KISAH SARIPUTTA THERA
Dhammapada VII: 95
Pada suatu akhir masa vassa; Sariputta Thera berangkat
untuk suatu perjalanan bersama dengan beberapa pengikutnya. Seorang bhikkhu
muda pengikutnya, yang memiliki dendam terhadap Sariputta Thera, mendekat
kepada Sang Buddha dan memfitnah dengan mengatakan bahwa Sariputta Thera telah
mencaci dan memukulnya.
Sang Buddha memanggil Sariputta Thera dan menanyakan
apakah hal itu benar?
Sariputta menjawab, "Bhante, bagaimana mungkin
seorang bhikkhu, yang dengan tenang menjaga pikirannya, berangkat dalam suatu
perjalanan tanpa kesalahan, telah melakukan kejahatan terhadap bhikkhu
pengikutnya? Saya seperti tanah yang tidak merasa senang ketika bunga-bunga
tumbuh, dan tidak juga merasa marah ketika sampah dan kotoran teronggok di
atasnya. Saya juga seperti keset, pengemis, kerbau jantan dengan tanduk yang
patah; saya juga merasa jijik dengan kekotoran tubuh dan tidak lagi terikat
dengan itu".
Ketika Sariputta Thera berbicara, bhikkhu muda itu
merasa sangat tertekan dan menderita. Akhirnya ia mengaku bahwa ia berbohong
perihal Sariputta. Kemudian Sang Buddha menyarankan kepada Sariputta Thera
untuk menerima permohonan maaf bhikkhu muda itu. Jika tidak, akibat yang berat
akan menimpa diri bhikkhu muda itu. Bhikkhu muda mengakui bahwa ia bersalah dan
dengan hormat meminta maaf. Sariputta Thera memaafkan bhikkhu muda itu dan
beliau juga meminta maaf apabila beliau berbuat salah.
Semua yang hadir memuji Sariputta Thera, dan Sang
Buddha berkata, "Para bhikkhu, seorang arahat seperti Sariputta tidak
memiliki kemarahan atau keinginan jahat. Seperti tanah dan tugu kota, ia sabar,
toleran, teguh; seperti danau yang tak berlumpur, ia tenang dan bersih".
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair
95 berikut:
Bagaikan tanah, demikian pula orang
suci.
Tidak pernah marah,
teguh pikirannya bagaikan tugu kota
(indakhila),
bersih tingkah lakunya bagaikan kolam
tak berlumpur.
Bagi orang suci seperti ini tak ada lagi
siklus kehidupan.
]
Sumber:
Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah
Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo (editor),
Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta,
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar