga
babarkanlah kepadaku perihal Dhamma".
Sang Buddha mengetahui bahwa Bahiya telah melakukan
perjalanan 120 yojana dalam waktu semalam, dan juga diliputi perasaan gembira
yang meluap-luap pada saat bertemu Sang Buddha. Oleh karena itu Sang Buddha
tidak segera berbicara mengenai Dhamma kepadanya tetapi menunggu sampai ia
tenang dan memungkinkan untuk menerima Dhamma dengan baik.
Bahiya terus-menerus memohon. Sehingga, ketika berdiri
di tepi jalan, Sang Buddha berkata kepada Bahiya:
"Bahiya, ketika kamu melihat suatu objek,
hendaknya sadarlah bahwa hal itu hanya objek yang dilihat; ketika kamu
mendengar satu suara, sadarlah bahwa hal itu hanya suara; ketika kamu mencium,
atau merasa, atau menyentuh sesuatu, sadarlah bahwa hal itu hanya bau, rasa,
sentuhan, dan ketika kamu berpikir tentang sesuatu, sadarlah bahwa hal itu
hanya objek pikiran".
Setelah mendengar khotbah di atas, Bahiya mancapai
tingkat kesucian arahat dan memohon ijin Sang Buddha untuk menjadi bhikkhu.
Sang Buddha berkata kepadanya untuk membawa jubah,
mangkuk, dan kebutuhan bhikkhu lainnya. Dalam perjalanan untuk mendapatkan
barang-barang tersebut, ia diseruduk oleh seekor sapi (sebenarnya raksasa yang
berwujud sapi) sehingga ia meninggal dunia. Ketika Sang Buddha dan para bhikkhu
berjalan keluar setelah makan, mereka menemukan Bahiya telah tergeletak
meninggal dunia pada tumpukan sampah.
Atas perintah Sang Buddha, para bhikkhu mengkremasikan
tubuh Bahiya dan sisa jasmaninya disimpan dalam sebuah stupa.
Setelah kembali ke Vihara Jetavana, Sang Buddha
berkata kepada para bhikkhu bahwa Bahiya telah merealisasi nibbana. Beliau juga
berkata kepada mereka berkaitan dengan pencapaian "Pandangan Terang
Magga" (Abhiñña) Bahiya adalah yang tercepat dan terbaik.
Para bhikkhu bingung dengan pernyataan yang diucapkan
Sang Buddha dan bertanya kepada Beliau mengapa dan kapan Bahiya menjadi seorang
arahat.
Sang Buddha menjawab, "Bahiya telah mencapai
tingkat kesucian arahat pada saat ia mendengarkan penjelasan Dhamma yang
diberikan kepadanya ketika kita menerima dana makanan".
Para bhikkhu heran bagaimana seseorang mencapai arahat
setelah mendengarkan hanya sedikit kalimat Dhamma. Kemudian Sang Buddha berkata
kepada mereka bahwa banyaknya kata-kata atau panjangnya khotbah tidaklah
menjadi masalah jika hal itu bermanfaat bagi seseorang.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
101 berikut:
Daripada seribu syair yang tak berguna,
adalah lebih baik sebait syair yang
berguna,
yang dapat memberi kedamaian kepada
pendengarnya.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar